***
Butler menatap Adeline dengan tatapan sedih. Tidak ada orang di kediaman itu yang tidak merasa sedih. Nona mereka, sebentar lagi akan menikah. Jika saja bukan dengan cara ini, mereka pasti akan merasa sangat bahagia.
Melunasi utang dengan total setara dua buah mansion dan 3 perkebunan bukanlah hal yang mudah. Keluarga Florest tak punya banyak aset. Mereka kehilangan beberapa lahan perkebunan dan terpaksa mengurangi jumlah pelayan akibat kesulitan ekonomi setelah Viscount dan Viscountess meninggal dunia. Beruntung, berkat kecerdasan Adeline, semua bisa diatasi. Mereka perlahan dapat bangkit dan bahkan sedikit demi sedikit mengumpulkan aset mereka.
Kini, Adeline terpaksa menikahi Riftan demi sebuah kesalahan yang tak pernah ia lakukan. Pria itu kaya dan punya kuasa. Sedangkan ia hanya yatim piatu yang tak punya banyak harta. Adeline terpaksa menelan ludahnya kembali. Meski getir, ia akan menahannya sedikit lagi.
Riftan berjanji untuk membiarkan kediaman Viscount seperti aslinya. Pria itu hanya ingin Adeline bertanggungjawab terhadap utang dan kesalahannya.
"Nona, apa Nona baik-baik saja?" Pagi ini, setelah mereka mengucapkan janji, mereka akan benar-benar menjadi suami istri.
"Aku baik-baik saja. Jaga kediaman ini seperti kau menjagaku dan Edel." kata Adeline tenang.
Butler dan kepala pelayan perempuan mengangguk dengan hormat. Mereka mengantarkan Adeline untuk melakukan upacara pernikahan. Sederhana, dan tidak banyak orang yang hadir. Tapi itu membuat Adeline bersyukur.
Ia menatap Riftan yang bahkan tak sudi tersenyum padanya. Karena seharusnya, yang ia nikahi adalah Edel.
"Kau yang memilih untuk menggantikan adikmu. Tapi jangan harap aku akan memperlakukanmu seperti aku memperlakukan Edel." Riftan berbisik di telinga Adel dengan nada yang dingin dan tajam.
Adel tidak merespon. Memangnya siapa yang ingin diperlakukan seperti Edel? Jika begitu, ia juga hanya akan hidup seperti biasanya. Ia harap, ia tak akan sering bertemu dengan Riftan meski mereka telah menikah.
***
Adel menatap kamar lusuh yang di berikan oleh Riftan padanya. Setelah menunjukkan kamar ini diikuti oleh seorang perempuan, pria itu segera pergi dari hadapan Adel.
Kamar ini mungkin mirip dengan kamar pelayan kelas rendah. Adel bahkan tak sanggup memberikan kamar seperti ini untuk pelayan di kediaman Florest.
Di dalam kamar ini, hanya ada sebuah ranjang kecil, lemari setinggi 1 setengah meter dan sebuah meja kayu di samping ranjang. Tak ada apapun lagi. Itu membuat Adel bertanya-tanya tentang maksud dan tujuan Riftan untuk memperistrinya.
"Jangan harap aku akan memperlakukanmu seperti aku memperlakukan Edel. Kau harus membayar semua utangmu dengan bekerja untuk kediaman ini."
"Anda bilang utang saya sudah lunas jika saya mau menikah dengan Anda."
"Kapan aku mengatakannya? Aku tidak pernah mengatakannya. Apa kau tidak tahu bahwa kau tidak punya pilihan lain selain menikah denganku?"
Itulah yang Riftan katakan padanya sebelum pria itu pergi. Menyisakan perasaan kesal dan kalut dalam dirinya. Adel duduk pinggir ranjang dengan perasaan gelisah. Jika nominal utangnya sebesar itu, berapa lama hingga ia bisa melunasinya? Berapa lama hingga akhirnya ia bisa meminta cerai?
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu terdengar tidak sabaran hingga membuat Adel tersentak. Gadis itu membuka pintu kamarnya, dan tiba-tiba sesuatu dilemparkan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Typical Romance Fantasy Story
NouvellesIt's just a oneshot/short story. Don't forget to vote and comment. *** Dipelopori oleh ide yang seret dan kemalasan mengetik. 🪴🪴🪴