Alibi

39 2 0
                                    

Cowok tampan berwibawa lainnya sedang menunggu makanan di rumah tanpa istrinya. Ia sebenarnya tidak masalah Jelita pergi, yang jadi masalah adalah kenapa gadis itu tidak bilang jika dirinya tidak memasak untuk makan malam.

Jadi Giskala harus menunggu pengantar makanan mendatangi rumahnya atau ia tidak bisa makan malam. Lagi-lagi cowok itu kembali memikirkan gadis yang sudah tinggal bersamanya selama tiga bulan ini.

Entah kenapa cowok itu semakin menyadari ada yang tidak beres dengan perasaannya.

“Gue beneran suka sama Jelita?” gumam cowok itu sambil menunggu kedatangan paket nasi ayam woku yang dipesannya tadi.

“Tapi awal mulanya kenapa? Kenapa baru sekarang? Apa jatuh cinta butuh waktu?”

“Perasaan ini murni jatuh cinta, sekedar suka, atau cuma kagum doang? Gue bingung deskripsinya gimana?”

Tiba-tiba dering telepon miliknya membuyarkan isi kepala cowok itu, sambil mendecak cowok itu mengambil ponselnya yang berada di sofa depan TV. Beberapa saat netra Giskala membulat dan jantungnya berdegup lebih cepat, ia harus membuat alibi apa pada kedua orang tuanya?

Jelita tidak mungkin pergi ke Ramen Delight hari ini karena dia sedang pergi ke Atlantis, bahkan gadis itu baru pulang besok pagi.

“Halo, Ma.”

Kapan sampainya? Mama, Papa, dan orang tuanya Jelita udah nunggu kalian di ramen.

“Orang tuanya Jelita ada di ramen juga? Kenapa Mama nggak bilang dari awal?”

Mama ngajak kamu sama Jelita ke ramen kan untuk makan malam satu keluarga. Pastinya ngundang orang tuanya Jelita juga, kamu ini gimana, sih?

Aduh! Giskala bahkan tidak bisa menjawab! Dirinya tidak tahu jika orang tua Jelita juga datang, ia pikir ibunya mengundangnya makan malam hanya untuk memperkenalkan menu baru atau sekedar ingin bertemu anak dan menantunya saja.

Giskala mana tahu jika malam ini akan menjadi pertemuan dua keluarga untuk makan malam bersama. Jelita juga baru bisa pulang besok pagi, cowok itu tidak mau menganggu acara gadis itu. Tapi, masa iya dirinya harus berbohong kepada kedua orang tuanya?

“Kita masih ada urusan, kalo dibatalin aja gimana? Ayah sama Ibu nggak mungkin langsung pulang hari ini, kan? Besok aja siang-siang sekalian lunch bareng.”

Giskala berpikir bahwa ayah dan ibunya Jelita tidak mungkin datang ke sini lalu selepas makan malam langsung pulang. Perjalannya jauh, mereka pasti menginap di rumah orang tuanya Giskala.

Semoga saja alasan yang diajukannya dapat membuat ibunya menyetujui alasan dirinya dan Jelita tidak hadir dalam pertemuan malam ini. Giskala sejujurnya merasa tidak enak, terlebih dengan orang tua Jelita yang jauh-jauh ke sini untuk kumpul keluarga namun Giskala dan Jelita justru berhalangan hadir.

Kalian sibuk? Kalau gitu kami ke rumah kamu aja, ya?

“Jangan, Ma. Soalnya…kita nggak ada yang di rumah, kita sama-sama lagi nugas di rumah temen.”

Tapi besok harus ke ramen, ya!

“Iya, Ma.”

Sambungan terputus, cowok itu mengembuskan napas panjang menandakan perasaan lega. Degup jantungnya perlahan kembali normal dan napasnya mulai teratur.

Meskipun harus berbohong, setidaknya ia berhasil mencari alasan masuk akal untuk menyelamatkan Jelita yang sedang pergi ke Atlantis. Tidak bisa dibayangkan jika orang tuanya dan orang tua Jelita tahu jika gadis itu sedang pergi ke hotel untuk makan malam bersama cowok lain.

Mereka pasti akan dimarahi terutama Jelita, meskipun Giskala tahu gadis itu hanya mengambil haknya karena sudah menjadi pemenang utama.
Suara klakson membuat Giskala hampir mengumpat, ia menyibak gorden untuk melihat siapa yang membunyikan klakson tepat di depan rumahnya.

