30

605 90 10
                                    

"Jadi? kapan percakapan ini lo rekam?" Tanya Ruka yang baru saja selesai memutar rekaman suara Minji dan Yeonjun. Saat ini keduanya sedang berada di UKS, Pharita tengah terduduk di kasur sembari memegang cup berisi teh hangat.

Pharita menyeruput teh hangat tersebut sebelum menjawab pertanyaan Ruka. "Seminggu yang lalu, setelah masalah mading tentang Asa itu, gua gak sengaja dengar percakapan mereka di gudang peralatan yang di rooftop."

"Waktu itu gua gak paham sama konteksnya, jadi gua hirauin gitu aja. Tapi setelah Ahyeon ngasih tau kalau ibu Rami itu obsesi sama yang namanya pendidikan, baru gua paham maksud dari omongan mereka." Lanjut Pharita yang kemudian meletakkan cup tersebut di nakas.

Ruka menghela napasnya. Ia merenung memikirkan kondisi teman-temannya, entah mengapa hal ini menjadi semakin rumit, satu-persatu orang di dekatnya mulai kena ulah Minji. Bukankah Minji membenci dirinya saja? tapi kenapa jadi teman-temannya yang jadi korban?

"Dia gak ngikutin kayak di film final destination kan yah??"

Ruka langsung menampar pipinya, menyadari jika ia berfikir yang tidak-tidak.

"Kenapa lo tiba-tiba begitu?" Heran Pharita melihat Ruka tiba-tiba menampar dirinya sendiri

"Gak-- hehe." Balas Ruka sambil terkekeh. "Oh ya, omong-omong lo beneran gak bisa berenang Rit?"

Pharita menatap Ruka seraya mengangguk. "Hm! gua gak bisa berenang."

"Serius!?? gua pikir lo bisa berenang, soalnya lo--"

Ruka tersadar, ia pelan-pelan menutup mulutnya sembari membuang mukanya dari tatapan Pharita. Lalu sesekali ia berdeham.

"Lo apa? tinggi maksud lo?" Bibir Pharita terangkat menampilkan senyum usilnya kearah Ruka, sedangkan Ruka berdecak malas mendengar pernyataan Pharita itu. Ruka memang paling tidak suka jika ada yang membahas soal tinggi badan, ini bukan salah dia yang pendek tapi teman-temannya saja yang ketinggian.

"Gemes banget sih botol yakult gua!!" Pharita mencubit pipi Ruka yang mengembang karena mulai cemberut

"Ah! jangan cubit-cubit!" Tutur Ruka yang membuat Pharita semakin gemas. Ruka menatap kearah Pharita, rasanya seperti ada tembok yang menghalangi dirinya untuk mengetahui tentang Pharita.

"Kalau ada apa-apa cerita ke gua Rit, lo bukan orang asing bagi gua. Jadi gak masalah kalau lo mau bersikap lemah dihadapan gua. Gua tinggal ya, gua masih ada lomba lagi." Lanjut Ruka seraya berdiri dari kursi.

Pharita hanya mengangguk sebagai jawabannya. Ia memandangi punggung Ruka yang kian makin jauh hingga tak terlihat. Tatapannya kembali sayu, ia menghela napas.

"Maaf ya Ru, lo gak boleh tau soal gua. Lo bilang kalau kita gak berhak untuk ngelindungin perasaan orang lain kan?? berarti itu juga berlaku buat lo, biarin gua yang nyelesain semua permasalahan gua sendiri."

☆*: .。. o(≧▽≦)o .。.:*☆(❁'◡'❁)

Rami yang sedang duduk termenung di taman sekolah, sembari memandangi murid-murid yang sedang berlomba. Seharusnya Asa menemaninya, tetapi karena ada urusan mendadak yang harus ia lakukan, mau tak mau harus meninggalkan Rami sendiri.

"Kenapa disini?" Tanya Ahyeon menghampiri Rami saat ia tak sengaja melihat gadis blonde itu duduk sendirian di taman. Yang di tanya hanya menoleh sesaat, Ahyeon pun duduk disamping Rami.

"Lo gapapa? pucat banget muka lo."

Rami menggeleng. "Gapapa, gua cuma pe--"

"Bohong." Sela Ahyeon yang mengetahui bahwa sahabatnya itu tak mau jujur dengannya. Ahyeon menghela napasnya. "Tolong jujur ya, Shin Rami."

"Kenapa tiba-tiba manggil gitu sih? serasa gua mau dimarahin." Delik Rami yang tertegun mendengar nada bicara Ahyeon yang mulai dingin.

Rami mulai menarik napas lalu membuang pelan. "Tadi Kak Rita tenggelam di kolam renang, padahal dia ada di depan mata gua, tapi gua gak bisa tolongin dia. Kaki gua sama sekali gak bisa gerak, tapi untung ada Kak Ruka sama Kak Asa. Gua cuma takut Kak Rita kenapa- kenapa." Jelas Rami dengan tatapan sayunya.

