chapter 十六

144 41 12
                                    

HAPPY READING

16






Felix belum memutuskan bagaimana ia harus bersikap dalam berhubungan dengan Hyunjin. Apakah sebaiknya ia kembali menjaga jarak dari laki-laki itu? Tetapi siang ini mereka sudah makan dan mengobrol bersama seperti dulu ketika Hyunjin belum hilang ingatan, dan Hyunjin datang ke perpustakaan untuk mencarinya. Kembali menghindari laki-laki itu akan terasa aneh.

Tetapi kalau ia kembali dekat dengan Hyunjin, justru Felix sendiri yang berisiko mengalami sakit hati karena terpaksa menyaksikan Hyunjin dan Kim Dasha bersama. Bayangan Hyunjin yang memeluk Kim Dasha kembali menghunjam otaknya. Felix menggeleng kuat-kuat, tidak sudi mengingat itu. Pada saat-saat seperti inilah ia membenci pikirannya yang suka melayang tanpa arah.

Sambil membetulkan letak topi wol yang agak miring karena gelengan kepalanya yang terlalu keras tadi, Felix sejenak berhenti melangkah di depan gedung apartemennya dan menengadah menatap langit malam yang suram. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan keras, uap putih keluar dari mulutnya dan menghilang di depan matanya.

"Bodoh," gerutunya kepada bayangan wajah Hyunjin di langit malam. "Bodoh..."

Dengan langkah gontai ia menaiki tangga gedung apartemen sambil merogoh tasnya mencari kunci pintu. "Di mana lagi benda itu?" tanyanya pada diri sendiri. Ia sudah berdiri di depan pintu apartemennya tetapi kuncinya masih belum ketemu.

"Hei."

Suara berat yang tiba-tiba terdengar begitu dekat di belakangnya itu membuat Felix terkesiap dan terlompat kaget. Ia berputar begitu cepat sampai tasnya terlepas dari pegangan, jatuh ke lantai, dan isinya berhamburan. Punggungnya menempel ke pintu apartemennya sementara matanya terbelalak ketakutan menatap sosok tinggi dan kabur di hadapannya.

"Ada apa? Kenapa?" tanya orang di hadapannya dengan nada cemas.

Suara itu menembus bunyi debar jantung Felix yang mengentak keras di telinganya dan ia mulai menyadari siapa yang berdiri di hadapannya. Sosok yang tadinya terlihat kabur di matanya pun berubah jelas begitu debar jantungnya yang keras mereda. Hyunjin... Orang yang berdiri di hadapannya dan menatapnya dengan alis berkerut bingung bercampur cemas adalah Hwang Hyunjin.

Sebagian ketakutan Felix berubah menjadi amarah. Walaupun lega, suaranya masih agak bergetar ketika ia mendesis, "Demi Tuhan, jangan pernah sekali-kali..." Melihat kebingungan Hyunjin dan menyadari bahwa ia berbicara dalam bahasa Jerman, Felix berhenti sejenak untuk menarik napas, berdeham, dan berkata dengan suara lebih tenang dalam bahasa Korea. "Jangan pernah melakukan hal itu lagi."

Hyunjin heran melihat Felix yang berdiri gemetar di depannya. "Melakukan apa? Kau baik-baik saja?" tanyanya sambil menatap Felix dari ujung kepala sampai ke ujung kaki, lalu kembali terpaku pada wajah Felix yang pucat. "Apa yang terjadi?"

Tidak mau membalas tatapan Hyunjin, Felix berjongkok dan mulai mengumpulkan barang-barangnya yang berserakan. "Tidak apa-apa," sahut Felix kaku. "Kenapa kau mengendap-endap begitu?"

"Aku tidak mengendap-endap," bantah Hyunjin sambil ikut berjongkok dan membantu mengumpulkan barang-barang Felix. "Aku berjalan seperti biasa menaiki tangga dan melihatmu sibuk mencari-cari sesuatu di tasmu. Mencari ini?" Ia mengacungkan kunci pintu apartemen Felix yang dipungutnya dari lantai.

Felix mendongak dan menatap kunci di tangan Hyunjin. "Ya," sahutnya dan berdiri setelah mengumpulkan semua barangnya.

Hyunjin ikut berdiri, tetapi ia tidak mengulurkan kunci itu kepada Felix. Ia terlihat sedang berpikir-pikir. "Ini pernah terjadi sebelumnya, bukan?" tanyanya tiba-tiba.

Like the First Snow, I Will Go to YouWhere stories live. Discover now