8. Satu Suro

1.1K 125 4
                                    

🚫Disclaimer🚫
Semua hal yang tertulis dalam cerita ini adalah fiksi. Tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan dalam lingkungan Keraton

⚠️Mohon bijak dalam memberikan komentar⚠️

✨ Happy reading ✨

***

"Sanggulnya terlalu kencang ndak Mbak Anin?" Anindya terkejut ketika Mbok Sum bertanya pada dirinya setelah selesai memasang sanggul. Pasalnya Anindya sedang fokus pada ponselnya saat itu.

"Nggak Mbok, sudah pas ..." balas Anindya. Mbok Sum menyematkan tusuk konde berbentuk bunga teratai untuk mempercantik sanggulan rambut Anindya itu.

"Sudah selesai Mbak Anin."

"Matur Suwun Mbok ..." ucap Anindya, gadis itu bangkit dari duduknya dan berdiri di depan cermin.

Mengamati cerminan dirinya di kaca besar itu. Tampak sangat menawan dengan kebaya hitam dan jarik Solo bermotif truntum garuda. Riasan wajah sederhana hasil tangannya menambah pesona Anindya malam hari ini.

"Mbak Anin jangan lupa dipakai gelangnya ..." Mbok Sum memberikan gelang dari Eyang yang Anindya letakan di atas meja rias.

Anindya mengambil gelang itu kemudian menggunakannya, ia mengamati bentuk gelang yang cantik dengan permata kecil di tengahnya. Gelang emas itu terlihat sederhana tapi begitu menyala dengan kebaya gelap yang Anindya kenakan.

"Anindya. Sudah selesai belum? Ditunggu Yayah" pekik Mahesa dari luar pintu. Anindya terkesiap mendengar suara Mahesa.

"Sudah Mas. Tunggu sebentar ..." sahut Anindya. Dengan cepat Anindya ambil sling bag-nya dan memasukan kamera kecil ke dalamnya. Berjalan keluar kamar diikuti Mbok Sum di belakangnya.

"Yayah sudah ke mobil Mas?" tanya Anindya.

"Sudah. Ibu dan Eyang juga sudah di sana. Tinggal menunggu kamu yang lama sekali" gerutu Mahesa. Anindya mencebikan bibirnya kesal.

"Pergi dulu ya Mbok ..." pamit Anindya kepada Mbok Sum. Mahesa berjalan lebih dulu mengekor Anindya di belakangnya.

Sekitar pukul tujuh malam mobil yang Yayah kendarai melesat membelah jalan raya Solo.

Begitu sampai area Keraton sudah dipadati oleh warga sekitar yang akan melihat jalannya prosesi kirab satu Suro itu sehingga Yayah memarkirkan mobilnya di luar area keraton.

Anindya dan anggota keluarganya yang lain harus berjalan untuk masuk ke pendopo tempat di mana acara kirab itu berlangsung. Dengan jariknya yang mempersempit langkah Anindya berjalan dengan begitu hati-hati. Ia berpegangan pada lengan kakaknya.

"Pelan-pelan dong Mas, gue susah jalannya" kata Anindya setengah berbisik.

Meski dengan susah payah akhirnya Anindya sampai juga di pendopo yang berjarak satu kilometer dari tempat Yayah memarkirkan mobilnya. Kakinya hampir bengkak akibat heels lima senti yang digunakannya.

"Anindya kemari Nduk" panggil Ibu pada Anindya.

"Dalem Bu ..."

"Salim dulu sama Kanjeng Gusti dan Kanjeng Putri ..." Ibu meminta Anindya untuk menyalami Raja Keraton dan permaisurinya yang dipanggil Kanjeng Gusti dan Kanjeng Putri oleh Anindya.

Admanjiwa Yudhanegara merupakan pemimpin sebuah Keraton yang berada di kota Solo. Bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Praja ke sembilan. Berbeda dengan Keraton Surakarta Hadiningrat, jika menarik asal usul sejarah, Keraton yang dipimpin oleh sepupu Pramoedya ini kedudukannya sebagai kadipaten kecil di bawah kekuasaan Keraton Surakarta Hadiningrat, Keraton Praja namanya. Karenanya Admanjiwa bergelar Adipati.

MingsraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang