38. Dejavu

31 2 0
                                    

Hai pren
Maaf menunggu lama
Selamat membaca..

.
.

"Dejavu paling berat adalah ketika wangi parfum nya tiba-tiba ada di sekitar kita."

.
.

Ayra, cewek itu mengambil sebuah buku tebal dengan sampul depan bertuliskan "Ekonomi kelas 12" dari rak perpustakaan. Setelah mendapatkan buku tersebut, Ayra duduk di bangku yang disediakan disana. Waktu istirahat digunakan oleh cewek itu untuk belajar mempersiapkan diri mengikuti lomba. Membuka lembar demi lembar buku Ekonomi tersebut, menit demi menit, barulah Ayra merasakan ada yang aneh. Indra penciumannya mendadak mencium wangi parfum yang tidak asing baginya. Ayra menegakkan tubuhnya untuk menatap sekelilingnya.

Ini wangi parfum yang biasa dia pakai, tapi ngga ada dia disini. Batin Ayra.

Menutup bukunya, Ayra mengitari beberapa rak buku perpustakaan dan tempat membaca, tapi ia tidak menemukan orang yang dicarinya.

"Perasaan gue aja apa gimana ya." Ucapnya bergumam. Tidak menemukan orang yang dicarinya membuat Ayra kembali ke tempatnya membaca buku tadi. Baru saja membuka buku yang dipegangnya, Ayra sudah dikejutkan dengan kedatangan Syakila.

"Ay." Panggilnya. "Tadi gue lihat lo ngitarin rak buku, emang lagi cari apa?"

"Tadi gue nyium wangi parfum yang ngga asing menurut gue."

"Wangi parfum siapa?" Syakila mengernyitkan keningnya.

"Danu, tapi dia ngga ada di perpustakaan." Jawab Ayra dengan raut wajah seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Perasaan lo aja kali, Ay, nih mending makan makanan yang gue bawain. Roti bakar favorit lo." Syakila meletakkannya di atas meja perpustakaan. "Plus air mineral. Karna gue tau lo gampang banget dehidrasi."

"Makasih." Ucap Ayra sembari senyum tipis yang cewek itu tunjukkan.

Apa tadi cuma perasaan gue aja ya? Buktinya dia ngga ada disini. Batin Ayra.

"Dimakan, jangan ngelamun aja." Ucap Syakila yang ikut duduk disebelah Ayra. Syakila tau bagaimana Ayra, cewek itu mudah sekali kepikiran.

Baru saja mencoba menghilangkan pikirannya terkait aroma parfum tadi, suara Danu dan Windy yang sedang mengobrol tiba-tiba saja terdengar tak jauh dari mereka. Iya, baik Danu maupun Windi berjalan beriringan menuju bangku tempat Ayra dan Syakila duduk.

Sorry, Ay. Mungkin dengan cara ini gue bisa lupain lo. Jatuh cinta terlalu indah untuk gue merasakannya lagi.

"Ay, ke perpus kenapa ngga ngajak-ngajak?" Tanya Windy saat ia sudah duduk disana.

Ayra mengerjapkan matanya beberapa kali. "A... Itu... Tadi emang niatnya ke perpus sendiri, terus tiba-tiba Syakila datang."

"Lo ngga lagi membunyikan sesuatu dari gue, kan?" Tanya Windy memastikan.

Ayra menggelengkan kepalanya. "Gue gapapa." Bohong! Mana mungkin ia tidak apa-apa.

"Ay, mau tanya dong." Windy, cewek itu duduk berhadapan dengan Ayra, sedangkan Danu duduk berhadapan dengan Syakila. "Lo udah lama pacaran sama Akara?"

Tunggu! Siapa yang memberi tau Windy? Padahal cewek itu adalah siswi baru di Bakti Bangsa. "Lo tau dari mana gue pacaran sama Akara?" Tanyanya menyelidik.

"Danu, iya, kan, Nu? Tadi lo yang bilang kalau Ayra pacaran sama cowok yang namanya Akara."

Danu mengangguk kepalanya, walau sedikit tak enak hati dengan Ayra karna memberi tau sesuatu tanpa sepengetahuan cewek itu.

Bukan bermaksud bongkar privasi lo, Ay. Sorry. Batinnya.

"Gue memang udah lama pacaran sama Akara, tapi selama itu juga gue ngga pernah lupain temen-temen gue. Sekalipun gue punya temen baru, gue ngga akan lupain temen lama."

Deg

Danu terdiam, seolah tertampar dengan perkataan Ayra barusan. Apakah Ayra sedang menyindirnya? Tapi yang dikatakan Ayra memang benar. "Lo nyindir gue, Ay?" Kata-kata itu langsung terucap dari lisan Danu.

