HUJAN - TIGA

1K 75 5
                                    

Pertemuanku dengan mas Jes di kereta sungguh seperti sebuah naskah fiksi romansa. Hanya tak lebih dari tiga jam, namun rasanya kami seperti sudah saling mengenal selama bertahun-tahun.

Beberapa hari kemudian, aku mendapatkan pesan dari nomor tak dikenal. Saat menyadari siapa si pengirim. Rasanya duniaku seperti langsung berwarna, senyumku merekah sempurna.

Pesan pribadi itu dari mas Jes. Tentu saja.

Padahal sebelumnya, aku sempat cemas, kalau-kalau pria itu kadung menghubungiku. Mau bagaimana kondisiku nanti? Mungkin duniaku sepertinya akan hancur.

Jangankan selamanya, hanya beberapa hari kebelakang saja, aku tak bisa tidur dengan nyenyak. Menunggu akankah ada pesan masuk untukku atau tidak?Apakah akan ada lampu hijau untuk hubungan kami dimasa depan?

Sejujurnya aku tak punya ide tentang itu. Tetapi setelah mengetahui bahwa mas Jes menghubungi, setidaknya harapanku tentang selalu bersamanya sudah setengah tercapai.

Sejak bertemu dengannya, hidupku hanya tentang Mas Jesano. Aku menjelma laksana karakter asep dalam lagu sunda fenomenal berjudul “Ai” yang dilantunkan oleh Doel sumbang.

Ayeuna Asép siga nu kabedil ku jangjawokan
Kapanah ku kinasihan, lieur ku Ai
Kabedil ku jangjawokan
Kapanah ku kinasihan, gélo ku Ai

“Sekarang Asep(Nama lelaki khas sunda)  seperti tertembak oleh mantra
Terpanah oleh mantra cinta, pusing karena Ai (Nama perempuan khas sunda)
Tertembak oleh mantra
Terpanah oleh mantra cinta, gila karena Ai”

Aku adalah Asep, Mas Jes adalah Ai. Bagaimana Mungkin lagu kesukaan mendiang mamiku bisa menjadi nyata dan tersemat dalam lembaran kehidupanku saat ini?

Aku tergelak, geli sendiri. Memang benar adanya, jatuh cinta bisa membuat seseorang terlihat aneh dan bodoh.

Setelah berpisah di stasiun tempo hari, kami hanya saling berkomunikasi via chat saja. Kadang juga sering mengobrol lewat panggilan video.

Hubunganku dengan Mas Jes serupa bunga mawar yang masih kuncup. Selama beberapa bulan, kami sama sekali tak tahu akan seindah apa ketika mekar. Hanya saja, aroma harum khas mawar jelas sudah menguar. Harum semerbak.

Bulan pertama, kami bertemu sebagai kenalan. Main bersama, berhubung mas Jes juga tinggal di Jakarta. Ohya, aku pribadi juga kaget mengetahui fakta ini, kupikir mas tinggal di jogja. Tapi katanya, sesekali ia pulang kampung. Sejak kuliah mas sudah di Jakarta. 

Setiap akhir pekan, kami bertemu. Terkadang hanya ngopi, atau nonton sekuel-sekuel film marvel. Adakalanya juga mas Jes main ke apartemenku. Menghabiskan waktu dengan kegiatan menyenangkan. Tidak dalam tanda kutip, ya.

Kemudian, dibulan-bulan selanjutnya. Kami sudah jauh lebih akrab. Aku merasa, mas Jes seringkali bersikap manja padaku. Minta hal - hal yang biasa dimintai sosok pacar.

Tak seperti dibulan pertama, ketika main ke unitku, kini mas Jes sering minta tidur dikamar. Katanya sofa terlalu pendek, kakinya yang jenjang menggantung tak terwadahi.

Aku iyakan saja. Agak sedikit senang.

Tapi jika itu terjadi, yang kulakukan sepanjang malam adalah berpura tidur. Meski sebenarnya jantungku berdegup kencang, apalagi kalau mas Jes bergerak, menyenggol punggungku, merapat ke arahku, dan terakhir kali bahkan dirinya memelukku dalam tidurnya.

Apa yang kulakukan? Ketika itu terjadi, aku hanya pasrah.  Selain karena menyukainya, kurasa kehangatan yang dihantarkan Mas Jes jauh lebih hebat dibanding sepuluh lapis selimut yang kumiliki.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
JESBIBLE'S STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang