11

598 69 8
                                    

Hubungan April dan Mario harusnya bisa berjalan baik-baik saja, seperti biasanya, selama empat atau bahkan enam tahun lalu. Tidak di antara April atau pun Msrio yang membahas pertengkaran siang-siang tempo hari lalu. Keduanya biasa saja, masih saling menyayangi setiap hari.

Setidaknya begitu yang terlihat, karena aslinya justru berbanding terbalik. Meski mereka tetap dekat dan selalu menjaga komunikasi, tetap tidak bisa tutup mata kalau mereka mulai merenggang.

Padahal April jadi lebih sering pulang ke apartemen Mario, ia bilang tidak ada kerjaan yang memaksa April untuk tetap di kosan, paling-paling April pulang ke kosan kalau mau mengambil barang atau semacamnya saja. Kalau tidak ada, April selalu pulang ke apartemen Mario, sudah ada di sana saat Mario pulang.

Namun itu sama sekali tidak bisa mengobati. April memang selalu pulang ke apartemen, tapi jarak yang tercipta antara April dan Mario juga makin hari makin terlihat. Mario sampai bisa melihat makin banyak pula hal-hal yang tidak April ungkapkan. Biasanya selalu cerita, mau apapun itu, hal sepele macam kejadian pulpen hilang di kantor pun bisa April ceritakan. Ini tidak lagi. Obrolan mereka kadang hanya basa-basi.

Terlebih beberapa hari belakangan ini, Mario tidak tau April kemana sepulang kerja, April sudah beberapa kali pulang lebih telat dari biasanya. Salahnya, Mario juga tidak tanya, malah menunggu April untuk cerita. Hal-hal seperti ini yang mendukung kerenggangan keduanya.

"Rio? Rio, liat kemeja biru aku gak? Perasaan udah aku masukin lemari."

Mario menoleh, melihat April di ambang pintu kamar. "Keselip di baju-baju aku kali."

"Hmm." dan masuk lagi.

Mario juga lanjut fokus lagi dengan layar laptopnya, balik kerja. Tidak menghiraukan April seperti biasanya.

Jelas Mario tidak mau kalau hubungannya akan jadi semakin buruk dari ini, tapi Mario juga tidak punya banyak pilihan. Pertemgkaran tempo lalu masih mengganjal hati dan pikirannya, Mario masih belum menemukan jawaban apa yang buat April sampai tidak bisa meninggalkan masa lalunya.

Mau Mario tanyakan, tapi ia yakin April tidak akan pernah menjawab dengan jujur. Mungkin berkilah, atau malah menjawab dengan jawaban yang lain.

Ini menyesakan. Kepala Mario sakit tiap kali memikirkan badai yang sedang menerpa hubungannya dengan April. Selama ini selalu baik-baik saja, perkara Mario mengajak nikah April, malah jadi runyam begini, rumah jadi dingin begini.

"Gak ketemu?" dua kata itu yang terucap dari Mario saat ia baru membuka pintu kamar.

April menoleh, ia masih berjongkok di depan lemari Mario. Kepalanya menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan kekasihnya.

"Emang harus pake kemeja itu?"

"Besok bos aku ulang tahun, yang lain pada mau bikin surprise party gitu, kecil-kecilan aja, dresscodenya warna biru, soalnya bos aku suka biru."

"Pake kemeja aku aja dulu."

"Kegedean dong Rioo~!"

"Ya orabg kemeja kamu gak ketemu. Gimana coba?"

"Tch.." April mendecis sebal, sebal karena tidak bisa menemukan kemejanya. Ia mulai herab dan mempertanyakan, kenapa barang-baeamg sering hilang saat diperlukan? "Eh."

"Hm?" tidak menoleh, sekadar menyahut dengan dehaman. Mario masih harus mencari kemeja birunya juga, untuk April, seingatnya ia punya kemeja biru yang sudah agak kecil untuknya.

"Yo. Aku baru inget sesuatu."

"Ya?"

"Aku sempet ngajuin cuti ke kantor, udah diacc, rencananya aku mau nyusul ayah sekalian nganter ibu pulang. Masih minggu depan sih-"

Avenoir (BL19+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang