🚫Disclaimer🚫
Semua hal yang tertulis dalam cerita ini adalah fiksi. Tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan dalam lingkungan Keraton⚠️Mohon bijak dalam memberikan komentar⚠️
✨ Happy reading ✨
***
Udara kota Solo malam itu begitu sejuk dengan angin malam yang berhembus dengan tenang. Arjuna masih terjaga dan enggan menutup mata. Maka Arjuna putuskan untuk duduk di taman yang berada di depan kamarnya, melihat bulan dan bintang yang berjajar dengan indah.
Tadi sore saat minum teh, Ibu dan Ayahnya kembali menyinggung soal perjodohannya dengan Anindya. Ayahnya sampaikan kabar dari orang tua Anindya bahwa perempuan itu setuju untuk dijodohkan dengan Arjuna.
Jangan tanya bagaimana perasaan Arjuna sekarang. Sejak bertemu pertama kali dengan Anindya, rasa penasarannya berubah menjadi debaran yang sulit diartikan. Fall in love at first sight, mungkin bisa dikatakan seperti itu.
Gadis itu, jika Arjuna boleh menggambarkan, Anindya adalah gadis yang sederhana dengan senyum tipis yang mengembang di sudut bibirnya. Arjuna ingat betul ketika ia pertama kali melihat Anindya berlari terbirit-birit kemudian menabrak Karna waktu itu.
Arjuna mengamatinya dari jendela ruang kerja Ayahnya. Senyum tak bisa luntur dari sudut bibirnya ketika melihat gemasnya Anindya yang repot sendiri dengan kain jariknya. Kemudian ketika satu Suro, Arjuna melihat Anindya dari jauh dengan kebaya dan rambut yang disanggul rapi sibuk sekali dengan kameranya, memiliki kesempatan untuk mengobrol bersama sepanjang jalan menuju ruang kumpul malam itu benar-benar berarti untuk Arjuna untuk memantapkan hatinya.
Entah daya pikat seperti apa yang Anindya miliki hingga Arjuna mampu terpikat.
"Jenengan kenapa toh Mas, senyum-senyum sendiri?" adiknya, Jatmika bertanya dengan heran. Adiknya ini selalu saja tiba-tiba muncul seperti hantu.
Jatmika dengan piyama tidurnya mendudukan diri di samping Arjuna sambil memangku kucing abu ras British kepunyaannya.
"Kebiasaan nggak ada salam sapa tiba-tiba datang. Kayak hantu kamu ..." omel Arjuna pada adiknya. Jatmika hanya tersenyum menampilkan deretan giginya yang rapi.
"Kok belum tidur Mas, sudah malam sekali ini. Hati-hati di luar sendiri nanti ditemani hantu kamu."
"Kamu hantunya. Ngapain malam-malam begini di luar kamar?"
"Aku haus tadi, air minum di kamar habis" kata Jatmika.
Arjuna mengambil kucing berwarna abu yang dari tadi duduk manis dalam gendongan Jatmika, membawanya pada pundaknya dan mengusap bulu halus yang lebat. Romeo—nama kucing itu adalah Romeo. Jatmika menamainya seperti itu karena ia memiliki dua kucing yang berpasangan. Satu kucing lagi yang berjenis kelamin betina ia namakan Juliet. Biar gampang diingat katanya.
Arjuna cukup banyak ikut andil mengurus dua bulu kesayangan adiknya itu, karena ia suka.
Menurutnya mengurus benda hidup berbulu yang menggemaskan satu itu cukup seru. Tapi waktunya tak banyak karena kesibukan dalam pekerjaan.
"Mas pasti nggak bisa tidur ya? Mikirin Mbak Anindya kan?" tebak Jatmika yang sialnya tepat sasaran. "Kenapa Anindya menerima ya Mika? Padahal kami baru bertemu beberapa kali belum lama ini. Anindya punya alasan kuat untuk menolak," Arjuna hanya manusia biasa yang kadang kala juga terserang penyakit yang namanya overthingking. Biasanya jika sudah begini, hanya adiknya seorang yang bisa mendengarkannya bicara.
"Tandanya Mbak Anindya juga suka sama Mas Juna."
Arjuna mengernyitkan dahinya tanda tak setuju, "Nggak mungkin Mika, pertama kali kami bertemu saja Anindya sudah kesal sekali sama Mas" ucap Arjuna pesimis.
"Gini deh, Mas setuju dijodohkan dengan Mbak Anindya karena apa?"
"Ya karena permintaan Ibu dan Romo,"
"Nah berarti Mbak Anindya setuju juga karena orang tuanya" kata Jatmika. "Tapi nggak ada yang tahu juga bagaimana perasaan Mbak Anindya, siapa tahu memang karena dia sudah suka sama Mas."
"Kalau ternyata Anindya terpaksa bagaimana?"
"Mas jangan mengandai-andai. Baiknya besok ketika bertemu Mbak Anindya lagi langsung di tanyakan.
"Kalau memang Mbak Anindya terpaksa, Mas harus bisa merubah rasa terpaksa Mbak Anindya itu ..."
"Nah sekarang Mika tanya, Mas sendiri kenapa langsung menerima? Nggak mungkin hanya karena perintah Romo dan Ibu toh? Mas sudah suka sama Mbak Anindya ya?" tanya Jatmika penuh selidik, jemarinya dengan jahil mencolek pipi Arjuna sambil mengedipkan sebelah matanya.
Jatmika itu tahu betul bagaimana sifat kakaknya, Arjuna itu kaku, jarang sekali beramah tamah dengan para gadis misalnya saja teman-teman Jatmika yang terkadang main ke Keraton. Wajar bila Jatmika menaruh curiga bahwa kakaknya memang sudah tertarik lebih dulu dengan gadis bernama Anindya itu.
Masalahnya Arjuna tidak melakukan semacam penolakan sama sekali. Ini tidak biasa. Memang Jatmika akui bahwa Anindya itu sangat ayu, cantiknya berbeda dari perempuan kebanyakan. Khas sekali sebagai perempuan Jawa. Namun, bukankah Masnya ini pasti banyak menemukan perempuan berkulit putih di luar sana.
Ya mungkin saja selera Arjuna adalah perempuan lokal seperti Anindya. Dan beruntungnya Ibu memilihkan perempuan yang tepat.
Arjuna memandang lurus kedepan tanpa menjawab barang sepatah kata pun. Namun, senyum tipis yang tersirat di bibirnya sudah cukup memberi jawaban untuk pertanyaan Jatmika.
"Anak kecil sok tahu, sudah sana kembali ke kamar dan tidur. Jangan lupa masukan Romeo ke dalam kandang, nanti hilang lagi kamu nangis" ucap Arjuna. Laki-laki itu beranjak dari duduknya lalu meninggalkan Jatmika sendiri.
Namun, sebelum itu, belum lengkap rasanya kalau Arjuna tidak mengganggu adik perempuannya itu.
"Buruan ke kamar, burung kakatua-nya Romo biasanya suka nyanyi sendiri malam-malam begini,"
"ARJUNA!"
***
Tertanda,
Terang Bulan
14-09-24
KAMU SEDANG MEMBACA
Mingsra
RomanceSudah menjadi hal biasa untuk keluarga Keraton soal jodoh yang dipilihkan. Tapi, Anindya bukanlah bagian dari mereka yang bisa menganggapnya sebagai hal yang biasa. Meski lahir dengan gelar priyayi Jawa yang dihormati, nyatanya kehidupan Anindya ja...