16

655 44 2
                                    

EPISODE SELANJUTNYA

Grand Duke menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Dia tahu bahwa hubungan dengan anak-anaknya tidak akan bisa diperbaiki hanya dalam satu hari. Ada banyak hal yang harus dia lakukan untuk mengembalikan kepercayaan mereka.

"Aku akan mencari cara untuk mendekati mereka lagi," gumamnya dalam hati, penuh tekad.

Dengan perasaan campur aduk, Grand Duke berbalik dan berjalan kembali ke kediamannya. Dia tahu bahwa pertempuran terbesar yang harus dia hadapi bukanlah di medan perang, tetapi di dalam keluarganya sendiri.

_________🪐VEE🪐_________

Di tepi danau teratai yang tenang, Diandrei dan Andrei duduk di pondok kecil yang sederhana, merenungkan masa lalu mereka yang penuh penderitaan. Danau teratai yang tenang kontras dengan suasana hati mereka, dengan hanya suara riak air dan burung yang berkicau lembut sebagai latar belakang.

"Masih ingat saat kita diracuni, Andrei?" tanya Diandrei, suaranya bergetar, terbayang rasa sakit yang tak kunjung reda. "Aku masih bisa merasakan rasa terbakar itu dalam tubuhku."

Andrei menatap kakaknya dengan mata yang berkaca-kaca, penuh kepedihan. "Aku ingat. Kita hampir mati dan ayah..... Maksudku Grand Duke, bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Aku bisa menerima jika dia mengabaikan kita, bahkan rela jika aku mati saat itu, namun ibu... " Ucapannya terputus, suara seraknya mengungkapkan betapa sulitnya mengingat.

Diandrei mengepalkan tinjunya, kemarahan dan kepedihan menyatu dalam hatinya. "Ibu mengorbankan dirinya hanya untuk mendapatkan penawar racun itu. Dia seharusnya membiarkan kita mati saja, daripada melakukan pengorbanan yang tidak seharusnya dia lakukan untuk kita."

Andrei menyeka air mata dari pipinya, merasa perasaan kesal yang mendalam. "Dia hanya peduli pada mereka, kak. Ibu menangis setiap malam, dan aku merasa seperti anak yang tak berguna, hanya menjadi beban bagi ibu."

Kenangan yang mencekam kembali menghantui mereka. Mereka terbaring lemah, tubuh mereka terasa terbakar oleh racun, dengan wajah pucat dan nafsu makin hilang. Ibu mereka, dalam keputusasaan, berdoa tanpa henti dan meminta bantuan kepada Grand Duke dengan tangan yang bergetar, namun semuanya sia-sia. Ketika harapan hampir sirna, ibu mereka terpaksa mengorbankan dirinya untuk mendapatkan penawar, hanya untuk melihat mereka selamat.

"Grand Duke tidak akan pernah mendapatkan maafku atas apa yang dia biarkan terjadi," kata Diandrei dengan kebencian yang jelas terdengar dalam suaranya, wajahnya tampak tegang. "Kita harus kuat untuk ibu dan adik. Kita harus melindungi mereka seperti ibu melindungi kita."

Andrei mengangguk dengan tekad yang membara di matanya. "Ya, kita harus melindungi ibu. Aku tidak akan membiarkan penderitaan kita sia-sia."

---

Di rumah sederhana mereka, Bella tengah merawat adik kecil Diandrei dan Andrei, seorang bayi perempuan dengan mata yang cerah dan penuh harapan. Dia duduk di kursi goyang yang usang, menyanyikan lagu pengantar tidur dengan lembut sambil menggoyangkan bayinya.

"Ayo tidur, sayangku. Biarkan ibu menyiapkan makan siang untuk kakak-kakakmu yang tampan," bisik Arabella lembut. Setelah memastikan bayi itu tertidur dengan damai, dia bangkit dan menuju dapur dengan hati yang senang.

Di dapur yang sederhana, Bella bekerja dengan cekatan dan penuh cinta. Tangannya yang terampil memotong sayuran, mengaduk sup, dan mengatur meja makan. Meskipun hidup mereka penuh kesulitan, dia berusaha keras untuk memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya, mengisi rumah dengan kehangatan dan harapan.

Tak lama kemudian, Diandrei dan Andrei memasuki dapur dengan wajah yang masih menunjukkan jejak emosi yang mendalam. Langkah mereka berat, seolah-olah setiap langkah memikul beban.

The shadow of love behind the wall of darknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang