***
"Rosalin, apa kau menyukainya?" tanya Lumina. Mereka sedang menyantap beberapa jenis kue di kamar Lumina. Rosalin langsung mengangguk. "Kalau begitu, panggil aku kakak." Rosalin menelengkan kepalanya dengan lucu.
"Mengapa?" tanya Rosalin.
"Apa kau tidak menyukaiku? Bukankah aku kakak yang baik?" Rosalin mengangguk lagi. "Kalau begitu, panggil aku kakak."
"Baik, Kakak." Lumina tersenyum lebar. Ia bersorak dalam hatinya. Akhirnya ia punya adik. Usia Lumina hanya lebih tua 1 tahun dari Rosalin, tapi Lumina tidak mempermasalahkannya. Karena tetap saja ia lahir lebih dulu, jadi ia lebih besar dari Rosalin.
"Makan yang banyak, Koki akan membuat lagi jika kau suka." ucap Lumina.
"Um, tapi... kira-kira kapan Ibu akan kemari?" tanya Rosalin.
Lumina terdiam sejenak. Kemudian ia menjawab, "aku belum tahu, aku sudah mengatakan pada Ayah untuk menjemput Ibu." Lumina turun dari kursinya dan menghampiri Rosalin, "kau tidak perlu khawatir. Ayah akan segera menjemputnya." Rosalin memeluk Lumina setelah menganggukkan kepalanya.
Sementara itu, Randall terlihat mengamati artefak yang kemarin ia gunakan pada Rosalin. Hasilnya mengejutkan. Rosalin memiliki darah Sorvel dalam dirinya, dan tentu saja ia langsung menarik kesimpulan bahwa Rosalin adalah putrinya. "Wanita itu melarikan diri dan melahirkan anakku." Ia tentu merasa gusar. Sejak kematian Lusiana, ia tak berniat menikah lagi. Tapi ia tak bisa membiarkan Rosalin hidup susah dengan ibunya yang rakyat biasa itu.
"Hugo, cari tahu alamat rumah Rosalin." titah Randall.
"Baik, Tuan. Apa Anda ingin mengantar Nona Rosalin pulang?" Randall tersenyum kecil. Ia menggeleng. Ia punya rencana lain untuk Rosalin.
***
Malam hari, di hari ke 3 hilangnya Rosalin. Pintu rumah Bibi Ruth lagi-lagi diketuk. Malea yang membuka pintunya. Berharap itu adalah seseorang yang membawa kabar mengenai putrinya. Selain itu, Malea juga lebih sering berdiam diri di dekat pintu ketika malam hari begini. Ia masih berharap, pintu itu diketuk oleh Rosalin, putrinya. Jika ia tidur, maka tidak ada yang membuka pintunya dan Rosalin akan kedinginan di luar sana.
Malea sudah hampir kehilangan kewarasannya. Setiap saat ia seperti mendengar suara Rosalin memanggilnya dari luar. Namun saat ia membuka pintu itu, tak ada siapapun. Perasaan takut dan hampa mulai merasuki dirinya. Jika Rosalin tak dapat ditemukan, maka apa yang akan terjadi pada dirinya? Ia sungguh tidak dapat membayangkannya.
Ketika pintu itu ia buka, ia tak dapat langsung melihat wajah orang itu. Tubuhnya tinggi, jadi Malea perlu mendongak. Orang itu mengenakan jubah berwarna hitam dengan tudung yang menutupi kepalanya. Saat ia membuka tudungnya, sorot mata semerah delima itu langsung membuat Malea melebarkan matanya. Lemas, itulah yang dia rasakan saat ini. Ia masih ingat betul dengan wajah ini. Orang yang ia hindari selama ini. Orang yang membuatnya mengandung Rosalin. Bagaimana bisa dia ada di sini?
"Mengapa Anda--"
"Aku akan masuk."
Tanpa membiarkan Malea memproses semuanya, Randall masuk ke dalam rumah dua lantai itu dan langsung duduk di kursi yang ada di tengah ruangan. Pria itu mengeluarkan sebuah bola berwarna ungu kekuningan yang nampak berkilau seperti batu mulia. Itu adalah artefak yang telah merekam identitas Rosalin sebelumnya. "Apa kau tahu ini apa?"
"Saya tidak tahu, tapi bolehkah saya bertanya?"
"Silakan."
"Mengapa Anda ada di sini? Mengapa Anda ke tempat tinggal saya?"
Randall tersenyum miring, "dari reaksimu, sepertinya kau mengenalku. Kau tahu kan siapa aku?"
Malea langsung merapatkan bibirnya. Sial. Seharusnya ia berpura-pura tidak mengenal pria ini. Ia terlalu gugup dan takut karena melihat wajah Randall setelah beberapa tahun berlalu. Mengapa harus pria ini yang mengetuk pintunya. Dan darimana Randall tahu ia tinggal di sini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Typical Romance Fantasy Story
القصة القصيرةIt's just a oneshot/short story. Don't forget to vote and comment. *** Dipelopori oleh ide yang seret dan kemalasan mengetik. 🪴🪴🪴