Dua

1.3K 27 0
                                    

Paginya aku bangun duluan. Aku merasakan sedikit nikmat di penisku. Ketika aku benar-benar sadar, ternyata tangan kanan Jessica sedang menggenggam penisku. Ia masih tidur memelukku, namun tangan kanannya telah berpindah menggenggam penisku.

Aku berdiri perlahan agar tak membangunkannya. Menyelimuti Jessica, lalu bergegas mandi. Setelah mandi, aku mendidihkan air untuk Jessica mandi nanti. Aku terbiasa mandi tanpa air hangat, sedangkan Jessica tidak bisa mandi tanpa air hangat. Air telah mendidih dan aku pergi keatas untuk membangunkan Jessi.

"Jessii... bangun... Udah pagi ni. Sekolah kan?" panggilku sambil mengguncangkan badannya perlahan.

Ia bangun dan ngulet, meregangkan otot yang kaku. Susunya kembali berguncang, dan dalam posisi ini ia melebarkan kakinya sehingga aku bisa melihat vaginanya yang masih ranum dan merah itu. Ia kembali memelukku.

"Mandi gih, airnya udah siap tu," ucapku sambil mengusap perlahan rambutnya yang berantakan. Ia mengangguk, lalu aku tinggalkan ia ke dapur untuk membuatkannya sarapan.

---

Bunyi gemericik bisa aku dengar dari dalam kamar mandi ketika Jessi mandi. Bayangan tubuh Jessi masih menghantuiku selama aku memasak. Bagaimanapun juga aku seorang laki-laki normal. Melihat badan seperti itu dapat memercikkan libidoku.

Tak lama setelah aku selesai memasak, Jessi keluar dari dalam kamar mandi hanya berbalut handuk. Dia tak langsung menuju ke kamar untuk berganti pakaian, tapi malah duduk di meja makan memperhatikanku mempersiapkan sarapannya. Aku sudah menyuruhnya untuk bergegas berganti seragam tapi dia terus menolak.

"Aku makan dulu aja ya?" katanya.

"Ntar kamu bisa masuk angin kalo makan dulu. Itu rambutmu masih basah, Jess."

"Biarin, ah."

Karena dia ngeyel dan tak bisa dibilangin, akhirnya aku yang mengalah. Dia sudah mengambil piring dan sendok, lalu kembali di meja makan. Aku mengambil handuk kecil dan mulai membantu Jessi mengeringkan rambutnya, sementara dia asik makan. Dari posisi ini aku bisa melihat dengan jelas belahan payudaranya dari belakang. Payudara itu hanya terbalut handuk putih tanpa penyangga apapun. Secara tak sadar penisku mulai menegang perlahan.

Setelah rambutnya sudah cukup kering, aku kembali ke kursiku. Entah Jessi menyadari atau tidak ketika aku berjalan, penisku sudah sedikit menegang. Aku bisa melihat makanannya hampir habis. Tapi karena aku takut dia terlambat mengantarnya, akhirnya aku menawari dirinya untuk menyiapkan seragam sekolahnya.

"Seragam mu dimana?" tanyaku.

"Lemari," jawabnya masih mengunyah makanan.

"Aku siapin ya? Pake seragam apa hari ini?"

"Putih-abu biasa."

"Oke deh."

Aku lantas pergi ke kamar Jessi dan membuka lemarinya menyiapkan seragam yang akan dia pakai. Seragam putih-abu yang sudah tergantung itu aku keluarkan, lalu meletakkannya di kasur. Setelah itu aku mencari dalaman untuk Jessi. Ketika aku membuka lemari satunya, aku bisa melihat tumpukan kaos yang biasa ia pakai, tapi bukan itu yang aku cari, aku mencari dalaman. Di dalam lemari itu ada sebuah laci besar, lalu aku menariknya, ternyata dalaman Jessi ada di laci ini. Aku lantas memilih celana dalam dan bra yang berada di tumpukan paling atas untuk Jessi kenakan.

"Udah kamu siapin?" tanya Jessi tiba-tiba yang sudah berdiri di ambang pintu. Ternyata dia sudah selesai makan dan langsung ke kamarnya.

"Udah. Ini cepetan pake."

Jessi melepas handuknya dengan santai, padahal di dalam kamarnya masih ada aku. Tubuh telanjang itu dapat aku lihat lagi. Tubuh putih ramping dengan pantat yang lumayan sekal untuk anak seumurannya benar-benar menggelitik hasrat seksualku. Dia melepas handuk ketika sudah membelakangiku menghadap ke seragam yang aku letakkan di atas kasur, sedangkan aku masih berdiri mematung melihatnya di depan lemari.

Pikk-usiskoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang