***
"Argh!"
Suara teriakan Vanesa masih terdengar, namun semakin melemah. Darah merembes dari balik gaun tidurnya yang berwarna pastel jingga. Meski begitu, nampaknya Vanesa tidak berniat menuruti perintah Alexandro untuk mengaku salah. Ini karena ia yakin bahwa ia tidak memiliki salah.
Semakin lama, penjaga juga semakin merasa was-was. Ini sudah cambukan yang ke tujuh dan kondisi Vanesa kian memprihatinkan. Entah kenapa wanita itu masih keras kepala, pikir mereka. Mengapa Vanesa tidak segera membuka mulut? Apa ini karena Vanesa yang jahat itu memiliki harga diri yang tinggi?
"Vanesa, aku tidak punya banyak kesabaran. Katakan apa yang kau lakukan!" bentak Alexandro.
Ia masih duduk di kursinya. Menatap Vanesa dengan tatapan tajam. Tapi Vanesa masih diam saja. Ia hanya meringis sambil menggeleng. Ia... jujur saja tidak tahu kenapa Alexandro seperti kesetanan begini. Memangnya apa yang salah dengannya? Apa yang terjadi pada Logan?
"Ck. Cambuk dia lima kali lagi." Penjaga tersebut berjengit. Ia terlihat ragu, namun kemudian tetap mematuhi perintah tuannya.
Ctasshh!
Ctassshh!
"Hukkk!!"
Di cambukan yang ke sembilan, Vanesa muntah darah. Tubuhnya tergantung lemas karena tangannya terikat. Di sisa-sisa kesadarannya, ia menatap Alexandro, menggeleng kecil. Lalu dunianya gelap.
Ia sudah tidak sanggup lagi.
***
"Apa Tuan Muda sudah merasa lebih baik?" tanya pengasuh pribadi Logan. Anak malang itu siuman sejak tiga jam yang lalu. Demamnya sudah berangsur turun dan ia juga sudah mau menelan makanan.
Logan mengangguk.
"Tuan Muda, apa Anda merasa ketakutan dengan Nyonya? Jika begitu, saya akan memohon pada Tuan supaya Nyonya tidak dapat menemui Anda lagi. Tuan pasti akan mengerti karena Beliau sangat menyayangi Anda."
"Em... kenapa?" Suara serak Logan memang terdengar memilukan.
"Tentu saja supaya Anda tidak merasa sakit lagi. Maaf jika kemarin saya lalai dan meninggalkan kalian berdua."
"Ini bukan salah Nanny. I-ibu ah... maksudku Nyonya, tidak membuatku sakit kemarin."
Sembari mengelus tangan Logan, wanita yang kini berusia 34 tahun itu tersenyum, "Anda baik sekali. Tapi Anda tidak perlu terus menutupi kejahatan Nyonya."
Logan menggeleng.
"Nanny, se-sebenarnya... aku memang sempat khawatir Nyonya akan memukulku lagi. Tapi Nyonya berkata supaya aku tidak perlu merasa takut, ia tidak akan memukulku lagi. Jadi, aku mengangguk. Walaupun aku tetap merasa takut juga. Em, sampai Nyonya pergi, ia tidak memukulku." Logan tersenyum seolah menenangkan. Namun sang Nanny merasa ada yang janggal.
"Anda demam tinggi, apakah ini tidak ada hubungannya dengan Nyonya?"
Logan tentu saja tidak mengerti. Ini sebenarnya reaksi tubuhnya karena merasa tertekan. Ini ada hubungannya dengan Vanesa, hanya saja itu disebabkan oleh trauma masa lalu karena wanita itu.
"Aku juga tidak tahu, Nanny. Tapi Nyonya tidak memukulku. Mungkin karena aku masih merasa sedikit takut."
Ah, jadi begitu. Nanny mengerti sekarang. Ya Tuhan... ini melegakan.
"Apakah ini tandanya aku akan disayang oleh Nyonya, Nanny."
Wanita itu tersenyum. Lalu mengangguk, "saya yakin, Tuan Muda akan segera menjadi kesayangan Nyonya. Beliau meminta maaf dengan tulus, membuktikan bahwa Beliau telah merasa menyesal. Jadi, apakah Tuan Muda akan memaafkannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Typical Romance Fantasy Story
Cerita PendekIt's just a oneshot/short story. Don't forget to vote and comment. *** Dipelopori oleh ide yang seret dan kemalasan mengetik. 🪴🪴🪴