Setelah kejadian tidak terduga yang disebabkan oleh Casio, Margaret lanjut membuka lembar demi lembar album foto yang berisi foto foto pemuda itu didalamnya.
Banyak sekali history di dalam sana yang tidak pernah Casio pikirkan sebelumnya. Memang album itu hanya berisi foto foto yang dulunya Casio anggap tanpa makna. Yang hanya berisi foto tidak berguna tentang dirinya. Namun setelah mendengarkan Margaret dan Gionard yang begitu asyik bercerita tentang sejarah dibalik foto foto itu, ketika melihatnya lagi Casio jadi memandang dengan sudut pandang yang berbeda.
Kehangatan ini sangat asing untuk Casio. Orang orang didalamnya dan kebaikan yang mereka tunjukkan. Bohong jika Casio terbiasa dengan semua ini. Ia hanya pura pura terbiasa. Seperti yang selalu Casio lakukan disetiap pengulangan waktu, menyesuaikan sikap yang dirinya tunjukkan dengan keadaan disekitarnya.
Bunda yang dirinya kenal ini sangat baik, kasih sayang yang terpancar begitu tulus saat wanita itu bercerita membuat jiwa Casio seolah ikut menyaksikan tiap kejadian yang di ceritakan. Jadi ketika membayangkan Bunda bertaruh nyawa untuk melahirkan manusia tidak berguna seperti dirinya, Casio tidak bisa berhenti untuk tidak menyalahkan dirinya sendiri dan menangis.
Kenapa harus Casio yang lahir dari rahim wanita sebaik Bunda? Kenapa bukan orang lain yang lebih mencintai dirinya sendiri?
Kenapa bukan orang lain yang bisa menghargai kehidupan yang diberikan dengan susah payah oleh Bunda?
Casio hanyalah manusia kehilangan arah yang tidak mencintai dirinya sendiri. Berkali kali merasakan kematian kemudian mengulang waktu dan harus beradaptasi dengan kesedihan baru sudah dianggap biasa oleh Casio.
Casio bahkan tidak merasa takut meskipun tau bahwa kematian selalu mengintainya. Bahwa dia tidak bisa hidup normal. Dan bahwa semuanya akan hilang dalam sekejap dan kembali ke titik awal lagi. Meskipun begitu apakah dulu Casio merasa putus asa? Tidak, dia malah semakin menjadi-jadi.
Membuat nyawa yang diberikan Bunda sebagai bualan. Tidak terhitung berapa banyak Casio menganggap remeh nyawanya sendiri dan menantang kematian agar tiba lebih cepat. Kemudian kembali ke titik awal lagi, seolah tidak pernah terjadi apapun.
Jika sekarang kembali memikirkan tentang hal hal itu Casio jadi merasa bersalah kepada Bunda nya ini. Casio jadi merasa berdosa karena telah begitu meremehkan kehidupan yang telah diberikan Bunda dengan taruhan nyawa.
Dan Casio jadi merasa enggan untuk menemui kematian dan memulai dari awal lagi.
Tidak ada yang tau nasib semengerikan apa yang harus Casio hadapi jika kembali lagi. Apalagi sekarang ia mulai menerima kehangatan keluarga, Casio jadi tidak bisa membayangkan harus hidup seperti dulu lagi.
Casio enggan melepaskan kehangatan yang sangat kebetulan berhasil dipeluknya saat ini setelah begitu putus asa sebelumnya.
Jika Tuhan benar-benar ada, bisakah membiarkan dirinya merasakan semua ini untuk selamanya?
Casio tau itu adalah pemikiran konyol. Setelah begitu tidak mempercayai Tuhan sebelumnya tiba tiba saja Casio meminta sebuah permintaan yang mustahil seperti ini.
Benar-benar tidak tau diri.
Apalagi di permintaan Casio itu tersimpan keraguan terhadap Tuhan. Jika Tuhan benar-benar ada.
Siapapun yang mendengarnya pasti juga akan sependapat bahwa dia adalah manusia yang tidak tau diri.
Semua pikiran itu berputar dikepala Casio. Membayangi pikirannya.
Disetiap cerita yang Bunda dan Ayah ceritakan selalu berhasil membuka sudut pandang baru untuk Casio. Bahwa meskipun dia tidak mengingatnya, dan meskipun itu memang bukan kenangan yang pernah dirasakan Casio didalam hidupnya, tidak bisa dipungkiri bahwa semua itu benar benar pernah terjadi dan dirasakan oleh orang orang disekitarnya termasuk Margaret dan Gionard.
Seperti saat Casio menanyakan tentang kabar Lukas tadi pagi yang dijawab secara garis besar bahwa Casio bersama pria itu semalaman untuk bergadang bersama, jadi untuk apa lagi menanyakan kabar seolah sudah lama tidak bertemu.
Padahal bagi Casio memang begitulah adanya. Berbanding terbalik dengan yang mereka percayai, saksikan, dan rasakan.
Bagaimanapun sifat yang ditunjukkan Casio itu di kehidupan saat ini harus dilanjutkan oleh Casio yang sekarang. Hanya dengan bermodalkan bekal situasi pertama yang Casio rasakan saat kembali mengulang waktu.
Tapi tampaknya banyak sekali bekal yang diberikan Margaret dan Gionard malam ini. Cerita mereka tentang masa kecil Casio ini membuat Casio jadi bertanya-tanya sendiri perbuatan baik apa yang dilakukan olehnya hingga mendapatkan keluarga seharmonis ini.
Bunda yang baik hati meskipun sering marah-marah jika Casio berbuat sesuatu yang dapat merugikan dirinya sendiri dan Ayah yang tidak bisa mengekspresikan kasih sayangnya dengan benar. Yang membuat pria itu seringkali salah mengekspresikannya lewat candaan dan kalimat kalimat sarkas.
Itu hanya sebagian kecil saja hal hal yang membuat Casio merasa iri pada dirinya yang lain.
Diri lain dari Casio yang merasakan semua kehangatan ini selama 16 tahun.
Ada Nenek Aya yang meskipun sering adu mulut dengan Casio yang tampaknya sering berbuat ulah dan tidak suka dinasehati namun tetap mempunyai tempat tersendiri dihati wanita tua itu.
Ada Om Lukas yang sangat akrab dengan Casio seiring berjalannya waktu padahal saat awal awal dulu mereka sering memperebutkan Athena karena Casio sangat menempel pada sang tante.
Ada Athena yang seringkali jadi bahan perebutan Lukas dan Casio yang selalu tersenyum lembut meskipun Casio melakukan sesuatu yang dapat membuatnya menghela napas.
Tantenya yang begitu lembut dan ramah. Di kehidupan inipun Athena selalu menjadi Athena yang Casio kenal.
Dan bahkan ada Ani, Ula, Afiz, dan anak anak jalanan lainnya. Yang menerima Casio dengan ramahnya untuk bergabung dengan mereka. Yang menjadi tempat Casio berkeluh kesah tanpa memandang berat masalahnya. Tempat yang tidak menghakimi dan selalu menerima dengan lapang dada.
Casio tidak tau untuk lingkungan pertemanan di sekolahnya seperti apa. Tapi seperti ini saja sudah cukup. Casio bahkan tidak bisa lagi menginginkan lebih dari ini.
Semua ini terlalu...Tidak, ini benar-benar perbuatan baik yang berlipat lipat ganda nya.
Padahal Casio tidak melakukan apapun. Ia tidak tau apakah boleh mendapatkan kebaikan tanpa syarat seperti ini.
Setelah selalu mendapatkan takdir buruk dulu Casio bahkan tidak bisa membayangkan akan ada saat seperti ini.
Semua ini terlalu membahagiakan hingga terasa tidak nyata. Beban berat yang ditanggung di pundak pemuda itu selama ini langsung lurah begitu saja seakan telah dicuci oleh kehangatan mereka. Membuat Casio ingin memperbaiki dirinya dan menunjukkan sikap paling tulus dan jujur yang pernah dirinya tunjukkan.
Karena itu Casio membiarkan dirinya menangis, memeluk Margaret, dan mendengarkan cerita cerita tentang masa kecil yang bukan miliknya dengan serius.
Terkadang ikut menimpali dan melayangkan balasan untuk perkataan Gionard hingga terkadang mereka hampir terlibat perkelahian kecil hingga harus ditengahi oleh sang ibunda.
Waktu berlalu begitu saja. Mengalir sederas air sungai.
Casio yang ketiduran sambil memeluk Margaret dicium keningnya oleh wanita itu.
Margaret tersenyum melihat sang anak yang tertidur lelap. Tangan lentiknya mengelus puncak kepala Casio dengan penuh kasih sayang.
"Udah tidur?" Bisik Gionard disampingnya dengan pelan.
"Lelap." Ucap Margaret, ikut berbisik. Perhatiannya teralih pada Gionard yang tengah berbaring di sisi kanan ranjang. Tangannya ikut melingkari perut wanita itu, erat. Sama seperti Casio. "Kamu itu gak malu apa ribut sama anak sendiri. Kayak anak kecil." Ledek Margaret. Mengingat tentang pertengkaran kecil mereka karena Gionard yang ikut ikutan memeluk Margaret sedangkan Casio tidak terima.
Asal tau saja, betapa kerasnya perjuangan Gionard agar bisa ikut memeluk sang istri. Hingga bisa mendusel dusel seperti sekarang. "Enggak sama sekali." Mendengar jawaban itu Margaret menatap Gionard tidak habis pikir.
_______________________
KAMU SEDANG MEMBACA
THE IMMORTAL'S SHADOW
Fantasy『ΛПƬΛЯΛ ƧΛПG ΛBΛDI DΛП YΛПG DΛPΛƬ MΛƬI』 Casio selalu kembali mengulang waktu ke saat berumur 17 tahun disetiap malam ulang tahunnya yang ke 20. Awalnya Casio pikir ini adalah sebuah anugerah karena ia bisa mencoba peran apapun yang ia inginkan tanpa...