***
6 tahun berlalu dengan cepat. Tidak banyak yang berubah dari kehidupan Malea, selain fakta bahwa ia telah menjadi orang tua tunggal. Ia masih tinggal di rumah Bibi Ruth dan membantu wanita itu dalam menjual dagangannya. Sekarang bibi Ruth sudah memiliki dua kios. Orang-orang yang berlangganan padanya juga semakin banyak.
Malea menatap putrinya yang sudah siap untuk pergi bermain. Ada seorang gadis cilik anak tetangga yang kerap bermain dengannya. Emily namanya. Mereka berteman sejak 2 tahun yang lalu.
"Jangan pulang terlalu sore. Ibu harus menjaga kios, jadi Ibu harap kau langsung kembali saat makan siang. Bibi memasak sup kentang untukmu."
Bocah cantik bermata merah delima itu mengangguk cepat. "Ibu, kalau nanti Ibunya Emily memintaku makan bagaimana?" Malea mengusap kepala sang anak.
"Rosalin bisa menolaknya kali ini." ucap Malea.
"Baiklah. Aku pergi dulu."
Anak-anak di kalangan rakyat jelata memang tak semuanya bisa mendapatkan pendidikan formal. Namun karena Malea bisa membaca dan menulis, ia telah mengajari putrinya. Hanya saja ia merasa sayang karena tidak bisa mendaftarkan putrinya ke akademi.
Bibi Ruth bilang, Rosalin bisa mendaftar ke akademi nanti. Tapi tes masuknya sangatlah ketat. Itu yang membuat tidak semua rakyat jelata bisa bersekolah. Hanya yang benar-benar berbakat yang bisa masuk. Karena mereka membutuhkan beasiswa agar bisa bersekolah. Biayanya sangat mahal.
"Malea, aku lihat putrimu sudah besar. Dia sangat cantik."
"Terima kasih. Apa Nyonya ingin membeli buah jeruk?" Wanita itu menggeleng.
"Berikan aku buah delima dan anggur. Aku juga ingin kau memasukkan kentang ke dalam keranjang."
"Baiklah."
Nyonya Methel adalah wanita yang kerap membeli dagangan bibinya. Ia cukup berada walau bukan bangsawan. Ia juga orang yang baik, kerap menyapa Rosalin dan memberinya kue kering buatan tokonya.
"Malea, berikan ini pada Rosalin nanti." Seperti saat ini, ia memberikan sekotak kue kering rasa coklat favorit Rosalin.
"Anda tidak perlu sering-sering memberinya kue. Tapi saya harus mengucapkan terima kasih sekali lagi."
"Jangan terlalu sungkan. Rosalin adalah anak yang baik, ia juga cerdas. Kau mungkin bisa mencoba memasukkannya ke akademi. Aku dengar, Putra Rodrik yang tinggal di atas kedai kopi di persimpangan jalan itu juga mencoba mendaftar ke akademi. Usianya dua tahun lebih tua dari Rosalin, namun ia tidak sepandai anakmu itu." kata Nyonya Methel.
"Apa bisa? Saya tidak punya banyak uang."
Nyonya Methel mengangguk cepat. "Jika lolos tes, Rosalin bisa mendapatkan beasiswa."
Ia akan menerima informasi ini dan menanyakan pendapat Rosalin nanti. Meski ia juga tak yakin, karena ia hanya mengajari Rosalin seluruh pengetahuan yang ia ketahui. Dan seperti kebanyakan rakyat jelata miskin, ia tidak pernah masuk ke akademi sebelumnya.
Sepeninggal Nyonya Methel, Malea masih terus memikirkan tentang masa depan Rosalin. Ia tidak ingin putrinya itu mengalami kesulitan karena ibu sepertinya. Apa ia bukan ibu yang baik? Ia tidak bisa memberikan pendidikan yang layak bagi anaknya sendiri. Jika saja malam itu tidak terjadi.
Malea menggeleng, "tidak seharusnya aku menyesali kehadiran Rosalin." Kalimat itu yang selalu ia gumamkan jika pikiran buruk mulai menyerang. Ia akan berusaha dengan sekuat tenaga demi Rosalin.
***
"Emily, kita mau kemana?"
"Jalan-jalan, katanya di alun-alun ada banyak pertunjukan."
![](https://img.wattpad.com/cover/373449461-288-k916743.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Typical Romance Fantasy Story
Kısa HikayeIt's just a short story. Don't forget to vote and comment. *** Dipelopori oleh ide yang seret dan kemalasan mengetik. 🪴🪴🪴