Ternyata itu adalah pengantar makanan, paket nasi ayam woku sudah sampai membuat Giskala segera membuka pintu dan keluar rumah untuk mengambil pesanan makanannya.

Kembali ke Jelita yang masih gemar mencuri pandang pada cowok di depannya. Tiba-tiba saja ketika Rayen tengah minum, netranya melihat ke arah Jelita yang langsung mengalihkan pandangannya, gadis itu malu karena terpergok sedang memandangi Rayen sesekali.

Jelita yakin Rayen mulai menyadari ada pasang netra yang memandangnya, itu sebabnya netranya langsung mengarah pada gadis di depannya tanpa ragu. Tatapannya membuat Jelita tidak enak, ia tertangkap basah karena seperti pengintai yang terus memperhatikan pergerakan Rayen, cowok itu pasti risih.

“Kenapa, Kak?” tanyanya.

“Nggak apa-apa, gue udah selesai, jadi maaf karena mungkin lo sadar dari tadi diliatin.”

“Mau nambah pesan yang lain, Kak?” Jelita menggeleng, semua makanannya memang enak, tapi perut gadis itu tidak sanggup jika harus menampung makanan yang lain.

“Kalo gitu acara makan malamnya udah selesai, Kak Jelita bisa ke kamar, selamat menikmati sesi menginap semalam di Atlantis.”

“Makasih banyak Ray, semoga lo semakin dikenal banyak orang karena lo baik banget, gue duluan ya.”

“Sama-sama, Kak.”

Jelita meninggalkan Rayen yang nampaknya masih enggan beranjak, cowok itu terlihat sibuk dengan ponselnya, pasti ia sedang membalas DM para penggemarnya.

Jelita masih sesekali menoleh ke belakang hanya untuk melihat cowok itu, entah sudah berapa kali sampai dirinya hampir menabrak pintu. Rayen adalah cowok idamannya yang selama ini dia impikan, cowok impiannya kini menjadi nyata bukan lagi halusinasi.

Gadis itu masuk lift menuju lantai paling atas untuk menemukan kamarnya yang disewakan untuk dirinya semalaman. Mimpi apa Jelita bisa berada di Atlantis secara gratis, ia juga belum pernah mengunjungi hotel ini.

Sialnya, ia teringat Hanin, mereka berdua pernah memiliki keinginan untuk menginap di hotel ini semalam dan ikut sarapan yang menggunakan sistem buffet seperti yang biasanya orang-orang kaya lakukan di pagi hari.

Sarapan di hotel adalah keinginan yang belum terwujud oleh Jelita dan Hanin, rasanya Jelita ingin menghubungi Hanin dan memberitahu jika dirinya sedang berada di Atlantis.

Keinginan yang ia harapkan bisa terwujud bersama teman satu kosnya. Sayangnya pertemanan mereka lebih dulu hancur sebelum keinginan itu terwujud.

Jelita sampai di pintu kamar dengan nomor tiga puluh. Hotel Atlantis ini memiliki tiga lantai, setiap lantainya berisi sepuluh kamar dengan tipe yang berbeda.

Di lantai satu adalah tipe kamar standar, lantai dua tipe kamar superior, sedangkan lantai yang Jelita tempati adalah tipe deluxe yang memiliki fasilitas lebih baik sekaligus pemandangan jendela paling indah di antara tipe kamar lainnya.

Jelita menekan bel lalu beberapa detik pintu langsung dibuka dan menampilkan kepala Nadia yang menyembul dari balik pintu. Mengetahui Jelita yang berada di depan kamar membuat Nadia membuka pintu dengan lebar untuk mempersilahkan Jelita masuk.

Setelah Nadia menutup pintu, ia berjalan ke arah jendela lalu menyibak gorden hingga pemandangan kota yang penuh cahaya terlihat jelas. Netra Jelita berbinar menyaksikan lautan cahaya yang menyebar di berbagai tempat.

“Kamu suka kamarnya?”

“Suka banget! Makasih, Kak!”

“Makasihnya sama Rayen, ini semua dari Rayen.”

Jelita memandang takjub bintang-bintang bumi yang kelap-kelipnya sama seperti bintang langit, Jelita sudah berkali-kali memberitahu jika dirinya sangat menyukai cahaya.

“Argh!” Jelita jatuh tersungkur setelah sesuatu menghantam kedua kakinya.

MARRIED IN TWENTY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang