Gelap

70 2 0
                                    

Balasan pesan berderet dari Kinan membuat Jelita pusing sendiri, Jelita yang menyuruh Andrea untuk menceritakan mengenai pernikahannya agar Jelita tidak perlu bercerita untuk yang kedua kalinya. Lagi pula Andrea dan Kinan satu kamar kos, jadi mereka punya banyak waktu untuk sekedar menceritakan ulasan panjang lebar mengenai apa yang terjadi pada Jelita.

Pesan berderet milik Kinan hanya berisi emoji yang menunjukkan ekspresi terkejut, Kinan mengirim emoji yang sama terus-menerus membuat Jelita kesal. Jelita membalas pesan Kinan jika tidak ada yang ingin disampaikan, maka Jelita akan membisukan pesan masuk karena notifikasi Kinan sangat menganggu dirinya yang sedang menonton film.

Baterai ponsel Jelita juga tinggal dua persen, dapat dipastikan beberapa menit lagi juga mati. Jelita tidak terbiasa mengisi daya ponselnya ketika tidur karena hal itu berbahaya, ia akan mengisi daya besok saja.

Sekarang Jelita fokus pada film di laptopnya karena benar saja setelah beberapa menit ponselnya mati dan langsung Jelita letakkan di atas nakas. Jelita menghabiskan malam ini dengan menonton animasi sambil menunggu sinyal kantuk dari netranya.

Besok adalah hari libur, jadi Jelita bisa bebas menonton film sampai jam berapapun.
Di semester tiga ini, Jelita mulai dihadapkan dengan tugas-tugas kuliah yang semakin banyak sehingga sering menyita waktunya tanpa bisa bermain dengan kedua temannya atau sekedar menonton animasi.

Terlihat sedikit perbedaan kesibukan dibanding ketika ia masih menjadi mahasiswa baru, di semester tiga ini ia mulai merasakan bagaimana menjadi mahasiswa yang sibuk mengerjakan tugas hingga tengah malam. Meskipun hanya sesekali, tapi hal ini membuat Jelita harus pandai mengatur waktu istirahatnya.

Jelita jadi berpikir bagaimana nanti jika dirinya berada di semester akhir, semoga saja ia bisa bertahan menyelesaikan semua tugas dan skripsi di semester akhir nanti. Mengingat ada banyak yang bilang jika beberapa mahasiswa akhir terancam depresi karena perkuliahan.

Tanpa disadari laptopnya mati, Jelita bahkan belum sempat melihat berapa presentase baterai laptopnya. Akhirnya, Jelita meletakkan laptop di samping ponselnya lalu bersiap untuk tidur karena ternyata jam dinding sudah menunjukkan pukul satu pagi. Pantas saja laptopnya mati, rupanya Jelita sudah menonton tiga animasi selama lima jam tanpa mengistirahatkan laptopnya.

“Argh!”

Tiba-tiba cahaya menghilang menyisakan gelap gulita. Tidak ada secercah cahaya apapun yang membuat Jelita kembali menjerit. Napasnya mulai sesak disertai nyeri di dada, Jelita juga merasakan seperti ada aliran listrik dalam tubuhnya.

Tangannya mulai gemetar dan Jelita masih menjerit meminta pertolongan. Kini gemetar itu mulai menjalar ke seluruh tubuh hingga membuat kepalanya pusing, lantas Jelita menjambak rambutnya sendiri untuk meredakan pusingnya dengan kedua tangannya yang bergetar hebat.

Jelita mulai menangis ketika ia merasa seperti hilang dari bumi dan pergi ke portal alam lain yang berisi kegelapan dan kehampaan.

“Tolong! Tolongin gue! Gue takut!”

Jelita terus meracau dengan tangisannya dan tubuhnya semakin gemetar, Jelita memeluk lututnya sambil terus menangis, sekarang bahkan ia tidak sanggup berteriak lagi karena dadanya semakin sesak. Isakan dan sesegukan dari gadis pengidap nyctophobia ini benar-benar terdengar memilukan.

Siapapun, tolong Jelita! Memiliki nyctophobia nyatanya selalu membuat Jelita dihantui dengan bayang-bayang kegelapan. Suasana tanpa cahaya selalu membuat Jelita merasakan sensasi hebat yang membuatnya merasa seperti hampir meninggal.

Jelita mendengar bunyi kenop pintu yang dibuka, bunyinya nyaring di tengah kesunyian membuat Jelita semakin ketakutan, keringat dingin sudah membasahi pelipisnya. Seseorang datang dari balik pintu.

“Ta,” seseorang memanggil nama Jelita dan suaranya bisa Jelita kenali, siapa lagi jika bukan Giskala.

“To…long…” rancau Jelita lirih dengan nada yang bergetar hebat membuat gadis itu terbata mengucapkannya.

Mendengar suara Jelita membuat Giskala sedikit panik dan berusaha menjelajah kegelapan untuk menemukan Jelita, Giskala tidak bisa melihat apapun kecuali warna hitam yang menyelimuti semua pandangannya. Giskala berhasil menyentuh kasur, kini ia meraba di sekelilingnya sambil memanggil Jelita yang sudah tidak meresponnya.

Tangan Giskala akhirnya menyentuh lengan seseorang yang bergetar hebat, Jelita terkejut ketika ada tangan yang memegangi lengannya. Jelita tahu itu Giskala, lantas dengan sekuat tenaga, Jelita meraba dan memegang pergelangan tangan cowok itu lalu mengcengkeramnya dengan kuat. Tangan Giskala ikut bergetar lantaran getaran tangan Jelita semakin kuat.

“Jangan panik, Ta. Gue di sini.”

Jelita tidak merespon, tapi cengkraman pada tangan Giskala semakin menguat, cowok itu mengambil alih untuk mengenggam kedua tangan Jelita lalu menarik gadis itu ke dalam pelukannya.

Giskala tahu tentang nyctophobia karena ibu dan adiknya mengidap phobia yang sama. Sebenarnya dari pertama kali Jelita teriak, Giskala sudah mendengar dan berniat langsung menghampiri Jelita ke kamar, namun ponselnya yang dayanya tinggal satu persen tidak cukup untuk menjadi senter ketika Giskala sedang menuju kamar Jelita.

Alhasil ponselnya mati di tengah jalan dan Giskala harus menjelajah dalam gelap. Setelah berada dalam pelukan Giskala, jemari Jelita meremat kaos bagian punggung cowok itu masih dengan tangannya yang gemetar.

Giskala tahu jika tidak ada yang bisa menyembuhkan kecemasan akibat kegelapan hanya dengan memeluk saja, obat dari nyctophobia adalah cahaya itu sendiri.

Giskala memeluk Jelita agar gadis itu tidak merasa sendirian dalam kegelapan yang hampa ini. Cowok itu tidak ingin tinggal diam tapi ia juga tidak bisa meninggalkan Jelita sendiri untuk mencari senter atau semacamnya.

“Ta, ikut gue, yuk! Kita cari cahaya, kalo di sini terus lo bisa makin sesak napas dan gemeteran.”

Jelita menggelengkan kepalanya pelan, badannya sudah lemas tapi rasa gemetar dan kesemutan masih menyelimutinya. Kaos bagian dada milik Giskala basah akibat air mata dari Jelita yang masih menangis sampai detik ini, Giskala meminta maaf karena tidak bisa melakukan hal lain selain memberikan pelukan.

Giskala mengelus punggung Jelita untuk memberikan gadis itu ketenangan. Waktu berjalan begitu lambat dan lampu masih belum memberikan sinyal jika cahaya akan datang. Cowok itu merasa rematan tangan Jelita di kaos bagian punggungnya mengendur, cowok itu juga berhenti mendengar isak tangis Jelita.

Cowok itu merasakan napas hangat yang menerpa dadanya, kecepatan deru napasnya semakin memelan dan mulai stabil setelah  hampir satu jam Jelita bernapas dengan terengah-engah seperti baru saja menyelesaikan lomba lari.

Dengkuran halus mulai terdengar yang membuat Giskala menghembuskan napas lega. Setelah satu jam melawan kegelapan, akhirnya Jelita menemukan titik nyaman yang dapat membuatnya tertidur.

Cowok itu akhirnya bisa sedikit tenang karena gadis yang didekapnya sudah tidak melawan kecemasannya lagi. Sudah terlalu lama Jelita menangis, isakannya membuat Giskala merasa kasihan padanya.

Sekarang, tubuh Jelita pasti lelah karena sedari tadi gemetar dan otot-ototnya menegang sehingga butuh relaksasi. Semoga saja usapan tangan Giskala pada punggung Jelita dapat membantu setidaknya untuk merelaksasi kecemasan yang dirasakan gadis itu.

Giskala memundurkan badannya sedikit untuk menyandarkan punggungnya di kepala ranjang, cowok itu memiringkan kepalanya hingga menyentuh rambut Jelita, tangan kirinya masih mendekap gadis itu dan tangan kanannya masih mengelus punggung gadis itu.

Usapan tangan Giskala di punggung Jelita perlahan-lahan memelan dan berhenti, namun tangan itu masih berada di punggung milik Jelita. Rasa kantuk mulai menyerang cowok itu dan membuat netranya semakin menyipit kemudian menutup sempurna.

Good night, Ta.

MARRIED IN TWENTY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang