Seminggu ini aku bisa bernafas lega karena Jessi memilih untuk tinggal di rumah Mamaku. Aku menjalani hari-hariku seperti mahasiswa pada umumnya. Mengerjakan tugas, belajar dan kuliah seperti biasa tanpa harus kerepotan mengurus Jessi seperti beberapa minggu yang lalu. Tapi semua kelegaan itu hanya bertahan seminggu karena Jessi kembali lagi ke rumahku setelahnya.
Jessi tiba di rumahku sore tadi dengan diantar Mamaku menggunakan mobil. Aku menyambutnya sambil membantu membawakan koper kecil milik Jessi. Sejak turun dari mobil, aku melihat raut mukanya yang masam seperti ada masalah. Saat masuk ke rumah, aku sempat menanyakan ada apa gerangan, tetapi dia hanya diam dan memilih berdiam diri di dalam kamar.
Ketika malam tiba dan warnet sudah aku tutup, Jessi mengetuk pintu kamarku. Saat itu aku melihat ke arah jam yang menunjukkan pukul 11 malam. Aku membuka pintu lantas mempersilahkan dia untuk masuk. Wajahnya masih sama seperti saat dia turun dari mobil Mamaku dan aku masih belum tau apa penyebabnya.
"Aku risih banget sama suami Mama," gerutu Jessi setelah masuk ke dalam kamarku.
"Kenapa?" tanyaku. Setelah menutup pintu, aku kembali ke kasur dan menutup tubuhku dengan selimut.
"Hmm..."
Jessi sudah mengenakan piyamanya saat itu, dia melompat ke kasur lalu masuk ke dalam selimut mendekatiku. Aku yang sedang santai sambil melihat lini masa di twitter jadi menyudahi kegiatan itu lalu bersiap untuk mendengarkan ceritanya.
"Kenapa kenapa?" tanyaku pada Jessi.
"Itu... dia kalo ngeliatin aku kayak gimanaaa gitu," jawabnya dengan wajah kesal.
"Maksudnya?"
"Yaa... gitu deh pokoknya. Udah lah, aku tinggal disini aja sama kamu daripada harus tiap hari sama orang itu," ucap Jessi dengan nada penuh kekesalan.
Aku mencoba menenangkan Jessi dengan memeluk tubuhnya dari samping dan dia membalas pelukanku. Selama aku peluk seperti ini, dia masih menggerutu. Aku tak tahu apa yang terjadi seminggu belakangan terhadap Jessi di rumah Mamaku, yang aku tahu sekarang dia terlihat sangat kesal hingga seperti ini.
"Yaa... kamu boleh tinggal disini, tapi ada syaratnya," ucapku.
"Apa?" jawab Jessi sambil memiringkan kepalanya menghadap ke arahku.
"Yang pertama, kalo mau ke warnet harus pake bh."
Jessi mengerutkan dahinya ketika aku berucap seperti itu. Sebenarnya, hal ini tak perlu aku jadikan syarat kalau Jessi tak mempunyai kebiasaan tidak memakai bh selama di rumah. Mungkin dari sekian banyak anak remaja di luar sana, hanya Jessi yang mempunyai kebiasaan seperti itu. Apa dia tak sadar kalau dia sudah besar? Apa dia juga tak sadar kalau dia mempunyai bentuk tubuh indah yang dapat mengundang nafsu orang lain?
"Iya. Terus?" jawab Jessi datar merespon syarat pertamaku tadi.
"Yang kedua. Tidur di kamarmu sendiri."
"Nggakmau," jawab Jessi cepat. "Kalo yang ini kayaknya aku gabisa," ucapnya lagi.
"Berarti kamu gaboleh tinggal disini."
"Terus aku harus kemana?"
"Balik ke rumah Mama kalo mau."
Jessi menatapku tajam lalu memukul bahuku sedikit keras. Setelah itu dia langsung memunggungiku tanpa berucap apapun. Aku sedikit tertawa melihat respon anak itu yang menurutku lucu. Sebenarnya aku hanya menggodanya. Mau bagaimanapun, dia adikku dan aku juga tak keberatan kalau dia tinggal disini walaupun kadang merepotkanku. Merepotkan dalam urusan apapun, termasuk urusan birahi.
"Hahaha. Ngambek, Jess? Kalo ngambek, tidur di kamarmu sana," ucapku sambil mendorong punggungnya.
"Iiiiihhhhh apaansih," ucap Jessi kesal sambil menepis tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pikk-usisko
FanfictionAku punya adik, namanya Jessica. Dia baru berumur 16 tahun sekarang, dan aku sendiri seorang mahasiswa tingkat akhir yang sedang sibuk mengerjakan skrip dan menjalankan sebuah usaha kecil pemberian dari orang tua ku.