Ayra menggelengkan kepala. "No. Gue ngga lagi nyindir lo atau siapa pun itu. Gue cuma ngomong apa yang gue lakuin. But, kalau lo merasa ya gapapa juga."

Syakila bergantian menatap Danu dan Ayra. Merasa akan terjadi perdebatan, Syakila memilih untuk melerai keduanya dengan mengalihkan topik pembicaraan. "Eh, btw kalian udah dengar hasil rapat guru mengenai syarat kelulusan kita?" Ditanya seperti itu yang lain hanya menganggukkan kepala.

"Datang tepat waktu, kehadiran tatap muka 95%, tertib di kelas, wajib aktif dikelas yang berarti kita wajib bertanya dan memberi jawaban, mendengarkan guru, dan yang paling penting _" Belum selesai Ayra menyelesaikan ucapannya.

"Mematuhi peraturan khusus kelas dua belas." Sahut yang lainnya kompak.

"Benar." Ucap Ayra. "Peraturannya cukup bagus. Karna, banyak siswa kelas dua belas yang udah mulai berani bolos, bahkan sampai ngga tinggal di asrama. Coba kita pikir ulang. Gimana kalau kita ngga perlu repot-repot mengubah pikiran kepala sekolah untuk mengubah peraturan sekolah, tapi kita ikuti apa kemauan mereka."

"Lo mau nyerah?" Tanya Syakila memastikan.

Ayra menggelengkan kepalanya. "Bukan nyerah, tapi gue pikir ini cara yang bener untuk ngga ngerusak nama baik Bakti Bangsa. Ingat, Bakti Bangsa hanya ingin menjadi sekolah dengan akreditasi A. Kalau pihak sekolah terus menerus menuntut nilai, dan siswa dengan nilai rendah akan di drop out, itu berarti siswa Bakti Bangsa akan berkurang. Semakin sedikit siswa, berarti menunjukkan bahwa kualitas sekolah tidak lagi baik. Dengan begitu, Bakti Bangsa ngga akan nuntut nilai siswanya lagi." Jelas Ayra.

"Lo mau kita bubar?" Danu yang bersuara.

"Gue ngga pernah bilang kita bubar, Nu. Atau lo yang memang mau bubar? Jujur, gue ngga mau pertemanan kita selesai. Tapi kalau itu memang kemauan lo, gue gapapa."

"Kalian kenapa?" Windy menatap Ayra dan Danu bergantian. "Apa gue penyebab kalian bubar? Kalau memang iya, lebih baik kalian jauhin gue. Gue cuma anak baru yang ngga tau gimana pertemanan kalian dulu." Windy berdiri dari duduknya, hendak berbalik arah untuk meninggalkan tempat tersebut tapi ditahan oleh Danu.

"Ngga perlu nyalahin diri lo, Win. Lo ngga salah." Ucapnya.

"Siapa juga yang nyalahin Windy." Syakila menyahut. "Ayra cuma ngomong, dia ngga nyindir siapa pun. Tapi lo." Syakila menunjuk Danu. "Lo yang selalu merasa tersindir."

"Udah, Sya." Ayra mengusap pundak Syakila, mencoba menenangkan sahabatnya itu.

"Windy, sorry banget. Bener yang dibilang Danu tadi, jangan nyalahin diri lo, disini ngga ada yang salah. Kita semua temenan, oke?" Ayra melirik Danu sekilas lantas menundukkan kepalanya. "Danu, maaf banget, gue ngga bermaksud nyindir siapa pun. Tapi kalau lo merasa, gue minta maaf banget. Jujur, kita temenan dari awal masuk SMA, ngga lucu kalau kita tiba-tiba bubar. Pertemanan juga berpengaruh dalam hidup kita, karna kita makhluk sosial yang berarti saling membutuhkan." Jelas Ayra.

"Dalam suatu hadits juga dikatakan, Laa yadkhulul jannata qaati'un, yang artinya tidak akan masuk surga pemutus tali silaturahmi. Hadits Riwayat Muslim."

"Setiap Muslim adalah saudara, agama Islam sendiri juga tidak menghendaki perpecahan hubungan persaudaraan, so setiap sesuatu yang memicu merusak hubungan tersebut harus diselesaikan."

"Jadi, kalau gue ada salah ke kalian semua, gue minta maaf." Ucap Ayra.

Danu terus memperhatikan Ayra, bahkan cowok itu sampai tak mengedipkan matanya. Se penting apa pertemanan kita menurut lo, Ay? Sampai lo sendiri pun ngga mau kita bubar.

.
.

Hai pren
Maaf baru bisa update
Jangan lupa kasih vote dan komen

See you next chapter

27 Juli 2024

GENIUS CIRCLE [TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang