BAB 29 LAMARAN

107 28 16
                                    

Gavin menghela napas panjang, mencoba menenangkan gejolak di dalam hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gavin menghela napas panjang, mencoba menenangkan gejolak di dalam hatinya. Ia berdiri di depan cermin, menatap bayangan dirinya yang kini berbeda dari yang dulu. Setelah melalui banyak pergulatan batin, ia akhirnya memutuskan untuk melepaskan Livia dari hidupnya. Gavin tahu bahwa Livia bukan lagi bagian dari masa depannya.

Perlahan, ia mulai menerima kenyataan bahwa Siska, wanita yang sekarang berada di sisinya, adalah orang yang akan ia cintai. Meski cinta itu mungkin belum sepenuhnya hadir, Gavin bertekad untuk belajar mencintai Siska. Sebentar lagi, ia akan menjadi seorang ayah, dan tanggung jawab besar itu membuatnya semakin mantap untuk menjalani kehidupan baru bersama Siska.

Hari ini adalah hari pernikahannya, sebuah momen yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan. Namun, di balik senyum yang ia pancarkan, Gavin juga merasakan beratnya keputusan yang harus ia buat. Hari ini pula, ia memilih untuk mengubur nama Livia dalam-dalam di hatinya, meninggalkan semua kenangan masa lalu agar ia bisa melangkah maju dengan Siska.

Dengan tekad yang kuat, Gavin mengambil napas dalam-dalam sekali lagi, menyadari bahwa hidupnya kini berubah selamanya. Ia siap untuk menghadapi masa depan, menjalani peran barunya sebagai suami dan ayah, dan memberikan yang terbaik untuk keluarganya.

***

Alaric sebenarnya merasa malas menghadiri pernikahan Gavin. Baginya, acara itu hanya akan menjadi formalitas yang tidak terlalu penting, terutama mengingat hubungan mereka yang tidak terlalu dekat. Namun, setelah mendapat bujukan dari Livia, Alaric mulai melunak. Livia tahu bahwa Gavin pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya, dan meskipun hubungan mereka tidak lagi seperti dulu, ia merasa kehadiran mereka di acara itu adalah bentuk dukungan yang tepat. Alaric akhirnya setuju, meski hatinya masih setengah hati.

Mereka mengenakan pakaian yang senada, menciptakan kesan yang memukau. Livia tampak sangat cantik dalam gaun berwarna champagne yang anggun, sementara Alaric terlihat tampan dengan setelan jas hitam yang elegan. Keduanya tampak serasi, memancarkan aura keanggunan yang alami. Prince, yang tidak ingin ketinggalan, juga terlihat menggemaskan dalam setelan kecil yang mirip dengan Alaric, lengkap dengan dasi kupu-kupu. Ketiganya tampak seperti keluarga kecil yang harmonis, memikat perhatian siapa pun yang melihat mereka.

Livia dengan penuh kehangatan memberikan ucapan selamat kepada pasangan pengantin. Ia melangkah menuju Siska, menjabat tangan wanita itu dengan senyuman lembut. Siska, yang merasakan beban emosional, menatap Livia dengan penuh rasa penyesalan. "Aku minta maaf padamu," ucap Siska pelan, suaranya nyaris tak terdengar.

Livia menatapnya dengan penuh pengertian. "Untuk apa?" tanyanya, mencoba memahami maksud dari permintaan maaf tersebut.

Siska menghela napas sebelum menjawab, "Karena aku telah merebut Gavin darimu."

Livia tersenyum lembut, merasakan kedamaian dalam dirinya. Ia telah sepenuhnya melepaskan Gavin dari hatinya; tidak ada lagi rasa suka atau cinta yang tersisa untuk pria itu. Kini, hatinya dipenuhi oleh satu nama: Alaric. Ia merasa bahwa Tuhan telah mengirimkan malaikat kecil—Prince—sebagai perantara yang mempertemukannya dengan Alaric, mengisi kehidupannya dengan kebahagiaan baru dan cinta yang tulus.

MALAIKAT DI TENGAH KITA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang