Kamu Itu?
Saat ini kisah kita bukan berupa narasi, melainkan argumentasi dari setiap tanda tanya dan tanda seru yang saling terpatri.
Komunikasi kita bukan lisan, melainkan tarian jejari yang melayangkan diri untuk mengayomi bunga yang baru saja diberi hisapan.
Sajak aksaramu bukan tentang janji, melainkan tentang pasukan tentara yang kinerjanya sudah tidak diragukan lagi.
Tenangnya malam adalah dirimu, misteriusnya siang adalah jelmaanmu, teduhnya indurasmi adalah hatimu, dan menit senja adalah senjatamu
Tuan ... kita disatukan dalam wilayah resmi, ketukan pintunya mengantarkan kita untuk baswara di tengah ringkuhan anca ... ya meskipun saat itu dunia kita masih di antara tepi lautan utara dan selatan.
Mau tertawa, tapi menyedihkan. Apa aku akan gila jika tertawa sendirian?
Tuan, aku bingung ... tapi banggaku juga meraung-raung.
Ingin kubangun narasi, tapi elipsismu selalu saja segera singgah untuk menjeda diri. Ingin kubangun lisan, tapi rupanya riuh-riuh rinduku masih disemayamkan. Ingin kudengar janji manis yang merangsang, tapi ternyata apostrofmu lebih bisa membuktikan.
Seistimewa itu kungkungan cinta yang teranyam di antara kita, Tuan!
Simpelnya ... dia tidak memberi ruang untukku mencurahkan isi hati, bercerita. Namun, dia memberiku kesempatan yang seluas-luasnya untuk bertanya, menjawab, dan menjalankan perintah. Mengapa? Mengapa harus demikian?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tusukan Rindu
Poetry"Mencintaimu ialah penghargaan yang luar biasa." Cut ➡ Novel Za-Aly Jagat Empiris