"Yang tadi siapa? Kok gue baru liat."
"Ya adik tingkat aku, masih semester satu."
"Lo gak bilang kalo sama mereka. Katanya sendiri."
"Awalnya emang sendiri, terus mereka tiba-tiba dateng ikut gabung."
"Hmm.."
Dehaman Devan sama sekali tidak April sahuti, hanya diam mengekori langkah Devan yang entah mau kemana. Entah benar atau tidak, namun rasanya Devan hari ini agak kurang baik, maksudnya, tidak seperti biasanya. Moodnya kurang baik.
Tidak ada obrolan, sekadar tanya-jawab sedikit lalu sudah sama-sama saling diam. Devan melangkah di depan, April agak di belakang. Tidak tau mau kemana, April hanya mengikuti Devan saja. Mungkin parkiran, atau unimart untuk ngopi-ngopi seperti biasa selagi menunggu Devan mau kumpul HIMA.
Ah iya, HIMA. April baru tau kalau Devan tergabung HIMA. Sejak kapan? Bukannya pengrekrutan anggota HIMA sudah sejak mereka semester satu dulu? Atau... Devan baru mau gabung?
"Van, nanti kamu kumpul HIMA?"
"Iya, jam tujuh."
"Aku baru tau kamu ikut HIMA."
"Baru mau daftar aja, tapi ya bakal gabung HIMA."
"Ooh." baru mau ternyata. "Sekarang kita mau kemana? Masih jam empat nih. Mau makan dulu atau gimana?"
"Lo laper?"
"Gak juga sih, yaa dari pada gak tau mau kemana."
"Ini gue mau ke kantin, lo makan disana aja kalo emang laper. Tadinya mau stay di perpus, cuma lo tadi sama adting lo, gue males."
"O-oh."
"Pici juga di kantin jadi gue mau kesana."
"Pici?"
"Iya. Nanti dia juga bakal ikut kumpul HIMA, jadi bareng aja."
Langkah April terhenti, terasa berat untuk melangkah lagi.
"Pril?"
"E-emang harus ke kantin? Emang harus bareng sama Pici dari sekarang?"
"Apaan sih Pril?"
"Kita baru ketemu-"
"Ya terus?" Devan menyela cepat. "Lo nih kenapa sih? Masih aja cemburu sama Pici."
April seketika diam, mengepal erat kedua tangannya.
"Pici tuh cuma temen gue Pril."
"Kita juga cuma temenan."
"Tck. Terus lo gak mau ke kantin? Cuma gara-gara ada Pici?"
"Kamu ketemu Pici bisa tiap hari. Ini aku baru ketemu kau lagi, tapi kamu milih sama Pici."
"Ya terus mau kemana? Kan tadi gue bilang, gue tadinya mau stay di perpus, berdua sama lo, tapi lo malah sana adting-adting lo. Kalo milih tetep di perpus, apa bedanya sama kalo lo ikut gue ke kantin terus ketemu Pici?"
Tidak April jawab, malah makin mengeratkan kepalannya.
"Makanya lo tuh apa-apa kasih tau. Kan udah sering gue bilang ke lo Pril, lagi dimana, sama siapa, ngapain aja tuh ya kasih tau gue. Biar gak jadi kayak gini. Ini terus lo cemburu? Marah gara-gara mau ke kantin terus ada Picinya? Salah gue?"
"...nggak."
"Terus masih gak mau ke kantin?"
April menggeleng pelan.
"Ya udah. Terus maunya kemana?"
April juga bingung. Dengan keadaan, bukan dengan pertanyaan Devan yang harus kemana mereka sekarang. Ia bingung, kenapa malah jadi seperti ini? Biasanya mereka baik-baik saja. Terakhir ketemu, mereka masih baik-baik saja, April masih dipeluk-peluk Devan, masih dikecupi gemas. Sekarang, sore ini, kenapa rasanya justru amat menyakitkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Avenoir (BL19+) [COMPLETE]
Random❝𝑺𝒐𝒎𝒆𝒕𝒊𝒎𝒆𝒔, 𝒉𝒂𝒑𝒑𝒚 𝒎𝒆𝒎𝒐𝒓𝒊𝒆𝒔 𝒉𝒖𝒓𝒕 𝒕𝒉𝒆 𝒎𝒐𝒔𝒕.❞ Harusnya yang lalu, biar saja jadi masa lalu. Orang-orang dan kenangan di masa lalu, harusnya tetap di masa lalu. ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ Ada beberapa part bersifat...