***
Tiba di kuil Dewi Bulan, Eudrick memohon maaf pada Lunatera karena gagal membawa Esmeralda. Lunatera tersenyum menanggapi hal itu. "Tidak apa-apa, Sir Sylenoa sudah berusaha keras. Kita juga tidak bisa memaksanya kan?"
"Peratusan Dewi Bulan di atas segalanya, Nona Saintess." ucap Eudrick.
"Aku mengerti, kau pasti kecewa. Biar bagaimanapun, aku khawatir Nona Lucionte akan membahayakan orang lain juga. Aku mungkin harus meminta bantuan Yang Mulia Grand Duke untuk urusan ini."
Seseorang datang dari dalam ruang doa, surai perak panjangnya nampak bergerak seiring dengan langkah kakinya. Netra biru mudanya yang terlihat teduh menatap dua orang yang sedari tadi tengah berbicara itu.
"Aku tidak setuju dengan hal itu, Saintess."
"Salam, Pope." Saintess dan Tuan Sylenoa memberi hormat pada pria itu.
"Aku tidak ingin melibatkan pihak luar."
"Maaf jika saya lancang, Paduka. Nona Lucionte sebelumnya mengatakan ia hendak bertanggungjawab dengan mengabdikan diri untuk Dewi Bulan. Bagaimana jika begitu?" Pria bersurai panjang itu nampak berpikir, namun ia mengangguk tak lama kemudian.
"Bawa dia ke kuil secepatnya." Lalu ia meninggalkan mereka berdua.
"Sir, apa itu tidak masalah?" tanya Saintess Luna.
"Jika Nona Lucionte benar-benar tulus, Dewi akan memaafkan kesalahannya bukan?"
"A-ah iya... benar sekali."
***
Esmeralda dikurung di dalam kamarnya karena membuat keributan hingga beberapa orang ksatria harus mencarinya. Padahal, ia ingat betul ketika pria yang berstatus sebagai ayahnya itu, mengizinkannya keluar tadi. Bahkan dia terlihat tidak peduli. Lalu mengapa sekarang ia marah?
Saat ini, pria itu terlihat berdiri menjulang di depannya yang tengah duduk. Duke Bern Lucionte menatap Esmeralda dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Terakhir kali kau keluar dan membuat masalah. Kuil Suci bahkan memintaku untuk menyerahkanmu kepada mereka untuk dihukum. Apa kau tahu konsekuensinya jika aku menyerahkanmu?"
Esmeralda tak menjawab. Ia tentu saja tidak tahu. Hal seperti itu tidak jelaskan di novel.
"Kau akan dihukum untuk menjadi pelayan kuil. Kau mungkin juga tidak akan bisa menikah. Siapa yang akan menikahi seorang putri yang telah diserahkan pada Dewi?"
Suara sang ayah terdengar getir. Esme pikir, pria ini benar-benar tidak peduli. Tapi mungkin ia salah. Masih ada setitik rasa peduli di hatinya.
"Kau sama sekali tak seperti Ester. Kau adalah putri yang dia lahirkan hingga dia kehilangan nyawanya. Tapi apa hasilnya? Bukankah ini hanya kesia-siaan?"
"Aku menyesal melahirkanmu."
Terdengar mirip. Pria ini hanya peduli dengan mendiang istrinya.
"Saya, bisa. Saya akan menjadi pelayan kuil."
"Jangan bercanda!" Duke Lucionte terdengar marah. "Aku bicara panjang lebar apa kau tidak mendengarkan?!" bentaknya lagi.
"Saya mendengarnya. Tapi, jika Anda merasa keberatan dengan keberadaan saya, bukankah lebih baik saya pergi?" Toh ia akan diusir jika Luna diangkat anak oleh Duke.
"Kau? Anak manja dan suka membuat keributan akan menjadi pelayan kuil? Apa akal sehatmu sudah hilang?"
Esme mengangguk. "Sepertinya begitu. Jadi Tuan Duke, jika kuil mencari saya, Anda dapat menyerahkan saya dengan perasaan ringan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Typical Romance Fantasy Story
Короткий рассказIt's just a oneshot/short story. Don't forget to vote and comment. *** Dipelopori oleh ide yang seret dan kemalasan mengetik. 🪴🪴🪴