HUJAN - END

1.4K 76 9
                                    

"Mas, kita ini apa?" Tanpa tahu apa sebabnya, aku ingin sekali bertanya demikian padanya, tentang hubungan kami.

Mas berhenti mengembuskan napasnya. Tetapi masih erat menangkup jemariku yang mengepal.

"Kamu maunya kita jadi apa?"

Mendengar mas bertanya balik, sekujur tubuhku malah membeku. Aku kehabisan kata, sama sekali tak punya ide untuk menjawab. Aku terjebak dalam situasi yang kikuk.

Mas terdengar menghela napas. Ia melepaskan kepalan tanganku. Lalu bersandar pada kursi kemudinya. Menatap nanar ke depan, beberapa mobil didepan kami terlihat ikut diam di tempat, antrean keluar area masih cukup panjang.

"Aku suka sama kamu estu. Sejak pertemuan kita di kereta." Suaranya jernih, tanpa sedikitpun keraguan.

"Kamu suka cowok mas?"

Mas mengangguk.

Bukan hal aneh, maksudku zaman memang sudah berubah. Semua orang kini bisa menjadi dirinya sendiri. Hanya saja, aku tak menyangka bahwa mas juga berada dikapal yang sama.

" Maafin aku kalo selama ini bikin kamu bingung, aku suka sama kamu udah lama, tapi gatau harus gimana," Katanya, menjeda kalimat. "Kalo aku jujur sama kamu sejak awal, aku takut kamu enggak punya rasa yang sama, terus hubungan kita malah jadi rusak? Jadi Canggung. Selain aku gak dapet tempat di hatimu sebagai lelaki,  hubungan pertemanan kita malah hancur. Aku takut banget, estu."

"Mas... " aku berkaca-kaca, suaraku tercekat. Perasaan apa ini? Rasanya seperti tenggelam dalam lautan dopamin.

Mas melanjutkan kalimatnya, "apapun status kita, aku mau ngejalani hari-hariku sama kamu Estu. Aku mau setiap hari yang kita jalani tetap menyenangkan dan seru."

"Tapi kamu gak masalah tentang hubungan aneh kita nanti?" Tendensi kata aneh dalam kalimatku, jelas mengarah pada hubungan sesama jenis.

"Aku gak peduli, kebahagiaanku cuma ada di kamu estu. Kenapa aku musti peduli sama pendapat dan pandangan orang lain? Jadi, kamu maunya kita ini apa?" Ia mulai melirik ke arahku.

Keheningan yang nyata.

"Aku- aku takut mas, gimana nanti kalo kita jadian? Bukannya kata jadian pasti akan berakhir dengan kata putus?" Kataku lirih, aku mulai menangis.

Aku tak begitu paham, mengapa saat di depan mas, diriku selalu jauh lebih mudah menangis. Aku tidak bisa menyembunyikan perasaanku dihadapannya. Maksud kalimatku, orang-orang seperti kami jelas takkan pernah punya ide untuk menikah. Lihatlah negara yang kami tinggali. Itu jelas sebuah hal mustahil.

"Pernah denger lagu Rihana yang Umbrella? "

Aku mengangguk, mengerti kemana arah dirinya akan membawa percakapan ini.

"Mas mau kamu nganggap hubungan kita ibarat hujan, kadang jadi berkah, kadang mungkin bisa jadi musibah juga. Kita gak tau apa yang bakal terjadi di masa depan. Tapi kita jalani aja. Aku mau kamu nganggap aku sebagai apapun yang kamu mau. Aku siap jadi kakak kamu, aku siap jadi teman kamu, aku siap jadi pacar kamu. Aku siap jadi apapun yang kamu butuhkan, aku siap mayungin kamu dari derasnya hujan, estu."

Setelah menyelesaikan kalimatnya. Mas menatap lamat-lamat ke arahku. Membuat mata kami saling bersiborok. Ada getaran aneh yang tak bisa kubendung.

Jarak diantara kami semakin dekat, napasnya yang hangat kini mengenai wajahku alih-alih sekadar jemari tangan yang mengepal.

Kami semakin dekat karena mas merangsak masuk ke area kursiku, ia jelas akan menciumku, kami sempat saling bersitatap. Memvalidasi bahwa memang sama-sama ingin berciuman.

JESBIBLE'S STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang