13. Aku Membenci Islam

28 18 18
                                    

"Manusia itu gak ada yang bersih. Bisa dibilang, mereka semua munafik. Bermuka dua."

#Raga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


#Raga

Setelah kejadian di kafe barusan aku membawa Kania pergi menjauh. Aku gak tahu ke mana yang penting pergi sejauh mungkin membiarkan dia meluapkan tangisnya sepanjang jalan. Tangannya melingkar erat dalam pelukkanku. Ini kali pertama kami bersentuhan sedekat ini. Selama dua tahun mengenal, aku juga baru mengetahui namanya. Gadis yang selama ini kami panggil dengan sebutan K, yang kami ambil dari julukan yang diberikan Lucas. Memilik nama asli Kania. K juga berasal dari inisial namanya.

Aku melajukan motor, terus ke arah utara menuju daerah pesisir. Aku menuju pantai paling jauh dari kota, tempat yang sekiranya gak banyak pengunjung agar Kania merasa lebih nyaman. Aku memililh pantai karena kupikir pemandangan senja nanti sampai pun pada angin serta ombak yang tenang akan membantu menjernihkan pikirannya. Kami menuju pantai Santolo.

Setelah sampai aku menggandeng tangannya menuju ujung pantai tempat orang-orang jarang berlalu-lalang. Kami jalan perlahan seperti sepasang kekasih. Kania gak protes sama sekali. Dia justru menggenggam tanganku lebih erat. Pandangannya senantiasa menunduk. Tangisnya sudah berhenti sejak tadi.

Kami duduk di tepi pantai. Duduk dengan tenang ditemani suara ombak yang pelan. Langit yang mulai ke-orange-an menandakan sebentar lagi senja akan tenggelam, digantikan oleh pekatnya malam. Untuk beberapa saat gak ada percakapan di antara kami.

''Aku munafik ya,'' gumamnya. Kania menekuk lutut dan menyandarkan kepalanya di sana. Tatapannya lurus menuju matahari yang hendak tenggelam di seberang sana.

''Lo tahu,'' sambungku sebelum dia melanjutkan obrolannya.

''Papa gue muslim.''

Dia menoleh seolah agak terkejut dengan apa yang aku sampaikan ini karena yang dia tahu aku ini kristen. Kemudian meluruskan kembali pandangannya. Aku pun turut menatap apa yang ia lihat di depan sana.

''Sampai usia gue tiga belas tahun, gue masih seorang muslim.'' Aku beri jeda beberapa saat. Sebelum aku melanjutkan kembali.

''Terus pindah ke agama mama gue, lo tahu alasannya apa?''

Kania menggeleng.

Aku tertawa miris. ''Cuman karena gak mau salat.''

Kami saling berpandangan. Kania agak terkejut mendengarnya. Aku menoleh seolah ingin menunjukkan kalau aku serius dengan perkataanku. Lalu kami menatap senja kembali.

''Bagi gue, salat itu ribet. Lima waktu dalam sehari apalagi salat subuh. Berat harus bangun pagi.''

''Pada awalnya, gue fine-fine saja sama islam selain salatnya. Terus suatu hari, gue dibuli dan lo tahu siapa pembulinya?'' Aku beri jeda sesaat. Dia menoleh dengan alis yang berkerut.

''Ya, muslim. Pembulinya muslim. Gue mulai benci dengan islam. Ternyata diislam mengajarkan kekerasan.''

Kania hendak membalas tapi keburu kulanjutkan. ''Begitu dulu yang gue pikirin.''

Kemana Aku Harus Pulang? ✔️ [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang