Hangat

73 2 0
                                    

Giskala tengah asik menonton pertandingan sepak bola di ruang tengah, ia berhati-hati agar tidak membuat Jelita terbangun karena suara berisik. Sekarang kamar Jelita pindah di kamar utama yang berdekatan dengan ruang tengah, itu sebabnya Giskala mengecilkan suara televisi agar tidak menganggu tidur Jelita.

"Gue minta maaf, gue janji akan jaga ucapan biar gue nggak nyakitin lo. Tolong maafin gue..."

Sayup-sayup Giskala mendengar suara Jelita yang sedang mengginggau, Giskala tidak terkejut lantaran sewaktu kejadian mati listrik membuat Giskala terjaga sepanjang malam akibat sesekali mendengar celotehan Jelita yang mengginggau dalam tidurnya.

Tapi, ada yang aneh, suara Jelita semakin keras hingga pada puncaknya Jelita seperti berteriak dan meraung-raung yang membuat Giskala panik. Cowok itu segera membuka pintu kamar Jelita dan mendapati Gadis itu sedang memukul-mukul kasurnya dengan kepalan tangannya.

Posisinya masih tidur terlentang, namun seprainya sudah berantakan akibat terkena tarikan dari gadis itu. Giskala mendekatinya dan melihat wajah Jelita basah akibat air matanya.

"Lo nggak kesurupan kan, Ta?" tanya Giskala sambil sesekali meneliti pergerakan Jelita yang semakin membuatnya panik.

Pada akhirnya Giskala memberanikan diri untuk membangunkan Jelita karena sepertinya gadis itu merasa tidak nyaman, mungkin mimpi buruk? Giskala mengguncangkan bahu Jelita lumayan kuat namun masih belum membangunkan sang empu.

Cowok itu lantas menepuk-nepuk pipi Jelita secara cepat untuk membuat gadis itu bangun. Siapa tahu Jelita sedang ketindihan, bahaya jika tidak dibangunkan, kamu pernah ketindihan? Rasanya gimana?

Karena Jelita tak kunjung bangun juga, Giskala mengguncangkan lengan Jelita lebih keras hingga membuat gadis yang pupil netranya berwarna hitam kecoklatan itu membuka netranya dengan segera, deru napasnya terdengar begitu cepat.

"Duduk dulu, atur napasnya pelan-pelan," ujar Giskala sambil membantu Jelita untuk duduk, setelah itu cowok itu keluar kamar secepat kilat lalu kembali dengan membawa segelas air. Giskala membantu Jelita memegangi gelas ketika gadis itu minum.

Setelah minum, bukannya merasa baik, Jelita justru malah terisak sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Giskala masih setia memegangi kedua pundak Jelita yang bergetar. Jelita terlihat meracau tapi Giskala tidak mendengar dengan jelas karena gadis itu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

"Lo butuh apa? Gue nggak denger."
Gadis itu menurunkan tangannya lalu memperlihatkan wajahnya yang penuh dengan jejak air mata.

"Gue gagal nyelesain masalahnya, gue bikin semuanya tambah hancur..." tutur Jelita di tengah isakannya.

Giskala paham perkataan Jelita mengarah ke mana. Tadi siang Jelita yang bilang sendiri jika ia sedang ada masalah dengan temannya yang hamil di luar nikah. Giskala menyimpulkan jika Jelita gagal mencari jalan keluar untuk masalah mereka sehingga racauan yang Jelita katakan berulang kali bisa jadi adalah percakapan dalam perdebatan mereka.

"Semua usaha nggak akan langsung berhasil ataupun selalu gagal. Kalo hari ini gagal, lo bisa coba lagi nanti, sampai lo nemuin keberhasilan yang lo maksud," ujar Giskala sambil mengelus lengan Jelita pelan.

"Gue udah gagal, semuanya nggak bisa diperbaiki lagi..."

"Kalo menurut lo gagal, coba cara lain sampai lo berhasil, nggak ada kata gagal karena ada seribu satu cara untuk berhasil."

Jelita menggeleng pasrah, isakannya justru semakin menggema, rasa sesak di dadanya membuat deru napasnya tersengal-sengal. Gadis itu lantas menatap netra orang di depannya dengan tatapan pasrah.

Dengan bibir gemetar Jelita menatap takut-takut ke arah pandangan Giskala yang juga mengarah pada gadis itu.

"Gue boleh meluk lo sebentar, nggak?" tanya Jelita ragu-ragu karena ia tidak memiliki orang lain untuk dipeluk selain cowok di depannya.

MARRIED IN TWENTY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang