Hari berganti malam, suasana di rumah Alaric mulai tenang setelah seharian penuh dengan tawa dan keceriaan dari Prince yang bermain bersama Livia. Langit berwarna jingga kemerahan memudar menjadi gelap, dan lampu-lampu di rumah mulai menyala satu per satu, memberikan cahaya hangat di malam yang sejuk itu.
Livia melihat jam di tangannya dan menyadari sudah waktunya untuk pulang. Dengan senyum lembut, ia berpamitan pada Prince yang kini sudah duduk di sofa, terlihat sedikit lelah namun bahagia.
"Prince, Bunda harus pulang sekarang," kata Livia sambil mengusap lembut kepala Prince, berharap anak itu tidak terlalu sedih dengan kepulangannya.
Prince mengangguk pelan, meski jelas terlihat ada kekecewaan di matanya. "Bunda Livia, besok benar-benar datang lagi, ya?" tanya Prince dengan suara yang lirih.
Livia tersenyum, mencoba menenangkan hati kecil Prince. "Bunda usahakan ya sayang, semoga bunda tidak sibuk besok di rumah sakit," kata Livia lembut.
Saat itu, Nyonya Sania, yang mendengar percakapan mereka dari dapur, muncul dengan senyum hangat di wajahnya. Ia sudah sangat dekat dengan Livia, terutama setelah sore tadi mereka menghabiskan waktu bersama membuat kue. Livia bahkan menyarankan Nyonya Sania untuk memanggilnya Livia saja, tanpa embel-embel dokter.
"Alaric, sebaiknya kamu antar pulang Livia," kata Nyonya Sania dengan ramah.
Alaric tersenyum dan mengangguk. "Tentu, Ma. Ayo, Livia, aku antar kamu pulang," katanya sambil mengambil kunci mobilnya.
Livia merasa sedikit canggung tapi juga senang dengan perhatian yang diberikan oleh keluarga Alaric. "Terima kasih," katanya sambil mengambil jaketnya.
Dalam perjalanan pulang, Livia dan Alaric berbicara tentang banyak hal – dari pekerjaan di rumah sakit, kehidupan sehari-hari, hingga keinginan mereka untuk masa depan. Percakapan mereka mengalir dengan lancar dan alami, menunjukkan kedekatan yang mulai tumbuh di antara mereka.
"Tadi sore, Ibu sangat senang membuat kue bersamamu," kata Alaric saat mereka mendekati rumah Livia. "Kamu benar-benar membawa keceriaan ke rumah kami."
Livia tersenyum lembut. "Aku juga senang, Alaric. Keluargamu sangat hangat dan penuh kasih sayang. Aku merasa diterima dengan baik."
Alaric memarkir mobil di depan rumah Livia dan mematikan mesin. "Jangan lupa datang di acara ulang tahun perusahaanku minggu depan," kata Alaric mengingatkan.
Livia mengangguk. "Ya, aku pasti datang. Terima kasih sudah mengundangku."
Mereka berdua terdiam sejenak. "Terima kasih sudah mengantarku pulang," kata Livia akhirnya, memecah keheningan dengan senyum hangat.
Alaric tersenyum kembali. "Sama-sama, Livia."
Selama ini, Alaric selalu menjaga jarak dengan perempuan. Dia sangat selektif, bahkan dalam memberikan senyuman sekalipun. Namun, dengan Livia, semuanya terasa berbeda. Ada kehangatan dan kedekatan yang membuatnya merasa nyaman dan bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALAIKAT DI TENGAH KITA (END)
RomanceAlaric Malvin Karta adalah seorang CEO sukses yang merawat keponakannya, Arkana Prince Karta, yang berusia lima tahun setelah kecelakaan tragis merenggut nyawa kedua orang tuanya. Kecelakaan tersebut membuat Prince yang ceria menjadi murung dan pend...