11. Tak Seperti Dirinya

36 23 15
                                    

"Aku kira dia sudah baik-baik saja. Nyatanya dia kembali terluka."

#Riski

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

#Riski

Sore ini aku bersama beberapa teman masa SMA reuni di sebuah kafe di Bandung. Kebetulan mereka ada yang kuliah dan ada pula yang memang berasal dari sini (ceritanya pulang kampung). Salah satunya aku sekalian menempuh sekolah pilot di Bandung Pilot Akademi. Almarhum ayahku juga berasal dari kota yang dikenal sebagai Paris van Java ini. Sehingga kami memanfaatkannya untuk bertemu.

Aku sedikit kaget ketika mendengar suara ribu-ribut dari sisi lain kafe setelah aku kembali dari toilet. Secara bersamaan namaku turut dipanggil dan ternyata itu Marisa. Aku menoleh pada sumber suara.

''Riski, mantan lo nih,'' teriaknya dari jaraknya gak begitu jauh dari tempat kami berkumpul.

Mantan.

Aku sempat membeku ketika mendengar kata mantan. Akan tetapi sepersekian detik kemudian kepalaku memutar memori tentangnya. Mataku tertuju pada seorang perempuan dengan rambut panjang tergerai di hadapan Marisa. Perempuan itu senantiasa menunduk seperti gak berani menoleh. Mantan. Gumamku sekali lagi. Aku hanya punya satu mantan pacar dan setahuku, dia sudah berubah setelah memutuskan hubungan kami. Dia menjadi gadis berhijab yang kecantikannya gak pernah pudar meski sudah tertutup tapi, ini siapa?

Siapa yang kulihat di hadapan Marisa?

Perempuan itu gak mungkin dia, 'kan? Memang sih, setahuku Kania juga pergi ke Bandung bersama sahabatnya, Arum untuk kuliah di sini tapi, apa iya itu dia?

Jujur, aku masih kaget. Perlahan aku melangkah mendekat ke mereka untuk memastikan kebenarannya.

''Kania?'' Aku coba memanggil namanya tapi dia gak menoleh sama sekali. Malah semakin memalingkan wajah. Apa iya, perempuan ini benar-benar Kania.

Jantungku mencelos saat mendapati seorang laki-laki berperangai dingin menarik perempuan itu dan mendekapnya. Gak. Dia gak mendekapnya, hanya membalik tubuh perempuan itu. Bergerak perlahan meraih tangan perempuan itu seolah ingin menyalurkan kekuatan.

''Widih Kania, lo lepas hijab buat cowok ini? Keren sih tapi gila. Lo bener-bener munafik.''

''Ki lihat nih mantan kamu,'' sahut Bela ikut-ikutan.

Aku masih setengah percaya dengan apa yang kulihat ini.

''Tapi ya gapapa sih. Riski kan udah gak punya perasaan sama Kania. Secara dia udah punya Gita. Gue akui sih selera Kania oke. Secara bodynya aja mirip Riski. Ups, jangan-jangan lo ya Kania, yang gak bisa move on setelah lo putusin Riski dan sekarang malah lepas hijab.''

Aku rasa dia memang benar-benar Kania, mantan pacarku sejak SMP hingga pertengahan SMA. Aku gak tahu ada alasan apa sehingga dia melepas hijabnya seperti ini bahkan sekarang sudah punya pacar baru kayaknya. Pasti sesuatu telah terjadi pada diri Kania.

''CUKUP!'' bentakku yang hampir bersamaan dengan cowok itu.

''Kamu terlaluan Marisa.'' Akhirnya aku buka suara.

''Kalian siapa berani menghina Kania seperti itu?'' Kali ini cowok itu juga buka suara. Dia terlihat marah sekali. Ternyata perempuan ini benar-benar Kania. Cowok itu menyebut namanya.

''Aaah~ kita temen lamanya. Lagi reunian. Kamu pacarnya Kania, 'kan?''

Cowok itu gak menggubris pertanyaan Marisa. Sebaliknya, dia memanggil waiter perempuan.

''Ada apa, Mas?'' si Waiter menghampirinya dengan ramah.

''Kamu lihat deretan bangku di sana,'' Cowok itu menunjuk kearah yang ditunjuk Marisa barusan, teman-temanku yang sedang berkumpul bersama. ''Jangan minta bon dari mereka. Biarkan mereka makan sepuasnya. Anggep aja ini traktiran dari Kania untuk teman-teman lamanya.'' Raga menekan kalimat terkahir pada kalimat, 'teman-teman lamanya.'

Fiks, cowok ini pasti pacar baru Kania. Buktinya dia melakukan hal-hal seperti ini. Siapa lagi yang mampu melakukannya jika gak demi pacar sendiri, 'kan?

''Tapi dengan syarat.'' Cowok ini mengangkat telunjuknya. ''Jangan biarkan wanita ini masuk ke sini lagi. Ngerti?''

''Baik, Mas.''

''Lah kamu siapa sok-sokan bilang kayak gitu?'' Marisa protes

''Yang punya kafe.'' Kali ini suara cowok lagi. Datang menghampiri kami dengan tampang songong yang membuat Marisa dan Bela terdiam.

Usai pertengkaran singkat itu, Kania dan dua cowok itu pergi. Bahkan sekarang Kania bermain bersama laki-laki. Padahal, dulu dia setelah memutuskan untuk berhijrah, Kania sebisa mungkin menjaga jaraknya dengan para kaum Adam. Aku gak akan menghujat apapun keputusan Kania. Aku hanya kaget kenapa Kania bisa jadi seperti ini?

''MARISA!''

Saat aku hendak kembali ke tempat reuni kami. Aku medengar suara dengan nada tinggi memanggil nama Marisa. Suara yang amat kukenal.

Marisa menoleh. Aku turut menoleh juga. Dalam hitungan detik perempuan dengan masker hitam menutupi wajahnya melewatiku lalu ...

TAK!

Kania menamparnya. Dia menampar Marisa. Suara tamparan itu terdengar nyaring sekali dan menarik perhatian semua orang.

''Dasar jalang sialan." Kania mengumpat.

Aku tambah syok mendengar Kania bahkan kini bisa mengeluarkan kata-kata kotor seperti itu. Dia terlihat marah sekali. Agaknya ada emosi terpendam yang kini meledak bagaikan bom. Kania berbalik meninggalkan Marisa yang syok dan marah tentunya. Ketika sekali lagi dia melewatiku, mata kami sempatan bertemu. Walau sekilas, aku benar-benar mengenali tatapan mata yang dingin itu.

Tanganku mengepal di samping badan. Aku sangat ingin menarik tangannya dan memeluknya. Seperti halnya dulu ketika dia bersandar padaku.

Apa yang sebenarnya terjadi sama Kania? Kenapa dia begitu banyak berubah? Aku tahu, aku mungkin dulu pernah menjadi pacarnya. Hanya saja, empat tahun kami menjalin hubungan Kania memang gak begitu banyak menceritakan tentang dirinya. Disaat dia tiba-tiba menangis menelponku untuk meminta bertemu. Kemudian dia hanya menangis dalam pelukanku. Salahku yang gak pernah bertanya alasan yang membuat dia menangis. Aku berpikir bahwa aku gak akan memaksanya untuk bercerita kalau dia gak menginginkannya. Ketika dia tiba-tiba marah dengan alasan yang aku juga gak tahu dan aku gak pernah bertanya. Aku hanya membiarkan dia meluapkan semua emosinya sampai benar-benar tenang.

Sekarang aku sadar, aku gak tahu apa-apa soal Kania. Aku gak tahu. Aku bodoh karena gak mengetahuinya.

   Dan aku bodoh karena membencinya.

#Pensi #eventpensi #pensivol12 #teorikatapublishing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

#Pensi #eventpensi #pensivol12 #teorikatapublishing

Kemana Aku Harus Pulang? ✔️ [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang