Alarm ponsel membuat seorang cowok yang sedang bergelung dengan selimutnya menggeliat sembari membuka netranya untuk menyapa dunia.
Alasan cowok itu menyalakan alarm di hari libur karena ia memiliki jadwal dengan teman-temannya guna membantu Kemal dalam mencari dana untuk menyelenggarakan dies natalis fakultas yang akan diadakan dua minggu lagi.
Kemal adalah anak HIMA yang berkerja sama dengan BEM fakultas untuk memeriahkan acara dies natalis fakultas ekonomi bisnis. Seperti yang sudah pernah terjadi dari angkatan sebelum-sebelumnya, mereka pasti akan memiliki masalah perihal dana.
Sponsor dan dana dari kampus yang mereka terima tidak cukup untuk menutup semua biaya yang dibutuhkan. Jadi, jalan keluarnya adalah mereka harus menjadi pedagang untuk menutup kekurangan dananya.
Siapa yang tidak tahu makanan sakral yang selalu ikut serta dalam partisipasi untuk menutup anggaran? Risol! Sudah bukan rahasia lagi jika anak BEM dan HIMA mendadak jadi penjual risol yang berkeliling di sekitar kampus bahkan sampai membangun stand di tepi jalan raya.
Sebagai teman yang baik, Giskala, Panca, dan Bisma ikut serta membantu Kemal dalam berjualan risol dan makanan lainnya di tepi jalan raya. Giskala segera bangun untuk membersihkan tubuhnya dari debu kasur yang membuatnya malas bangun.
Setelah siap dengan segala keperluan, cowok itu keluar kamar dan tanpa disengaja kakinya menginjak selembar kertas yang tergeletak di lantai tepat di depan pintu kamarnya. Kertas itu bertuliskan ‘Gue udah masakin sarapan di meja makan, dari Jelita.’
Cowok itu tiba-tiba menaikkan kedua sudut bibirnya sembari melangkah menuju meja makan. Dibukanya tudung saji itu dan terlihat sajian menu sarapan yang aromanya tercium menggoda hidungnya.
Ada ayam teriayaki dengan sausnya yang dominan manis dan sedikit asin, ada menu pendamping berupa tumis brokoli dan wortel. Ditambah teman makan pelengkapnya yaitu kerupuk udang.
Giskala mengerjapkan netranya, ayam teriayaki adalah makanan kesukaannya, ia belum pernah memberitahu Jelita soal ini, gadis itu tahu dari mana?
Cowok itu duduk untuk menikmati sarapannya sembari menerka-nerka apakah Jelita sudah sarapan lebih dulu? Giskala menjeda suapannya lalu beralih ke kamar tamu untuk mengajak Jelita sarapan, namun ternyata kamarnya kosong, artinya Jelita pergi entah ke mana.
Cowok itu kembali menikmati sarapannya sambil berpikir bagaimana cara mengajak Jelita berbicara dengan kepala dingin. Semalam, Giskala sengaja menggunakan nada tinggi dan bentakan untuk menunjukkan pada Jelita jika dirinya juga memiliki batas kesabarannya.
Cowok itu ingin Jelita memahami jika semua perkataan yang Giskala lontarkan adalah atas rasa tersinggung dan rasa tidak nyaman dengan semua yang Jelita lakukan padanya. Giskala ingin memberitahu jika perkataan yang sering Jelita lontarkan membuat cowok itu tersinggung.
Tapi, tak dapat dipungkiri juga, Giskala merasa bersalah karena sudah membentak Jelita dan seharusnya ia bisa mengontrol emosinya dan mengajak gadis itu bicara dengan kepala dingin.
Nanti ia akan meminta maaf pada Jelita karena sudah membuat gadis itu hampir menangis, Giskala melihat bulir air mata Jelita yang mengumpul dan siap turun sewaktu dirinya menatap gadis itu lekat-lekat. Cowok itu menyadari jika ia sudah membuat seorang gadis ketakutan karena dibentak dan dimarahi dengan nada tinggi.
Masakan Jelita lagi-lagi membuat Giskala terkesima apalagi ayam teriayaki adalah makanan kesukaannya, Jelita seperti istri idaman yang diinginkan semua orang.
Giskala berinisiatif untuk memotret piringnya yang tidak menyisakan makanan apapun, lalu ia mengirim foto itu kepada Jelita dengan disertai ucapan terima kasih.
‘Makanannya enak banget, Ta. Lo tahu dari mana gue suka ayam teriyaki?’
Giskala sudah sampai di stand yang berjejer di sepanjang jalan, terdapat banyak stand lain yang menjajakan makanan di tepi jalan raya. Giskala bisa menebak jika hampir dari semua stand yang berjejer adalah milik BEM dan HIMA fakultas ekonomi bisnis yang sedang merangkap menjadi pedagang dadakan demi terselenggaranya dies natalis fakultas tahun ini.
Giskala bertemu dengan teman-temannya, ada beberapa anak HIMA yang dikenali cowok itu, tapi Giskala tidak melihat penampakan anak BEM satupun?
“Mal, gue nggak liat anak BEM dari tadi?” tanya Giskala pada Kemal, mereka berdua masih sibuk menata kotak yang berisi risol dan cemilan lainnya.
“Jangan sebut-sebut BEM! Mereka nggak mau tanggung jawab masalah kekurangan sponsor, mereka justru milih buat batalin beberapa hal yang bikin dies natalis jadi hambar! Makanya anak HIMA inisiatif buat usahain semua yang udah dirancang bisa terlaksana tanpa harus ada yang dibatalin,” terang Kemal yang sudah membakar emosinya pagi-pagi begini.
“Acaranya dua minggu lagi, kenapa BEM sama HIMA masih berantem? Akur dulu demi dies natalis, habis itu baru musuhan lagi,” tutur Giskala yang diangguki Panca, orang ini baru saja sampai dan langsung membantu kedua temannya yang sedang menata kotak risol.
“Nggak ada masalah aja HIMA sama BEM nggak akur, apalagi pas ada masalah? Bisa tawuran kita!” seru Kemal.
“Butuh berapa sponsor lagi?” tanya Giskala yang membuat Kemal menoleh.
“Dua kayaknya cukup,” sahut Kemal.
“Ramen Delight bakalan jadi sponsor dan nutup semua kekurangan dananya, butuh berapa?”
Kemal yang sedang sibuk mengelap kotak tempat risol dan memindahkan risol dari bakul ke dalam kotak seketika langsung mengehentikan aktivitasnya.
Kemal langsung mencondongkan badannya ke arah Giskala dengan netra yang mengerjap dan menatap Giskala dengan kelopak melebar. “Ini seriusan, Kal?” Giskala mengangguk lalu tersenyum sehingga membuat Kemal melompat kegirangan.
“Rencanain aja pertemuan anak HIMA sama BEM, gue telfon Bokap dulu. Buat dagangan ini kalian bagiin gratis aja ke orang-orang yang lewat,” pungkas Giskala yang segera diangguki Kemal.
Kemal segera mengumpulkan anak HIMA dan menyuruh mereka untuk membagikan makanan secara gratis untuk pengguna jalan yang lewat. Mereka menghentikan kendaraan untuk membagikannya secara gratis.
Setelah semuanya selesai, Kemal mengajak yang lainnya termasuk Giskala sebagai donatur yang akan menutup kekurangan dana dari sponsor. Mereka berkumpul di ruangan serbaguna yang biasa digunakan untuk rapat gabungan antar organisasi di fakultas.
“Lo yang nyanyi di Panorama semalem, kan?” tanya ketua BEM yang kemudian diangguki oleh Giskala.
“Gue nggak nyangka elo anak fakultas ekonomi bisnis,” terang ketua BEM yang membuat kening Giskala berkerut, memangnya ada yang salah jika dirinya berasal dari fakultas ini?
“Kenapa?”
“Soalnya tampang lo anak kedokteran banget, bau orang pinter sama bau duitnya kecium sampai sini,” kekeh ketua BEM yang membuat Giskala ikut tertawa.
“BTW, makasih banyak udah bantuin kita nutup anggaran, gue nggak tahu harus makasih kayak gimana lagi,” sambung ketua BEM.
Giskala hanya tersenyum menanggapi semua ucapan terima kasih yang dilontarkan BEM dan HIMA kepadanya, ia senang jika bantuannya berguna untuk memecahkan masalah dari kedua kubu yang bermusuhan ini.
Giskala memiliki keinginan yang ditujukkan untuk jajaran BEM dan juga jajaran HIMA. Mereka semua bertanya apa keinginan Giskala sebagai bentuk mereka dapat merealisasikan ucapan terima kasih yang bukan hanya sekedar kata-kata.
Maka dari itu, Giskala menggunakan kesempatan ini untuk mendamaikan dua kubu yang selalu bersiteru.
“Gue mau BEM sama HIMA nggak musuhan karena organisasi kalian dibuat untuk kerja sama, bukan untuk saling nunjukin siapa yang paling berkuasa. BEM sama HIMA itu partner bukan musuh.”
“Makasih banyak, Kal,” bisik Kemal yang duduk di sebelah Giskala.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIED IN TWENTY (END)
RomanceDIPUBLIKASIKAN TANGGAL 18 JULI 2024 Genre : Young Adult, College Life Menikah? Jelita tidak pernah memikirkan itu. Baginya, menikah adalah garis finish sebagai tujuan setelah ia mencapai semua impiannya. Bagi Jelita sebagai mahasiswa semester tiga d...