***
"Apa yang Anda lakukan di sini?"
"Lalu, apa yang Pope terhormat lakukan di sini?"
Lucentin yang biasanya selalu merasa tenang, kini mulai kehilangan kesabarannya. Wajah congkak dan menyebalkan milik Rudient membuatnya terusik.
"Saya hanya merasa tidak tenang meninggalkan Nona sendirian." Terlebih jika ternyata keamanan kuil tidak terlalu bagus hingga Rudient bisa bebas keluar masuk.
Rudient mengabaikan kata-kata Lucentin dan mendekati Esme yang masih tertidur sejak siang tadi. Sekarang sudah pukul 7 malam. Tapi Esme belum ada tanda-tanda ingin bangun ataupun terusik.
"Menjauh dari Nona Esme."
"Apa hakmu melarangku. Apa kau juga kekasihnya?"
Pope nampak tersentak. Benar, ia bukan siapa-siapa Esme. Ini adalah sebuah kerugian baginya.
"Memangnya Anda memiliki hubungan apa dengan Nona Esme?"
"Tentu saja karena aku adalah kekasihnya."
"Haa... itu karena Anda memaksanya."
"Aku tidak pernah memaksanya. Ia juga menyukainya."
"Nona Esme tidak pernah mengatakan ia menyukainya."
"Lalu aku akan membuatnya menyukainya."
Perang urat saraf di antara keduanya berjalan dengan sengit. Tidak ada yang mau mengalah hingga membuat keduanya tanpa sadar membangunkan Esme. Gadis itu nampak kebingungan dengan situasi yang tengah terjadi.
"Kalian berdua, tolong berhenti berdebat." kata Esme.
"Nona sudah bangun?" Pope tersenyum lembut dan mendekati Esme. Lalu Rudient juga tak mau kalah. Pria itu naik ke atas ranjang dan menarik tangan Esme supaya gadis itu melihat ke arahnya.
"Apa ada yang sakit?" Esme menggeleng cepat.
"Sebaiknya Nona kembali beristirahat." ujar Lucentin.
"Saya sudah baik-baik saja." Kelelahan fisik dan psikis yang ia alami juga tak bisa hilang dengan cepat. Hanya saja ia sudah baik-baik saja sekarang. Ditambah lagi, bagaimana ia bisa tidur kembali jika dua orang itu berdebat di kamarnya? Apa mereka gila?!
Semakin larut, keduanya bukannya pergi dan malah sekarang keadaannya jadi aneh. Dua orang itu memegangi masing-masing satu lengannya. Membuat Esme jadi semakin pusing saja.
"Sebaiknya kalian keluar dari sini." ucap Esme.
"Tidak bisa." Dua orang itu berkata bersamaan.
Helaan napas lelah terdengar dari bibir Esme. "Lalu sekarang apa yang kalian inginkan?"
"Menjadi milik Anda dan kekasih Anda adalah keinginan saya." Seketika rahang Esme terbuka lebar. Apa pria ini sudah kehilangan akal sehatnya? "Saya tahu ini terdengar tidak waras, tapi menurut saya ini adalah sesuatu yang tidak salah. Jadi tolong Nona memikirkannya dengan baik."
"Anda tidak punya malu ya Tuan Pope? Esme adalah kekasihku."
"Tidak ada yang mengatakan Nona Esme tidak bisa memiliki lebih dari satu kekasih. Sebaiknya Anda diam saja, biar Nona yang memikirkannya."
***
Sekarang Esmeralda sudah tahu kalau ternyata, Esme yang asli memiliki kekuatan sihir. Hanya saja, itu adalah sihir hitam. Namun sekarang, sihir putih berhasil menekan sihir hitam. Apakah ini karena Esme sudah ia rasuki ya?
Setelah mengetahui hal itu, rasanya jadi berbeda. Mungkin semacam perasaan bersemangat dan juga khawatir. Kata Lucentin, Duke dan kakak keduanya juga mengunjungi kuil beberapa waktu lalu. Apa mereka menyesal karena menelantarkan Esme?
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Typical Romance Fantasy Story
Cerita PendekIt's just a oneshot/short story. Don't forget to vote and comment. *** Dipelopori oleh ide yang seret dan kemalasan mengetik. 🪴🪴🪴