Pipi Diego pun tak kalah bersemu merah, antara malu dan juga marah. Ia menarik celananya yang menggantung di bokongnya yang semok, lalu mengetatkannya kembali untuk melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Sementara Tsanna tampak merenung, perkataannya kembali menahan langkah Diego, kali ini, lelaki itu benar-benar marah mendapat pertanyaan tersebut.
"Sebenarnya papa itu nggak ngizinin Lula sama Yuga, karena ayah, atau karena belum bisa selesai dengan masa lalu papanya Lula?"
Beruntungnya, Diego tidak mau meluapkan emosinya kepada Tsanna. Jemarinya mengepal kuat, memastikan celananya sudah terpasang dengan rapi, kemudian ia berjalan meninggalkan Tsanna tanpa menjawab pertanyaannya.
꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷
Waktu terus berlalu, kini challenge Yuga dan Lula sudah memasuki bulan yang ketiga. Keduanya masih tetap bersama-sama, menjalani hubungan romantis versi mereka, dan tetap menyembunyikannya di depan Diego dan juga Tsanna, serta keluarga yang lainnya.
Beberapa kali dalam seminggu, Yuga selalu menyelinap ke kamar Lula, untuk tidur bersamanya, dan meminta jatah kekasih dan meniduri Lula dengan sesuka hatinya.
Akan tetapi ada yang berbeda dengan gadis itu. Lula tidak pernah lagi mengupdate akun sambatnya, dan juga tidak pernah cemburu. Terang saja, sesekali Yuga pernah sengaja mendekati gadis-gadis di club, membawa mereka untuk menginap, namun hingga Yuga masuk ke dalam kamar yang ia sewa, tidak ada Lula yang mengejarnya, atau meneleponnya. Bahkan, satu pesanpun tidak lagi singgah di ponselnya.
Esok harinya, seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Lula terlampau menyibukkan diri dan tenggelam dengan pekerjaannya, bahkan ketika mereka berkumpul, gadis itu sangat sedikit sekali menaruh perhatian kepada Yuga.
Seperti hari ini, di apartement Jimmy mereka berkumpul bersama-sama. Melakukan kegiatan menyenangkan masing-masing, bermain game, gossip, berpacaran, dan lain hal. Beberapa dari mereka menonton Netflix, begitu juga Lula yang kini duduk di sofa, dirangkul oleh Yuga, namun matanya fokus menatap Macbook di atas pangkuannya, dan hal tersebut membuat Yuga jengah bukan main.
Yuga menarik dagu Lula, dan melepas kacamata gadis itu.
"Hm?" Tanya Lula pelan.
"Kapan selesainya? Tiap hari kerja terus," Yuga mengecup bibir Lula, memagutnya sebentar, kemudian mengusap-usap pipi Lula yang kini tersenyum kecil, namun menunjukkan lekukan dalam persis seperti sang ayah, "bisa nggak kalo lagi sama mas, jangan kerja?"
Lula mengangguk, dan menutup Macbooknya. "Udah," ucap Lula pelan. Ia menarik segaris senyum, menatap Yuga sejenak, kemudian merebahkan kepalanya di lengan Yuga. Gadis itu mengucek matanya, dan menghela nafas pelan.
Yuga memperhatikan, memperhatikan Lula yang semakin hari semakin—berubah? Tapi apa yang berubah? Lula masih menerima segala perlakuannya, malah tidak ada pertengkaran yang terjadi di antara mereka. Semuanya terlihat normal, bukan?
Jemari Yuga menelusup masuk ke sela kemeja Lula, mengusap perut rata Lula, dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Lula. "Bukan disuruh nonton, tapi disuruh perhatiin pacarnya sayang."
Lagi, Lula mengecup surai Yuga yang ada tepat didepannya, "apanya yang mau diperhatiin? Ini di sayang-sayang begini, hm?" Tanya Lula.
Mereka berdua, berbicara begitu pelan. Sementara yang lain terlihat sibuk dengan kegiatannya sendiri.
Yuga serba salah, ia bahkan bingung apa yang salah dengan mereka? Ia tak ingin Lula mencintainya, namun jika seperti ini, ia merasa Lula benar-benar tidak mencintainya. Lalu, apa sebenarnya mau Yuga? Mau dicintai, atau tidak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rival Baddies! [✔️]
Romance21+ || Explicit 'ℛ𝒾𝓋𝒶𝓁 ℴ𝓇 𝓁ℴ𝓋ℯ𝓇?' Sepasang muda mudi yang terus bersaing, siapa yang paling nakal di circle mereka. Lalu bagaimana jika keduanya terjebak dalam permainan Truth or Dare, yang membuat mereka harus menjadi sepasang kekasih seper...