Mobil yang mengantar Athena, Lukas, dan Nenek Aya baru saja pergi meninggalkan pekarangan. Gionard bersama Margaret mengantar mereka sampai ke gerbang depan. Ketika masuk kedua pasangan itu menemukan anak mereka sedang tiduran di sofa ruang tamu sambil memakan snack.
Margaret yang melihat itu tidak tinggal diam, taringnya sudah keluar. Tidak butuh waktu lama sampai teriakan melengking Margaret terdengar.
"Casio!"
Nah kan, benar.
Gionard yang sudah menebak nebak hal itu sudah mengebalkan diri dengan keadaan seperti ini. Mengambil duduk di sofa tunggal disamping Casio, pria itu menepuk pundak sang anak pelan.
"Lemes banget boy, kayak gak ada semangat." Tegurnya.
"Males Yah, ngantuk."
"Tumben? Biasanya main keluar mulu. Giliran disuruh pulang susah."
"Kebiasaan tuh si Cio. Kalo udah main keluar gak mau pulang, kalo udah dirumah gak mau keluar." Sambung Margaret, mengomel. Berjalan menuju dapur. "Mending kamu bantu Bunda ngangkatin parcel ke mobil."
"Parcel Bun?"
"Iya parcel." Timpal Margaret yang menghilang dibalik tembok dapur.
Casio beralih menatap Gionard meminta jawaban.
"Masa lupa, habis tahun baru ini kan rencananya Bunda sama Ayah mau ngasih parcel buat anak anak jalanan yang kamu ceritain itu."
"Ani sama Ula Yah?" Tanya Casio memastikan.
Kalau tidak salah ingat memang benar Casio mengenal anak anak jalanan yang suka Casio jadikan teman berbagi cerita ketika beberapa kali bolos dari sekolah dulu. Sangking lamanya berada di lingkaran pengulangan Casio sampai lupa jika dulu mungkin saja pernah menceritakan tentang Ani dan Ula pada orangtuanya.
"Iya pokoknya itu." Setelah mendengar konfirmasi dari sang Ayah Casio langsung melesat ke dapur. Mendatangi Margaret yang tengah sibuk menata parcel.
"Nyiapin banyak banget Bun." Ucap Casio spontan ketika melihat lima buah parcel yang tengah ditata Margaret di meja dapur.
"Siapa tau kamu ketemu temen temennya Ani sama Ula, atau dijalan ada orang yang sekiranya membutuhkan kamu kasih aja sisa tiga parcel ini ke mereka."
Casio memperhatikan kegiatan Margaret dalam diam hingga akhirnya wanita itu menyelesaikan pekerjaan nya.
Gionard mendatangi dapur beberapa saat kemudian.
"Udah selesai Bun?"
Margaret mengangguki pertanyaan Gionard. "Iya, bawa aja langsung ke mobil."
Langsung saja pria itu mengambil dua buah parcel kemudian membawanya keluar.
"Cio!" Panggil Margaret yang menyadarkan Casio.
"Ya?"
"Bawa dua parcelnya ke mobil, biar satunya Bunda yang bawa."
"Oke."
Dua parcel itu dibawa Casio keluar kemudian meletakkannya ke bagasi mobil, begitupun dengan Margaret yang baru saja keluar dengan menenteng satu buah parcel ditangannya.
Pintu bagasi ditutup oleh Gionard setelah selesai kemudian menyodorkan kunci mobil kepada Casio.
Casio memasang muka cengo. Menatap kunci mobil itu dan Gionard secara bergantian.
Karena tidak ada respon dari Casio yang membuat pria itu gemas langsung saja Gionard mengambil tangan Casio kemudian meletakkan kunci mobil di telapak tangannya.
"Kamu yang anter."
"Kok gak Ayah aja." Ujar Cio tidak terima.
"Kamu ini gimana sih Cio, mana Ayah kamu tau tempatnya. Lagipula kamu udah sering kesana, itu jadi salah satu tempat pelarian kamu bolos kan." Perkataan yang dibumbui dengan nada sindiran itu begitu menohok Casio. Membuat pemuda itu tidak bisa berkata-kata. "Udah, kamu aja yang anter. Lagipula lagi libur sekolah juga, daripada kamu malas malasan mending main keluar. Bergaul. Asal, gak pulang malem. Ingat."
Bibir Casio manyun mendengar itu. "Kok gitu? Tumben banget biarin Cio keluar."
Gionard berdecak. "Kamu ini gimana sih gak peka banget jadi anak." Tangan pria itu merangkul pinggang Margaret disampingnya. "Ayah ini mau ngabisin waktu berdua sama Bunda kamu."
"Cih, Ayah mau mengeksploitasi Bunda nih ceritanya."
"Memonopoli Cio." Koreksi Margaret, merasa gemas dengan kegoblokan alamiah sang anak.
"Bukannya sama?"
"Jangan bikin Ayah greget nih ya." Gionard menatap Casio dengan senyuman tidak ikhlas diwajahnya. Casio seakan bisa melihat aura dibelakang pria itu yang berwarna hitam pekat. Seolah siap memangsa Casio sewaktu waktu kesabaran nya mulai habis.
Casio tersenyum canggung, meneguk saliva nya susah payah. "Umm kalo gitu Cio pergi dulu, dah Bunda Ayah!" Kata Casio cepat, langsung masuk kedalam mobil kemudian menyalakannya. Berkendara meninggalkan kediaman.
Terlihat dari kaca spion keberadaan dua orang itu yang mulai mengecil kemudian benar benar tidak terlihat. Casio menghembuskan napasnya lega karena berhasil menyelamatkan diri dari amukan sang Ayah.
Dasar. Padahal kan Casio enggan untuk pergi keluar. Jika disuruh kemungkinan 99,99% Casio tidak akan melakukannya. Seperti tadi ketika disuruh keluar Casio malah tidak mau. Jika disuruh pulang maka Casio akan semakin berlama lama diluar.
Yahh, intinya pemuda itu malas disuruh suruh.
Tapi ternyata tidak buruk juga berkendara setelah sekian lama. Melihat betapa padatnya jalanan di jakarta membuat Casio seakan kembali ke tempat seharusnya dia berada. Menjalani kehidupan normal.
Tidak pernah terbayangkan ataupun terlintas sedikitpun dibenak Casio dia akan mengalami depresi selama tiga tahun begitu hanya karena harus memulai dari awal lagi. Padahal dulu hal itulah yang sangat Casio inginkan.
Tidak perlu menekuni sesuatu secara serius seumur hidup dan bisa berganti ganti peran yang dia inginkan tanpa harus menanggung konsekuensi apapun karena nanti semuanya akan kembali seperti semula lagi seolah tidak pernah terjadi apapun.
Tapi ternyata hal itulah yang malah membuat nya terpuruk.
Padahal Casio menikmatinya. Saat saat itu. Dan ingin mulai menekuni disatu garis lurus hidupnya akan suatu tujuan hidup untuk kedepannya.
Mengingat ngingat hal itu malah makin saja membuat Casio kembali terpuruk, karena itu Casio memutuskan untuk berhenti memikirkannya.
Untuk mengalihkan pikiran pemuda itu memutar sebuah lagu berjudul Dark Horse by Katy Perry ketika mobilnya berhenti di lampu merah.
Ketika lagu itu mengalun perhatian Casio terpaku pada seorang wanita tua yang membawa tongkat ditangannya tengah berjalan menyebrangi jalan bersama dengan orang orang yang lainnya tepat didepan mobil Casio.
Pikiran Casio langsung tertuju pada setiap pengulangan hidupnya yang selalu terdapat wanita tua itu didalamnya.
Benar, seperti saat ini. Seolah tau benar tentang keberadaan Casio wanita itu menatap ke arah mobil Casio sambil berjalan, beberapa saat tatapan mereka bertemu seakan ia bisa memperkirakan betul padahal kaca mobil yang tengah dikendarai Casio ini memakai kaca film dengan tingkat kegelapan yang lumayan tinggi.
Casio yakin benar sekarang bahwa wanita tua itu tahu sesuatu. Semua ini bukanlah kebetulan semata.
Kini Casio tengah dilanda kebingungan karena tidak bisa mengejarnya untuk memastikan, lampu merah sudah berganti. Mobil dibelakang Casio sudah mengklakson, meminta pemuda itu untuk melajukan mobilnya.
Ketika kembali berjalan, Casio menoleh ke samping kiri. Tempat wanita itu pergi menyebrang.
Hilang. Keberadaannya tidak bisa ditemukan.
So you wanna play with magic?
Boy, you should know what you're fallin' for (you should know)
Baby, do you dare to do this?
_______________________
KAMU SEDANG MEMBACA
THE IMMORTAL'S SHADOW
Fantasy『ΛПƬΛЯΛ ƧΛПG ΛBΛDI DΛП YΛПG DΛPΛƬ MΛƬI』 Casio selalu kembali mengulang waktu ke saat berumur 17 tahun disetiap malam ulang tahunnya yang ke 20. Awalnya Casio pikir ini adalah sebuah anugerah karena ia bisa mencoba peran apapun yang ia inginkan tanpa...