Ahyeon mengelus rambut lurus milik Rami, ia tersenyum menatap Rami. "It's fine, it will be fine. Gak semua hal harus lo khawatirin Ram, yang terpenting itu mengkhawatirkan diri sendiri dulu, gak ada salahnya jika lo mau bersikap egois. Bukan berarti gua ngelarang lo buat peduli sama orang lain, tapi diri lo sendiri itu yang jadi prioritas."

"Lo tau kan alasan kenapa kaki lo gak bisa gerak buat tolongin Kak Rita? tanpa gua kasih tau pun lo udah pasti tau. Jadi fokus dulu sama diri lo, kalau emang lo masih maksa buat menolong orang lain, ajak gua. Biar gua bantu lo." Ahyeon tersenyum lembut.

Rami cukup terkejut melihat Ahyeon yang kini terlihat lebih dewasa. Padahal dulu Ahyeon hanyalah seorang gadis pendiam dan cengeng, untuk menyapa Rami saja kadang takut. Tapi sekarang sifat dewasanya mulai muncul, meskipun memang Ahyeon lebih tua dari dirinya, ya cuma beberapa bulan aja sih.

"Ngomong-ngomong soal tolong-menolong, apa kalian bisa bantu gua?" Tanya seseorang tiba-tiba. Rami dan Ahyeon reflek menoleh bersamaan.

"Haerin?" Bingung Rami melihat gadis berwajah kucing itu berdiri dengan membawa tas, yang kemungkinan itu adalah tas laptop.

"Maaf yah gua ganggu deeptalk date kalian berdua." Ujar Haerin seraya mendekat kearah keduanya.

"Jelek banget namanya." Cibir Ahyeon, sedangkan Haerin tak menggubrisnya, ia fokus menyalakan laptopnya.

"Lo udah liat videonya belum?" Tanya Haerin ke Rami tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Haerin akhirnya menoleh ke Rami karena tak mendapatkan jawaban dari pertanyaannya, tanpa di beri tau pun ia paham jika Rami belum menonton video yang ia berikan beberapa hari yang lalu.

"Blok." Lirih Haerin namun masih dapat didengar oleh keduanya.

"Kok lo kasar? perasaan kemarin di cafe gak begitu deh." Heran Rami yang mendapat umpatan kasar dari seorang Haerin yang terkenal pendiam itu.

"Ya lo kan baru sembuh, masa gua goblok-goblokin. Jahat dong gua." Jelas Haerin seraya menatap ke Rami, lalu ia pun memasang flashdisk miliknya dan membuka folder flashdisk tersebut. "Udah deh! sekarang kalian dengerin suara rekaman ini!" Titah Haerin sembari memberi earphone.

Rami dan Ahyeon pun mendengarkan rekaman tersebut bersama. Raut wajah mereka mulai terlihat fokus, sesekali Ahyeon membuat ekspresi terkejut dan kesal. Tak berapa lama rekaman tersebut berhenti, Rami menghela napasnya, sedangkan Ahyeon sudah mulai emosi.

"Kenapa jahat banget?! bisa-bisanya si Minji itu ngancem Hyein!" Kesal Ahyeon sembari melepas earphone dengan kasar

"Emang ayahnya Hyein kerja dibawah perusahaan orantua lo?" Tanya Rami memastikan

Haerin mengangguk, "Ayahnya ada di divisi operasional, kebetulan bagian ketua juga. Dan gua denger kalau ibunya masuk rumah sakit, jadi butuh uang banyak buat pengobatan ibunya."

Rami mengangguk paham, sejujurnya ia merasa marah terhadap perlakuan Minji kali ini. Tak hanya mencelakakan dirinya, tapi ia juga mengancam anak SMP, yang pastinya tak berdaya jika diancam seperti itu. Bagaimana bisa seorang gadis SMA bisa sepowerfull itu, seakan-akan ia Tuhan yang bisa mengatur segalanya.

"Tapi kenapa bisa lo ngerekam ini Hae?" Tanya Ahyeon penasaran

Haerin melirik sebentar ke Ahyeon. "Gua selalu naruh alat perekam sama kamera kecil gua di jaket atau pulpen kesayangan dia. Gua ngelakuin itu karena sifat dia yang makin aneh akhir-akhir ini, gerak-gerik dia yang bikin gua penasaran." Jelas Haerin seraya mematikan laptopnya.

"Jadi, karena gua gak mau ada korban selanjutnya--tolong bantu gua, tapi cukup kita aja. Gua gak mau Kak Minji curiga." Mata Haerin memancar penuh harap.

Rami maupun Ahyeon saling memandang, keduanya memiliki rasa keraguan. Meskipun Haerin punya banyak bukti untuk mengetahui rencana Minji, tapi rasanya mereka takut, takut jika ini akal-akalan Minji dengan menyuruh Haerin mendekati keduanya.

Haerin mengacungkan jari kelingkingnya. "Ayo kita buat janji, kalau semisal gua berkhianat sama lo semua, lo boleh patahin jari kelingking gua ini."

"Kalau gitu, apa boleh gua ikut juga sama rencana lo kak?"

Attract LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang