015

23 2 0
                                    

Casio mengangguk-angguk tanda mengerti. Namun dalam sekejap anggukan itu terhenti ketika Casio merasakan ada yang mengganjal dari perkataan Margaret. "Tunggu, kenapa Bunda mikirin Tante Tari?"

Margaret terlihat terdiam sejenak ketika pertanyaan itu meluncur pertama kali dari Casio. Wanita itu melirik Gionard yang dibalas anggukan tanda meyakinkan oleh sang pria.

Margaret menghela napas sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis, tatapan mata Margaret bertemu pandang dengan Casio. Terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu dengan serius, membuat Casio ketar ketir sendiri ditempat duduknya.

Sebenarnya ada apa ini? Kedua orangtuanya terlihat hendak menyampaikan sesuatu yang anehnya membuat Casio merasa tidak nyaman.

Tidak ada sesuatu yang terjadi pada Karai, anak pertama Tari kan? Jujur saja, jika sudah menyebut nama Tari, orang yang terbayangkan dibenak Casio pastilah Raizya.

Karena berita apapun yang selama ini sampai ditelinganya tentang Tari pasti selalu berhubungan dengan Raizya. Dan seringnya, itu adalah berita yang tidak bisa dibilang baik.

"Sebenarnya Bunda emang lagi nyari waktu yang tepat buat bilang sama kamu soal ini. Tapi Bunda rasa sekaranglah waktu yang tepat itu." Casio meneguk ludahnya susah payah mendengar penuturan Margaret. "Karena waktu nya bertepatan dengan hari kamu masuk sekolah, jadi Bunda harap kamu menitipkan hadiah saja. Nanti biar Bunda yang memberikannya buat Zya."

Tunggu, apa?

"Hadiah Bun?"

Margaret terlihat mengangguk, senyuman tidak pernah pudar dari wajah cantiknya. "Iya hadiah Cioo, kamu ini gimana sih." Hanya sekedar melihat saja Casio sudah bisa merasakan perasaan bahagia yang Margaret rasakan saat ini ketika mengatakannya.

Itu berarti...Ini bukanlah sebuah berita yang buruk kan?

"Ayah kira Raizya sepenting itu buat kamu, ternyata enggak ya. Kamu gak update sih. Masa gak tau kabar membahagiakan ini." Gionard ikut menimpali, yang malah membuat Casio semakin penasaran soal kabar membahagiakan apa itu. Kenapa hanya Casio yang tidak tau disini? Apalagi kabar itu soal Raizya, kakak kesayangannya.

"Ya kan Cio gak tau Yahh. Emang Karai kenapa? Menang lotre?"

Margaret mendengus karena perkataan ngawur dari Casio. "Ya enggaklah, kalo Zya menang lotre pastinya enggak kita kasih hadiah, tapi minta traktiran."

Gionard mengulum bibirnya, berusaha menahan tawa yang ingin keluar karena penuturan dari Margaret. Selera humor pria itu sangat receh, perkataan Margaret yang dirasa Casio tidak ada lucu lucunya saja selalu berhasil membuat sang Ayah tertawa.

Casio melirik datar Gionard yang berdiri di belakang kursi Margaret. Tampaknya Casio sekarang tau kenapa mereka cocok dan memutuskan untuk hidup bersama. Margaret dengan lawakan garingnya dan Gionard dengan humor recehnya. Klop sudah. Saling melengkapi.

Casio memilih mengabaikan Gionard yang tengah seperti kesetanan sekarang. Belum saja Casio adukan Gionard pada Margaret karena tertawa disaat yang tidak tepat seperti ini. Tapi meskipun dibayar, Casio tidak tertarik untuk mengadukannya. Pemuda itu lebih memilih fokus dengan pembahasan soal Raizya saat ini.

"Kan Zya itu murid yang berprestasi. Berkali-kali memenangkan perlombaan mewakili sekolah, bisa dibilang Zya itu murid kebanggaan sekolah. Jadi ketika ada pertukaran pelajar, Zya langsung ditunjuk jadi kandidat pertama untuk pertukaran pelajar ke Jepang. Bisa dibilang sekolah seyakin itu kalo Zya bisa membawa nama sekolah semakin melambung tinggi. Untuk itu, Ayah dan Bunda mau merayakannya. Terus Bunda keinget Tante Tari deh, yang pastinya seneng banget sama berita itu. Biasanya kan kalo gitu Tante Tari suka buat rujak, jadilah Bunda pengen, terus minta cariin mangga muda pagi ini."

Tanpa sadar Casio tersenyum ketika mendengar penuturan Margaret. Casio sudah bisa membayangkan bagaimana bahagianya gadis itu karena bisa membuktikan bahwa dia pantas dan bisa untuk bersanding dengan murid murid jenius lainnya.

Tari itu sangat terobsesi menjadikan Raizya berada di nomer satu. Karena tidak bisa melanjutkan mimpinya, ia beralih membuat Raizya menjadi pengganti untuk mewujudkan semua mimpi mimpi kecilnya dulu. Maka dari itu ketika di suruh dan berhasil masuk ke salah satu sekolah elite di Jakarta Raizya tidak yakin dengan kemampuannya sendiri.

Tapi coba lihat sekarang, Raizya berhasil menunjukkan kemampuan nya. Apalagi sampai di akui sekolah dan ditunjuk langsung jadi kandidat pertama untuk pertukaran pelajar ke Jepang. Tidak semua orang bisa sampai ke titik itu.

Casio benar benar merasa bangga kepada kakak kesayangannya itu. Gadis itu juga pasti bangga pada dirinya sendiri dan bahagia bukan?

"Emang Cio gabisa nganter Karai langsung ya Bunda?" Mata Casio menunjukkan puppy eyes andalannya. Biasanya jurus ini pasti selalu berhasil untuk membujuk Margaret, namun tampaknya sedikit berbeda kali ini.

Margaret langsung menggeleng tegas yang membuat Casio cemberut dibuatnya. "Gabisa gabisa. Kamu udah terlalu banyak alpa, Bunda yakin tuh di buku absen nama kamu isinya A semua. Bisa bisa kamu gak naik kelas Cio, dan terpaksa Bunda pindahkan. Emang kamu gak kapok pas SMP dulu berkali-kali pindah? Ingat, kamu tuh udah kelas 11 sekarang. Jadi contoh yang baik dong buat adik adik tingkat kamu."

"Bener tuh, Ayah setuju sama Bunda." Gionard lagi lagi menimpali, yang kali ini langsung mendapatkan tatapan tajam dari Casio. Lihat saja, pria itu tengah menormalkan air mukanya karena sibuk menahan tawa tadi. Jika Casio adukan sekarang...

"Ohya, kamu belum jawab pertanyaan Bunda. Gimana cara kamu turun dari pohon tadi?"

Tapi tampaknya keinginan Casio tidak direstui oleh semesta. Semesta ternyata masih sayang dengan Gionard, dan merasa iba karena habis dimarahi Margaret tadi. Terbukti dari perkataan Margaret yang menghalangi Casio untuk mengadukannya.

Cih, awas saja. Besok besok tidak akan Casio biarkan.

"Jadi Casio tuh turun dibantuin sama Neneknya Saipul Bun. Pas Ayah ninggalin Cio ternyata tuh bocah ada didekat sana, terus Saipul bilangin ke Neneknya deh, jadinya Casio dibawain tangga buat turun."

Casio kira hanya perasaan nya saja, tapi ternyata benar benar ada yang aneh dari kedua orangtuanya ketika Casio menyebutkan soal Saipul dan Neneknya. Mereka tampak terdiam.

Margaret menatap Casio dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan. Kening wanita itu mengerut, tampak berpikir dan mencoba menghubungkan segala kemungkinan yang mungkin saja jadi jalan tengah soal perkataan Casio yang tidak masuk akal itu. "Casio, Bunda gak salah denger kalo kamu bilang Saipul ngeliat kamu terus minta Nenek nya buat bantuin kamu kan? Saipul tuh, bener bener Sagavi Putra Langit?"

Casio mengangguk. "Iya kok Bun, itu bener bener Saipul. Malah tadi Neneknya Saipul minta salamin sama Bunda kalo sekarang dia tinggal disamping rumah kita sama cucunya, Gavi." Meskipun merasa heran dengan sikap aneh Bundanya itu Casio memilih tidak memikirkannya dan lanjut menjelaskan.

"Itu Neneknya dari pihak siapa?" Gionard ikut melayangkan pertanyaan. Tatapan mata Casio bertemu pandang dengan mata sang Ayah, dan kini yang terlihat disana hanyalah keseriusan dan rasa penasaran akan perkataan Casio.

"Cio gatau, gak nanya juga tadi. Walaupun muka mereka gak mirip tapi Casio rasa itu bener bener Nenek Saipul deh Yah. Kita juga gak terlalu mengenal keluarga itu, jadi gabisa komen apa apa juga kan?"

Rasa heran yang keduanya rasakan ini mirip dengan yang apa Casio rasakan tadi. Jadi Casio rasa keduanya pun tidak tau apa apa soal kepindahan Nenek Saipul ke samping rumah mereka.

Lalu, sejak kapan Nenek Aya mengenal kedua orangtuanya? Jika keduanya hanya lupa Casio rasa tidak mungkin, karena bagaimana bisa Margaret dan Gionard bisa kompak melupakan jika mereka memang benar benar mengenal Nenek Aya.

"Tadi itu Cio bawa rantang yang dikasih oleh Nenek Aya. Cio ambil dulu ya, Bun, Yah. Soalnya gak sengaja Cio tinggal diruang keluarga tadi."

"Nenek Aya?" Casio sudah beranjak dari duduknya dan hendak berjalan meninggalkan ruang makan ketika akhirnya terhenti karena perkataan Gionard.

Casio berbalik sejenak, mengangguk kecil. "Iya, Nenek Aya. Neneknya Saipul." Setelah mengonfirmasi pertanyaan Gionard, Casio benar benar pergi untuk mengambil rantang di ruang keluarga.

Meninggalkan kedua orangtuanya yang tengah diselimuti oleh rasa tidak percaya yang menjalari.

_______________________

THE IMMORTAL'S SHADOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang