Pertanyaan polos Saipul tadi membuat Nenek Nia memijat pelipisnya pening. Bagaimana bisa Saipul bertanya dengan wajah tanpa dosa seperti itu?
Keduanya merasa tidak habis pikir.
Walaupun hati Casio ingin memaki Saipul, keberadaan Nenek Nia diantara keduanya membuat Casio memutuskan mempending acara maki makinya.
Setelah berhasil menurunkan Casio dan mengobrol sesaat Nenek Nia membawa kembali tangga kayu ke gudang yang berada terpisah dibelakang rumah. Sedangkan Casio diajak mampir ke rumah sebentar untuk diberikan lauk pauk dengan Saipul yang disuruh menemani diruang tamu.
Ketika tinggal mereka berdua saja seperti sekarang sebenarnya Casio hendak mengeluarkan kata makiannya yang dengan terpaksa terpending tadi. Namun jika dipikir-pikir lagi itu terlalu kekanakan.
Mengingat Casio yang suka beradu mulut dengan Saipul mengingatkan pemuda itu akan Ayahnya sendiri. Gionard, yang kehilangan kesan pendiamnya jika sudah bertemu dengan Casio. Karena jika sudah bertemu maka akan ada saja bahan keributan diantara mereka.
Terkadang Casio tidak habis pikir dengan sikap Gionard, seperti anak kecil saja. Selalu mengajak Casio beradu mulut. Namun tak urung Casio tetap meladeni.
Karena hal itulah, mengingat Gionard, Casio tidak ingin menunjukkan hal yang sama seperti Ayahnya itu. Karena Casio tidak ingin diejek Margaret karena mengajak bertengkar anak kecil macam Saipul seperti Gionard yang sudah babak belur dengan ejekan sang ibunda.
Tapi sebenarnya itu semua hanyalah alasan untuk menutupi alasan sebenarnya semata.
Karena alasan yang sebenarnya adalah, Casio sedang malas.
Benar, pemuda itu hanya sedang malas membuat keributan. Jika tidak, mungkin saja sekarang rumah Saipul sudah dipenuhi dengan kata kata dari berbagai macam jenis hewan dari kebun binatang.
Karena ditinggalkan Gionard begitu saja dan harus menunggu sampai diselamatkan dari atas pohon mangga milik tetangga, mental Casio tampaknya jadi benar-benar terguncang.
Keadaan Casio yang bersandar lemas di sofa membuat Saipul yang melihat merasa sedikit khawatir.
Meskipun menyebalkan, Saipul cukup punya nurani untuk bersimpati pada kakak tetangganya ini.
"Kak Cio, Kakak sekarat ya?"
Pertanyaan polos Saipul entah kenapa selalu terdengar menyebalkan ditelinga Casio.
Mata Casio yang semula terpejam kembali terbuka, netranya terpusat pada Saipul. Dengan senyuman yang menghiasi wajah Casio yang malah terlihat mengerikan dimata Saipul, Casio berkata, "Oh ya? Emang Kakak keliatannya kayak orang sekarat sekarang?"
Saipul tersenyum bagai kuda. "Gak tau sih, gak pernah liat."
Casio tersenyum. Senyum yang terlihat dipaksakan.
Saipul seolah bisa melihat aura dibelakang pemuda itu yang berwarna hitam pekat. Seolah siap memangsa dirinya sewaktu waktu kesabaran Casio mulai habis.
Jika biasanya aura itu terlihat oleh Casio dari Gionard, sekarang Saipul dapat melihatnya dari Casio.
Benar kata orang orang. Buah jatuh sepohon-pohonnya.
Sekarang Saipul melihat langsung bukti nyata dari ungkapan tersebut.
Dengan sigap Saipul beranjak dari duduknya. "Kakak mau minum apa? Pasti haus kan, biar Saipul ambilin." Tawar Saipul tiba tiba.
Bahkan dirinya sendiri tidak menyangka akan menawarkan minuman pada Casio secara spontan seperti ini. Padahal Saipul menahan keinginan menawari Casio camilan ataupun minuman untuk tamu yang dipelajari Saipul dari Nenek Nia, karena anak itu ingin cepat cepat Casio hengkang dari rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE IMMORTAL'S SHADOW
Fantasy『ΛПƬΛЯΛ ƧΛПG ΛBΛDI DΛП YΛПG DΛPΛƬ MΛƬI』 Casio selalu kembali mengulang waktu ke saat berumur 17 tahun disetiap malam ulang tahunnya yang ke 20. Awalnya Casio pikir ini adalah sebuah anugerah karena ia bisa mencoba peran apapun yang ia inginkan tanpa...