~26 : Luka Gempa

161 26 10
                                    

"Assalamualaikum. Gue pulang."

Gempa berjalan masuk ke dalam rumah dengan langkah yang lemah. Wajahnya terlihat suram dan kosong.

"Bang Gem."

Gempa lantas menoleh ke arah ruang keluarga. Terlihat empat adiknya sedang duduk santai sambil melakukan kegiatan mereka masing-masing.

"Lo kenapa? Kok kayak ada masalah gitu?" Ucap Solar sambil masih fokus pada layar hp nya.

"Iya nih. Kok sedih banget wajahnya?" Taufan ikut bertanya penasaran.

"Hmm. Katanya keluar bareng pacar. Yang happy dong mukanya." Lanjut Blaze.

Gempa hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Ia kemudian melangkah menaiki tangga untuk pergi ke kamarnya tanpa berkata apa-apa.

Keempat orang itu hanya memandang Gempa dengan pandangan yang aneh, sekaligus tertanya-tanya dengan sikap abang mereka yang tiba-tiba saja berubah pendiam seperti itu.

"Kak Gem kenapa sih? Aneh." Ujar Duri yang sudah memperhatikan tingkah Gempa sejak awal pria itu sampai ke rumah.

"Tau tuh. Dia nggak pernah kayak gini sebelumnya." Sahut Blaze ikut berfikir.

"Hmm...apa jangan-jangan...." Taufan sengaja menggantungkan kalimatnya.

Duri dan Blaze nulai memandang abang mereka dengan pandangan penuh tanda tanya.

"... Mungkin dia sudah putus sama pacarnya."

Bukan Taufan yang melanjutkan kalimatnya, tapi Solar yang sudah membuat kesimpulan setelah melihat wajah Gempa barusan.

Ketiga pria itu memandang adik bungsu mereka dengan shok.

"Kok bisa?"

"Bukankah perempuan itu baik?"

",hmm. Menurut pemerhatian ku, mereka berdua tak pernah bertengkar sebelum ini."

Solar hanya bisa diam mendengar pendapat dari abang-abangnya. Dia tidak tau mau berkata apa. Pikirannya juga dibuat pusing dengan hal itu.

"Menurutmu gimana, Lar?" Tanya Taufan yang melihat Solar sedari tadi hanya diam.

Solar menggeleng. "Aku juga tidak tau. Mungkin kita harus bertanya langsung pada bang Gem."

"Kalau begitu, ayo." Duri bangun dari duduknya.

"Nggak usah Duri. Nanti aja. Biarkan hatinya tenang dulu." Ujar Solar tegas membuatkan Duri kembali duduk.

"Baiklah..."

"Mending kita siap-siap buat acara malam ini." Usul Blaze.

"Okey...."

Lalu mereka berempat pun berpencar dan pergi ke kamar masing-masing.

____________

"Huh..."

Gempa duduk di birai kasur setelah selesai membersihkan dirinya. Wajahnya diusap perlahan.

Detik berikutnya ia mulai menghembuskan nafasnya yang terasa berat. Dadanya yang terasa sesak itu diurutnya perlahan sambil menahan tangisnya.

"Kenapa sih?" Tanyanya sendirian sembari memejamkan erat matanya, agar bulir jernih itu tidak mengalir turun dari sana.

Pikirannya kembali terbayang kejadian yang dirinya alami beberapa jam yang lalu, saat ia hendak membeli barangan dapur yang diminta oleh tantenya tadi.

Flashback.

"Ge, gempa?" Ucap wanita itu Terbata-bata.

"Siapa dia?" Tanya Gempa sambil jarinya menunjuk ke arah laki-laki yang sedang berdiri di samping wanita itu.

Wanita itu, yang ternyata pacarnya Gempa, hanya menundukan kepalanya. Tak mampu untuk bertatap mata dengan pria itu.

Hati Gempa sudah berdebar menunggu jawaban dari pacarnya itu.

"Maaf. Tapi Lo siapa, ya? Kenapa Lo lihat isteri gue kayak gitu? Tolong, jaga pandangan mata Lo." Tegas pria itu berkata.

Gempa semakin dibuat terdiam kaku saat mendengar pernyataan dari mulut pria itu. Jantungnya terasa mau gugur saat otaknya sudah memahami satu kata yang terselip dalam kalimat yang diucapkan oleh pria itu.

Isteri....

Gempa menatap tak percaya wanita di depannya. "Kamu...sudah menikah? Kenapa? Kapan?"

Sang wanita hanya bisa menghembus nafasnya dengan riak wajah bersalah. Sepertinya ia harus menjelaskan segalanya kepada Gempa.

"Rev...izinkan aku buat bicara sama dia." Ucap wanita itu perlahan.

Suami kepada wanita itu hanya mengguk. "Jangan lama-lama. Sebentar lagi mau pulang."

Wanita itu hanya mengangguk mengerti. Ia kemudian kembali menatap orang di depannya dengan senyum bersalah.

"Gempa... Maafkan aku."

Gempa menatap perempuan itu dengan rasa kecewa. Nafasnya ditarik perlahan sembari tangannya meremas ujung jaketnya, menahan sakit di dada.

"Ja... Jadi benarlah kamu sudah menikah dengan dia, Alena?" Tanya Gempa dengan suara bergetar.

Wanita yang dipanggil Alena itu menundukkan pandangannya. Bibirnya digigit kuat.

"Jelaskan semuanya Alena." Arah Gempa tegas.

"Iya. Benar. Aku dan Reverse dijodohkan oleh orang tua kami. Aku dan Reverse sebenarnya sudah menikah beberapa bulan yang lalu, saat hari sebelum kita mengubati sepupumu. Dan sekarang... Aku sedang hamil. Maafkan aku, Gempa." Jelas Alena panjang.

Tersentak hati Gempa mendengarkan penjelasan itu. Rupanya selama ini dia di tipu. Dan dia sudah salah mencintai seorang wanita, yang ternyata sudah menjadi isteri kepada pria lain.

"Kenapa kamu tidak bilang dari awal? Sia-sia saja aku memberikan hatiku pada mu, mencintai kamu selama 1 tahun ini. Jika kau bilang dari awal, mungkin aku tidak akan merasakan sesakit ini." Sahut Gempa sambil memandang wajah wanita di depannya dengan sedih.

Alena semakin di buat menunduk memandangi lantai mall itu. Jemari tangannya meremas antara satu sama lain.

"Selamat, ya. Kau berhasil membuat perasaanku hancur. Selamat. Hahaha." Gempa sempat tertawa lirih sebelum memutar tubuhnya membelakangi sosok Alena dan Reverse untuk pergi dari sana.

Bersama hatinya yang sungguh benar-benar hancur dan luka.

Flashback of

Gempa menaruh wajahnya pada bantalnya dan mulai terisak kecil. Dia tak mampu menahan kesedihannya.

Gempa sungguh tak menyangka, bahwa kejadian perit ini menimpa dirinya, secara tiba-tiba.

Padahal ia sudah berencana untuk melamar gadis itu beberapa hari ke depan. Tapi sepertinya, rencana hanya tinggal rencana. Dia tak bisa berbuat apa-apa lagi.

"Sakit...."

_____________

Ha-hey~

Nangis bersama, yuk. Huhuhu...

Kenapa kamu tega, Alena? Kenapa kenapa kenapa?

Huhuhu

Baiklah

Sea you

owner of my heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang