Bodohnya, dia selalu berpikir masih ada waktu yang tersisa. Semuanya akan sempat seperti biasanya. Dia tidak tahu dia mendapatkan kebiasaan dan arogansi ini dari mana. Semuanya membuatnya merasa begitu pintar kemudian mengolok-olok dirinya dengan begitu parah.
Saat ayahnya berkata akan pergi ke pengadilan pada hari Senin untuk mengurus perceraian, gadis itu tetap diam dan tidak bergeming. Dia bahkan tidak berusaha sedikitpun untuk membujuk kedua orangtuanya agar berbaikan, ataupun mendekatkan dirinya dengan ayahnya agar saat ayahnya pergi, dia akan ikut serta membawa [Name] meninggalkan perempuan gila itu.
Awalnya dia kira mereka akan sempat berbaikan. Hari ini hari Sabtu dan hubungan mereka akan membaik begitu saja sebelum hari Senin tiba. Tetapi dia salah. ketika hari Senin tiba, di bawah mentari yang bersinar tepat di atas kepala, dia tidak menemukan ayahnya lagi. Sewaktu itu dia merasakan bahagia tak kepalang, tentang bagaimana ibunya akan sering tidak di rumah uuntk tidak bekerja. Perasaan itu kekanak-kanakan. Seharusnya waktu itu dia merasa sedih karena tidak sempat membujuk ayahnya membawanya pergi dari ibunya.
Hal ini terjadi lagi, untuk ratusan kalinya. Tetapi gadis itu heran, mengapa dia tetap tidak jera dan menjadi lebih berhati-hati? Selama ini tidak pernah terpikirkan olehnya sebuah kondisi dimana ibunya akan berhenti menghasilkan uang. Jika dia memikirkannya secara objektif, ini memang kesalahannya. Seharusnya dia menahan dirinya saat itu karena waktu yang tersisa tidak sebanyak itu.
Dia mengingatnya dengan jelas namun samar, terasa mengawang di kepalanya. Bagaimana hari itu sedang turun hujan dengan deras, jam dinding di hotel itu menunjukkan pukul tiga sore, keramaian dari obrolan kerumunan yang terus terdengar dari sebelum mereka memasuki lift. Tangannya kala itu menggenggam sebuah piagam penghargaan dan kotak merah yang berisikan medali. Senyuman masih terukir di wajahnya saat membayangkan bagaimana dia akan memamerkan kemenangannya pada Senku dan Byakuya.
Lift itu berdenting, memberitahu mereka bahwa mereka telah tiba di lantai dasar hotel. gadis itu melangkah keluar dengan pandangan tertutupi kerumunan di depannya. Ketika kerumunan itu akhirnya menjauh darinya, barulah dia dapat meluaskan garis pandangannya. Saat itu juga kakinya terpaku. Matanya berkedut dengan sendirinya begitu melihat apa yang ada di depannya.
Selama ini, dia hanya mengira ibunya hanya pergi bersenang-senang setelah bekerja. Ternyata itu juga salah satu bentuk arogansi miliknya?
Ibunya berdiri di situ, kepalanya mendongak ke atas dan sibuk beralih ke kanan dan ke kiri, meminta perhatian dari kanan dan kirinya. Berapa kalipun gadis kecil itu mengedipkan dan memicingkan matanya, pakaian yang dikenakan ibunya sama sekali buukanlah pakaian yang akan diterima di sebuah lingkungan kantor. Tangan-tangan itu hingap di tubuh ibunya begitu saja dan bagaimana ibunya tidak mempermasalahkan kekurangajaran itu.
Selama itu ibunya bekerja sebagai perempuan lacur. Detik itu juga, dada gadis itu teremas, merasa dikhianati. Air mata menggenang pada pelupuk matanya, tanpa disadarinya saat berkedip air itu menuruni pipinya. Rasa mual datang begitu saja, menggerogoti seisi perut dan kerongkongannya. Dia merasakan penghinaan yang amat besar saat ini, akan bagaimana dia terus hidup dengan uang yang dihasilkan oleh perempuan gila itu. Ibunya sungguhan seorang lacur kotor sebagaimana dia mengumpatinya selama ini.
Kala itu, entah dengan arogansi jenis apa lagi yang dimilikinya, dia tak dapat menahan dirinya. Dengan rasa mual di dada, dengan mata yang terasa perih, dia menghampiri ibunya. Dia menarik tangan itu, bertanya dengan suara yang bergetar, "Apa yang ibu lakukan!"
Saat mengucapkan kata ibu, rasanya dia malu tak kepalang. Air matanya mengucur bertambah deras, menitik membasahi sertifikat yang dipegangnya. Dia menatapi wajah ibunya, kali ini penuh rasa heran, rasa penasaran, rasa tak percaya, rasa ingin mempercayai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opportunity [I. Senku x Reader]
Fanfiction"Meski Merkurius lebih dekat dengan matahari tetapi Venus memiliki temperatur yang lebih panas. Kok bisa begitu? Terdengar keren!" Tanya gadis itu antusias. Matanya berbinar-binar kala mendengarkan ocehan dari anak laki-laki dengan sejuta pengetahua...