❤ - 30

1.5K 159 94
                                    

Rumah Donghyuck masih menjadi trauma bagi Jeno. Ingatan kelam saat ia mendapatkan penghinaan dari ibu Donghyuck seolah terpatri abadi dalam benaknya. Kendati ibu Donghyuck sudah tidak ada lagi di sana, tapi bayangan sosoknya yang penuh intimidasi dan terus mengawasi akan selalu ada dalam pikirannya. Untuk itulah ia menolak ikut pindah bersama ke rumah besar itu.

Tapi itu adalah masalah pribadinya. Donghyuck yang baru berbaikan kembali dengan ayahnya pantas mendapatkan kehidupannya yang layak seperti dulu. Pun dengan Nono. Ia baru saja mendapatkan pengakuan dari kakeknya dan jaminan memiliki kehidupan yang lebih baik di masa depan. Apakah mereka harus mengorbankan semua itu untuk dirinya?

Nono, Donghyuck dan papanya masih menunggu jawaban Jeno dengan penuh harap. Entah apa pun keputusan Jeno setelahnya, mereka tidak akan memaksa lagi dan memilih mengalah, yang terpenting mereka bisa terus bersama.

"Papa." Nono kembali ke pangkuan sang papa. Ia memeluk erat tubuh sang papa yang sedari tadi terus menunduk. Ia memang tidak tahu dan tidak mengerti mengapa sang papa menolak ikut, tapi ia seolah bisa merasakan perasaan sang papa yang begitu campur aduk. "Nono mau tama papa telut. Nono mau tindal tama papa, di mana pun, ataltan tama papa. Papa dannan tindalin Nono ladi."

Jeno lantas balas memeluk Nono erat sambil menangis. Tidak, ia tidak akan merusak kesempatan Nono untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dan terjamin. Realistis saja, setiap manusia butuh uang untuk hidup. Biarlah ia kesampingkan masalah pribadinya, itung-itung ia mencoba melawan rasa takut dan mengatasi traumanya.

"Maafkan papa, ya Nono."

Sontak Donghyuck ikut memeluk Jeno karena ia pikir keputusan Jeno untuk tidak pergi sudah bulat. "It's okay, Jen. Kita bakal tetep di sini."

"Maaf aku sempat egois, Hyuck. Aku mau."

"Hah?" Pikirannya mendadak blank, bahkan pelukannya pun sampai terlepas.

"Aku mau ikut bersama kalian," jelasnya dengan lebih tegas lagi.

"Sungguh?!" Donghyuck tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya sampai ia memeluk Jeno lagi dan lagi. Ia bahkan hampir menciumnya andai saja ia tidak lupa ada Nono dan sang papa di sana.

Hampir sama dengan Donghyuck, Nono meluapkan kebahagiaannya dengan memeluk Jeno lebih erat lagi. Hanya saja ia menambahkannya dengan bumbu tangisan penuh harunya, buat baju yang Jeno kenakan benar-benar basah di bagian depannya.

"Papaa hueeee, tima tati papaaa!!"

Papa Donghyuck hanya bisa menyaksikan bagaimana keluarga kecil itu menangis penuh haru sembari berpelukan. Hatinya sedikit bergetar dengan rasa hangat yang merambat ke seluruh tubuhnya. Bisa ia rasakan ketulusan di antara mereka, juga perasaan saling menerima satu sama lain. Hanya tinggal menunggu waktu saja kapan mereka akan menjadi keluarga yang seutuhnya.

"Pelut tatee tudaa, papaa, ayahh," ucap Nono yang melihat sosok kakeknya seperti terabaikan di sana. Tapi permintaan Nono itu justru malah menciptakan suasana canggung di antara mereka.

Jujur saja, Donghyuck dan papanya jarang sekali melakukan skinship, apalagi sampai di tahap berpelukan itu rasa-rasanya tidak pernah terjadi. Melihat Nono yang seakan memberi contoh dengan memeluk kakeknya itu, Donghyuck pun mulai sedikit tergerak untuk memeluk sang ayah.

Air mata yang sedari tadi berusaha ditahan untuk tidak jatuh pun pecah saat ia merasakan pelukan hangat dari sang anak. Ia amat sangat menyesali perilakunya yang begitu acuh kepada Donghyuck. Andai saja ia bisa lebih memperhatikannya, memberikan kasih sayang yang sepantasnya, dan mendidiknya serta membimbingnya untuk menjadi pribadi yang baik, maka Donghyuck tidak akan menjadi anak berandalan seperti itu.

Be a Good Father - HyucknoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang