16. Liru Kalpika

2K 235 36
                                    

🚫Disclaimer🚫
Semua hal yang tertulis dalam cerita ini adalah fiksi. Tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan dalam lingkungan Keraton

⚠️Mohon bijak dalam memberikan komentar⚠️

✨ Happy reading ✨

***

Beberapa prosesi pertunangan sudah dilaksanakan, rangkaian acara yang terbilang cukup kompleks membuat Anindya kelelahan. Di mulai ketika Arjuna dan keluarganya yang tiba di pendopo acara, kemudian pembukaan yang diisi oleh sepatah kata dari Pramoedya kemudian dilanjutkan dengan mendengarkan nasihat tentang pernikahan dari seseorang yang dituakan.

Hingga tiba puncak acara yakni ketika Arjuna secara langsung menyampaikan tujuannya datang bersama keluarganya. Riuh bahagia menghiasi pendopo ketika Anindya membuka suara, mengatakan bahwa ia menerima lamaran sang laki-laki.

“Anindya menerima lamaran Mas Arjuna ...”

Seketika saja senyum nampak di garis bibir laki-laki dengan beskap berwarna abu-abu itu. Arjuna tampil menawan di hari pertunangan mereka ini. Meski tak menggunakan pakaian yang senada mereka tetap terlihat serasi ketika berdiri bersebelahan.

“Ya ampun serasi sekali mereka ini ya Sih ...” bisik Renjani kepada Kinasih yang langsung disetujui dengan anggukan dan senyuman.

Acara di akhiri dengan Arjuna dan Anindya yang saling menyematkan cincin di jemari masing-masing. Tentu sebagai pelengkap diabadikan momen dengan foto bersama kedua belah keluarga.

Di sore hari setelah semua rangkaian acara selesai, semua kerabat masih berkumpul di pendopo Eyang untuk jamuan makan begitu juga dengan keluarga besar Arjuna. Joglo utama juga masih begitu ramai dengan para sepupu Anindya yang saling bercengkrama. Biasanya Anindya akan ikut bergabung di tengah sepupunya namun kali ini ia memilih untuk mengasingkan diri.

Anindya memilih menepi duduk sendiri di taman samping rumah yang suasananya jauh lebih sunyi. Anindya duduk di sebuah kursi kayu tua yang masih cukup kuat untuk menopang berat tubuhnya. Semilir angin sore kota Solo menyapu wajah ayu milik Anindya, gadis itu memejam ketika angin tanpa sengaja menerbangkan anak rambutnya hingga mengenai mata.

Kota Solo sore itu begitu cerah dengan angin yang menderu. Hidung Anindya termanjakan sekali dengan aroma segar melati kepunyaan Eyang yang baru merekah. Anindya tutup matanya sambil menarik nafas yang dalam, menetralkan rasa cemasnya yang belum usai hingga sekarang.

Setelah acara itu Anindya bahkan belum sempat bicara empat mata dengan Arjuna. Itulah mengapa cemasnya belum juga usai dan terus menghantui. Mereka akan menikah tetapi untuk mengobrol berdua dan membahas apa yang terjadi kedepannya saja belum pernah.

Anindya yang sedari tadi terpejam tersentak kala bariton milik seorang yang dikenal menyapa telinganya, “Kenapa sendirian di sini?”

Anindya menoleh ke belakang tepat dimana Arjuna berdiri sambil menatapnya. Tidak bisa Anindya pungkiri jantungnya kini mulai berdetak tak karuan. Sorot mata Arjuna tajam namun menenangkan ketika menatapnya. Anindya sedari juga garis tipis yang menghiasi lekuk wajah nan sempurna itu.

“Boleh saya duduk di sini?” tanya laki-laki itu kembali, meski pertanyaan sebelumnya tidak mendapat jawaban dari Anindya.

Tanpa bicara dengan gestur tubuh Anindya saja Arjuna tahu bahwa perempuan ini berkenan. Anindya menggeser sedikit duduknya memberikan sedikit tempat untuk Arjuna duduk. Dengan tetap memberi jarak Arjuna menjatuhkan dirinya tepat di samping Anindya.

MingsraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang