3. Kambuh Lagi

103 59 50
                                    

''Kamu adalah obat penenang yang bisa menghentikan kegelisahanku.''

#Kania

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

#Kania

Hujan sedang turun ketika aku menunggu Riski di musholla. Dia masih ada kelas katanya. Mana aku gak bawa jaket. Udara dingin menusuk kulitku. Lengan seragam yang tadinya kugulung hingga siku, aku memanjangkan dan mengancingkannya. 

    Aku melirik sekali lagi ke arah gedung C tempat kelas Riski berada tapi, belum ada tanda-tanda kelasnya berakhir. Aku menghela napas menge-check pesan whatsapp dari Riski. Pesan terakhirnya berupa PAP dia sedang di kelas dan bapak berkepala setengah pelontos sedang mengajar di depan kelas menghadap papan tulis. Bapak itu terkenal suka mengambil waktu apakagi saat jam-jam pulang seperti ini.

Oh iya, sekarang kami sudah kelas dua SMA. jadi senior nih. Tahun ini juga, hubungan kami masuk tahun keempat.

''Eh, hai,'' seseorang tetiba keluar dari pintu musholla dari bilik perempuan, menyapaku. Seorang gadis dengan kerudung panjang dan pin bunga di dada. Dia menghampiriku. Sepertinya dia anak rohis.

''Sendirian aja?'' tanyanya. Aku hanya mengangguk dengan mulut terkatup.

''Masuk yuk, di luar dingin.'' Ajaknya.

Aku sedang duduk di teras musholla menimang-nimang ajakan masuknya. Rasanya agak canggung dan terlebih aku sedang menunggu Riski. Khawatirnya Riski gak melihiat keberadaanku dan mengira aku pulang. Mana batre hape-ku tinggal lima persen.

''Ayo, gapapa kok,'' paksanya dengan halus.

Aku menghela napas dan akhirnya ikut saja. Sebelum batre hape-ku benar-benar mati aku menghubungi Riski kalau aku ada di dalam musholla, kalau-kalau dia sudah pulang dan bisa mencariku ke dalam.

Betapa terkejutnya aku ketika mendapati ada banyak muslimah di dalam. Mungkin ada sepuluh orang. Mana gorden pemisah antara jamaah laki-laki dan perempuan dibuka dan memperlihatkan para siswa yang jumlahnya lima orang duduk di depan sana. Aduh, fiks ini anak-anak rohis. Pada mau ngapain ya mereka. Apa mereka sedang mengadakan rapat? Maka, seharusnya cewek barusan gak ngajak aku masuk.

''Ini diminum.'' Cewek barusan menghampiriku lagi setelah aku duduk di antara kerumunan muslimah ini dengan canggung. Dia menyodorkan aku segelas teh hangat. Dari mana dia mendapatkannya? Setelah memperhatikan sekitar. Sepertinya semuanya memiliki gelas yang di dalamnya diisi teh.

Aku mengambilnya dan meneguknya sekali. Beberapa muslimah lainnya menoleh padaku, mereka tersenyum sembari menyapa dan mengajak berkenalan. Aku menampakkan senyum canggung sembari menggosok-gosok tengkukku yang gak gatal. Aku berharap Riski segera pulang dan menjemputku di sini agar aku bisa segera pergi dari pada berada disituasi awkward gini.

Tak lama setelah itu datang seorang pria berkemeja koko putih dan berpeci hitam dengan pakaiannya sedikit basah. Mungkin terkena percikan-percikan hujan saat menuju ke sini. Aku mengenalinya. Beliau ini salah satu guru agama islam di sini. Perawakannya gak begitu tua. Ya, sekitar tiga puluhan lah. Dia memberi salam dan seketika mereka semua berdiri untuk menyapanya. Yang cowok-cowok menghampiri sembari mencium tangannya. Sementara yang cewek-cewek hanya berdiri di tempat sambil menyatukan tangan di depan dada diringi senyuman sembari menjawab salam.

Kemana Aku Harus Pulang? ✔️ [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang