12

549 66 6
                                    

"Aku diminta buat ke kantor lama itu, berdua sama temen aku si Mas Dwi. Untuk berapa lama di sana aku belum tau."

"Kok tumben?"

"Ada meeting Pril, aku diminta ikutan." matanya mengedar ke luar jendela, masih terang masih ada sisa matahari senja. "Kamu jadinya pulang kapan?"

"Mungkin Sabtu, gak papa kan?"

"Ya gak papa. Cuma yaa.. sepi aja aku di rumah sendirian."

Di sebrang, April terkekeh pelan. "LDR, Yo."

"Jauh banget LDRnya."

Mario di Jakarta, April di Australia. Gimana tidak jauh? Mana perbedaan waktu mereka juga lumayan, di sana lebih celat tiga jam dari Jakarta. Saat Mario baru pulang kerja, April sudah leha-leha. Haahh..

Setidaknya komunikasi mereka tetap lancar, selalu beri kabar, kalau sempat menelpon ya mereka lakukan. Saat malam terutama. Karena kalau matahari masih tinggi kan, Mario juga harus kerja. Paling bertukar pesan saja sesekali kalau sempat.

Di kantor memang Mario sedang banyak pekerjaan. Entah karena efek akhir tahun atau gimana, yang jelas lumayan buat Mario pusing. Tadi malah ia diminta untuk ke kantor lama yang ada di luar kota, di kota yang sama dengan Mario juga April mengemban pendidikan S1 dulu. Tidak jauh sih, cuma ya melelahkan saja. Di sini juga masih banyak kerjaan, ditambah harus ke kantor cabang.

Tiap hari, Mario diceritakan soal kegiatan April di Australia selama tinggal dengan orangtuanya. Tidak ada yang spesial, bisa Mario tangkap kalau ternyata April di sana memang lebih banyak leha-lehanya meski kadang masih ada kerjaan kantor yang harus April selesaikan. Kalau dekat mungkin sudah Mario susul sejak malam pertama, ini jauh, sulit menyusul, Mario masih harus menahan rindunya sampai April pulang.

Kemungkinan April hari Sabtu nanti baru pulang, Mario tidak yakin ia bisa jemput atau tidak karena takut masih ada urusan di kantor cabang. Semoga saja sudah bisa pulang Sabtu pagi atau siangnya, jadi malam masih bisa jemput April. Capek sih, tapi ya tidak apa lah.

Break yang kata mereka dulu, mungkin sudah tidak ada artinya. Tidak ada dari keduanya yang sama-sama menghilang. Paling hanya terpisah jarak ini saja, untuk komunikasi tetap jalan, keduanya juga tetap mesra meski hanya lewat pesan dan telepon. Kalau begitu, apanya yang break? Jadi, ya sudah, keduanya lupakan saja. Terutama Mario. Memang sejak awal kan ia tidak pernah setuju dengan itu.

Tapi ya... mau melupakan soal break itu juga, masih ada hal-hal yang tidak bisa langsung Mario lupakan begitu saja. Karena memang maish ada hal yang belum April ceritakan dan itu selalu saja buat Mario kepikiran, ia masih penasaran, ia masih ingin tau. Ingin sekali tau apa yang benar-benar menjadi trauma April?

Mario rasa hal itu memang ada hubungannya kenapa April dan Devan merenggang dulu, kalau Mario tangkap dari kata-kata April saat pertengkaran siang hari beberapa waktu lalu. Ia yakin Devan pergi karena hal yang April sembunyikan ini. Cuma entah apa.. Mario tidak tau dan, Mario tidak mau mencari tau dari Devannya langsung seperti kata Daffa dulu. Ya itu praktis, mungkin akan langsung tau, tapi ya untuk apa Mario berhubungan sama Devan lagi? Walau antara Devan dan April juga tidak ada permusuham, cuma ya untuk apa?

Mario lebih suka kalau April yang cerita sendiri, mengetahui langsung dari April pasti lebih melegakan dibanding dari orang lain apalagi si sumber trauma ini. Pun, Mario masih mau percaya kalau April pasti akan cerita padanya. Cepat atau lambat.

"Jadi lo sempet berantem? Serius? Lo sama April?"

"I...ya? Gak berantem yang gimana juga sih."

"Itu lo ribut ya Yo! Itu namanya berantem!" gemas. "Lagian kok bisa? Maksud gue, kok tumben? Sumpah. Kok- tumben banget? Selama ini loh, baru ini gue denger lo sempet ribut sama April."

Avenoir (BL19+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang