11. Jakarta Lagi

1.1K 110 5
                                    

🚫Disclaimer🚫
Semua hal yang tertulis dalam cerita ini adalah fiksi. Tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan dalam lingkungan Keraton

⚠️Mohon bijak dalam memberikan komentar⚠️

✨ Happy reading ✨

***

Kembali sebagai gadis metropolitan setelah satu minggu menjadi gadis ningrat membuat Anindya bernafas dengan lega. Menghirup udara bebas Jakarta meski banyak polusi menjadi bahagianya saat ini. Walau Anindya harus kembali bekerja dengan ritme pergi pagi dan pulang larut malam.

Anindya baru saja keluar dari ruang atasannya setelah memberikan laporan terkait festival musik jazz dan tradisi malam satu Suro yang menjadi bahan artikelnya beberapa waktu lalu. Setelah proses penyuntingan dan lainnya akhirnya judul itu sudah bisa di baca khalayak di laman resmi Kompas Media.

Sejak beberapa jam di unggah artikel itu mendapatkan insight yang luar biasa. Senyum merekah tak dapat luntur dari sudut bibir Anindya, bonus menanti!

"DOR!" Anindya tepuk bahu Gentala kencang.

"Anj—Anindya! Lo ngagetin gue aja deh" protes Gentala kepada Anindya yang tiba-tiba menyusulnya ke pantry dan mengagetkannya.

"Marah-marah aja ih, happy dong, masih pagi nih" kata Anindya santai.

Anindya ambil cangkir kosong di hadapannya kemudian menuangkan bubuk kopi instan dan air hangat ke dalamnya. Setelah secangkir kopi itu siap Anindya tarik salah satu kursi dan mendudukan dirinya dengan nyaman sambil meneguk kopi hangat buatannya.

Gentala sahabatnya menyusul duduk di hadapan Anindya sambil menikmati coklat panas yang baru selesai dibuat.

"Tumben banget nih Nin, pulan dari rumah Eyang lo kelihatan happy. Nggak kayak biasanya, kenapa? Narasumber lo ganteng ya?" tanya Gentala yang disusul kekehan kecil dari Anindya.

"Gue setiap habis pulang kampung juga happy kali Gen, tapi kali ini happy-nya double."

"Tuh kan ... pasti karena narasumber lo ganteng. Siapa sih namanya? Anak raja Keraton kan dia? Darah biru dong Nin?"

"Arjuna,"

"Nah iya, Arjuna. Pasti orangnya ganteng kan Nin. Sesuai sama namanya, Arjuna. Orangnya gimana, tinggi nggak? Berotot juga kan pasti, terus kulitnya pasti eksotis khas Mas Jawa gitu. Atau kayak prince Mateen ya?" tanya Gentala berturut-turut. Anindya berdecak sebal.

"Kenapa memang kalau ganteng, lo mau? Terus nggak jadi sama Mas Mahesa?"

Gentala tersenyum lebar, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Nggak sih, Mas Mahesa tetap nomor satu. Jadi gimana, ganteng menurut lo? Makanya lo happy?"

Anindya menyeruput kopinya, "Kalau masalah fisik ya lumayan lah, khas laki-laki Jawa gitu. Tapi pertama kali gue ketemu, lo tahu dia itu ngeselin banget. Manusia kaku dan pelit bicara. Tapi poin plus nya, dia pinter Gen, wajar sih karena dia kuliah di luar negeri ..."

"Oiya ... dia nggak menetap di Solo Nin?" tanya Gentala penasaran, Anindya menggeleng.

"Dia tinggal di Amerika, worked as a Diplomat."

Gentala terkagum, "Wow keren ya ..., tapi masa lo nggak naksir?" jika cintanya tak habis pada Mahesa, Gentala juga mau yang seperti Arjuna.

"Nggak. Karena dia nyebelin" tukas Anindya.

"Kok bisa lo bilang dia nyebelin? Harusnya kan dia yang bilang lo nyebelin," Anindya mendelik tajam. "Enak aja, gini-gini kalau pulang ke Solo gue berkamuflase sebagai gadis ningrat yang tahu tata krama ya. Cuma sama lo aja gue jadi agak kurang ajar" protes Anindya tak terima.

"Iya deh percaya. Jadi kenapa dia langsung nyebelin gitu. Nggak mungkin tanpa alasan dong?"

"Gue di usir,

"What! Kok bisa?"

"Jadi waktu itu ..."

Anindya menceritakan semuanya pada Gentala. Mulai dari bagaimana ia melewati hujan bersama Mahesa, berlarian di dalam Keraton hingga tanpa sengaja menabrak Karna. Dan puncaknya adalah diusir Arjuna karena terlambat. Bagi Anindya ini menyebalkan namun, tidak menurut Gentala. Ini seperti srimulat yang membuatnya tertawa terbahak-bahak.

"Gen lo malah ketawa, seharusnya lo simpati saman gue" ujar Anindya sebal. Gentala mengusap sudut matanya yang berair karena terlalu banyak tertawa.

"Kali ini memang salah lo sih Nin."

"Tapi seharusnya beliau maklum Gen, gue telat juga karena alasan alam. Siapa yang tahu bakal hujan deras siang itu. Kalau gue tahu juga nggak bakal tuh naik motor bareng Mas Mahesa."

"Tapi sisi positifnya walaupun gue diusir adiknya, masih ada kakaknya yang bisa bantuin gue. Lo tahu kakaknya Arjuna itu baik banget, namanya Karna ..."

"Gue jadi naksir deh sama beliau. Kira-kira Yayah ada rencana jodohin gue dan Mas Karna nggak ya?" Gentala tampak berpikir keras, kemudian kembali berkata, "Feeling gue sih lo bakal dijodohin sama adiknya Nin ..."

***

Tertanda,
Terang Bulan
24-08-24

MingsraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang