Namun sayang, siang dengan terik matahari yang sedang tinggi-tingginya ini malah berbanding terbalik dengan keadaan di dalam apartemen yang keduanya anggap sebagai rumah. Sendu. Seakan awan mendung berkulpul semua jadi satu.
Dua tahun berteman sebagai sahabat, dan empat tahun menjalin hubungan sebagai kekasih, hari ini justru keduanya dihadapkan dengan yang namanya badai suatu hubungan. Tidak pernah Mario dan April bertengkar sebelumnya, berselisih paham pun tidak, hububgan mereka selalalu manis, jauh dari kata masalah, sekalipun datang masalah menyapa, keduanya selalu bisa menyelesaikan dengan kepala dingin.
Yang siang ini rasanya amat sulit.
Mario baru pulang kerja, bahkan belum sempat menghabiskan makan siangnya. Pun April, ia terlalu larut dalam ingatan masa lalu, sampai bisa-bisanya keluar kalimat yang amat-amat-amat menyesakan dada Mario. Sungguh ingin Mario menyalahi April atas permintaannya ini, tapi Mario juga sadar bahwa April tidak akan seperti ini kalau ia juga tidak tiba-tiba menanyakan yang lalu, mengajak April untuk melangkah ke hubungan yang jauh lebih serius.
"Aku tetep gak setuju kalo kita break. Kamu gak mau kita nikah, ya kita gak usah nikah. Mau kamu bilang berkali-kali pun kalo kamu belum mampu untuk lupa soal dia, aku tetep gak peduli. Kita gak perlu break. Untuk apa? Break cuma buat kamu makin jauh dari aku!"
"Rio..."
"Selama ini aku gak pernah masalahin itu, April. Karena aku tau, yang gak bisa kamu lupain cuma rasa sakitnya, rasa takutnya. Aku tau kamu lebih bahagia sama aku. Aku yang selaman ini nemenin kamu, ada di sisi kamu, aku tau gimana kamu. Aku gak pernah nuntut apapun April."
"Rio!" tangannya mengepal makin erat, tangisannya yang sudah terpecah sejak tadi makin membanjir. "Kamu gak ngerti-"
"Apa yang gak aku ngerti? Apa lagi yang gak aku ngerti? Emang masih ada yang gak kamu bilang ke aku? Pril? Masih ada?"
"Jujur, masih Rio."
"April-"
"Karena aku takut untuk jujur sama kamu. Aku takut kamu pergi, aku takut kalo kejadian dulu keulang lagi. Aku bener-bener takut Rio. Kamu gak tau rasanya ditinggal.."
"Ya terus apa bedanya sama kamu yang minta break? Kamu ninggalin aku, April. Apa bedanya?"
"Break bukan putus.."
"Aku tetep gak setuju."
"Rio..." suara terdengar semakin memohon. "Please."
"Gak. Untuk yang satu itu aku gak mau denger, terserah kamu mau mohon-mohon kayak apapun, aku gak mau denger."
"Aku cuma butuh waktu buat mikir-"
"Mikir apa lagi?! Mikir kalo selama ini kamu terlalu bawa-bawa yang dulu? Devan cuma masa lalu kamu April! Dia udah nikah! Dia udah punya anak! Harus ada kenyataan kayak apalagi sampe kamu bener-bener bisa lupain dia?!"
"Aku tau itu Rio! Aku tau! Aku yang dateng ke nikahan Devan, aku tau dia nikah sama siapa, aku tau dia udah punya anak! Tapi yang gak bisa aku lupa bukan orangnya!"
"Rasa takut kamu kan? Kamu takut aku ninggalin kamu, itu udah sama aja kayak kamu gak pernah percaya aku."
"Rio-"
"Pernah aku ninggalin kamu? Nggak. Sekali pun nggak. Mau kita lagi sama-sama di titik terendah pun aku gak pernah ninggalin kamu. Karena aku sadar, aku tau kalo ninggalin kamu itu hal yang paling gak pernah aku mau. Sekarang, kamu yang mau ninggalin aku?"
"Aku gak ninggalin kamu Rio- aku, aku sendiri takut, aku bener-bener takut."
"Ya terus kenapa kita harus pisah sementara kalo kamu sendiri takut aku ninggalin kamu? Gak pernah April. Harus berapa kali aku bilang, aku gak akan pernah tinggalin kamu apapun keadaannya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Avenoir (BL19+) [COMPLETE]
Random❝𝑺𝒐𝒎𝒆𝒕𝒊𝒎𝒆𝒔, 𝒉𝒂𝒑𝒑𝒚 𝒎𝒆𝒎𝒐𝒓𝒊𝒆𝒔 𝒉𝒖𝒓𝒕 𝒕𝒉𝒆 𝒎𝒐𝒔𝒕.❞ Harusnya yang lalu, biar saja jadi masa lalu. Orang-orang dan kenangan di masa lalu, harusnya tetap di masa lalu. ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ Ada beberapa part bersifat...