The General's Wife Part 20: Pengorbanan

14 2 0
                                    

"Nyonya Asia?"

Seorang militer penjaga berseragam hitam muncul di depan pintu ruang baca tempat Asia duduk di atas sofa mungil dengan buku di atas pangkuannya. Asia mendongakkan kepalanya mendengarkan panggilan itu, sedikit mengerutkan kening karena bingung atas sapaan ini. Selama ini, tidak pernah ada satu pengawal militerpun yang melakukan kontak personal dengannya. Mereka bahkan selalu menurunkan matanya, tidak pernah menatap secara langsung, apalagi berbicara dengannya.

"Ya?" Asia menutup buku dan mendongakkan kepala.

"Kami diperintahkan untuk membawa anda ke rumah sakit militer di benteng utama Marakesh City." Pengawal itu memberi hormat dan berkata dengan nada suara formal, "Anda harus bersiap-siap untuk berangkat bersama kami."

"Rumah sakit? Siapa yang sakit?" Asia langsung merasa cemas, dia ingat sekali penculikan yang waktu itu digagalkan dengan keji oleh Jenderal Akira. Anak buah Cesar yang tidak bersalah menjadi korban, mereka semua mencoba membawanya kepada Cesar, tetapi di bunuh tanpa ampun oleh Jenderal Akira.

Cesar waktu itu ingin membunuhnya. Pasti hati saudara laki-lakinya itu hancur karena mengira Asia berkhianat dan tunduk di bawah kaki Jenderal Akira.

Apakah Cesar masih berpikiran begitu sampai sekarang? Apa yang ada di pikiran saudaranya itu sebelum dia jatuh ke dalam koma? Masihkah Cesar menganggap dirinya berkhianat?

"Mari nyonya, kami sudah menyiapkan baju hangat anda, mohon dipakai. Helikopter salju sudah menunggu."

Militer hitam itu menyela renungan Asia, tampak terburu-buru dan tidak peduli dengan keraguan yang muncul di benak Asia.

Bersamaan dengan kata-kata militer hitam itu, seorang pelayan masuk dan membawakan mantel tebal untuk Asia. Asia masih menatap bingung, tetapi dia menurut. Dia berdiri, meletakkan bukunya di atas kursi dan membiarkan pelayan itu memakaikan mantel untuknya.

Setelah mantel itu tertutup rapat, pengawal militer hitam itu meminggirkan tubuh seolah memberi jalan, sehingga Asia mau tak mau melangkah keluar ruang baca menuju lorong rumah. Seperti biasanya, lorong itu dingin, karena ada beberapa lubang ventilasi udara yang mengalirkan hawa dingin bersalju dari hutan pinus di luar.

Tiga orang pengawal yang sudah menunggu di lorong langsung berjalan di depan Asia untuk menunjukkan jalan, sementara tiga lagi mengikuti dalam diam di belakang Asia. Asia digiring melalui lorong menuju pintu utama rumah.

Ketika pintu utama rumah dibuka, udara dingin dan buliran salju putih yang membekukan langsung menampar wajahnya, rupanya hari ini hujan salju cukup deras dan berangin. Apalagi ditambah dengan hembusan angin kencang yang berasal dari baling-baling helikopter besar yang terparkir di halaman, udara yang dikuarkan dari perputaran baling-baling itu melempar butiran salju berhamburan kemana-mana, mendinginkan udara yang sudah begitu dingin. Asia mengernyit dan memejamkan mata meski dia masih berusaha mengintip ke arah helikopter yang berwarna hitam legam itu.

Helikopter itu besar, gagah, dengan kaca tebal yang melingkar mulus di bagian kepalanya dan ekor kecil berbaling-baling, serta baling-baling raksasa berwarna senada di bagian atas. Kacanya sudah pasti anti peluru, terlihat gelap dari luar sehingga Asia tidak bisa melihat bagian dalam. Warnanya yang hitam legam nampak kontras dengan salju putih yang membanjiri halaman dan menerjuni udara sekitarnya.

Ketika hembusan udara bercampur salju semakin keras menerpa. seorang pengawal langsung berdiri cemas di depannya, seolah berusaha menahan hantaman udara dingin dengan tubuhnya.

"Pasang kerudung mantel anda Nyonya, dan tundukkan kepala." Dua orang pengawal berbaju hitam bergerak di kiri dan kanan Asia, merangkulnya supaya tubuh mungilnya berdiri tegak dan berjalan menembus badai salju ke arah helikopter yang sudah menunggu.

The General's Wife I | The General's Wife Revolution by Author5 PSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang