9 : サルファ剤 [Sarufazai]

663 109 8
                                    

"Kau tidak ikut lomba statistika itu?" Gadis cantik itu terdengar sangat kecewa. Masa dia harus pergi lomba sendirian? Wah, pasti itu akan menyiksa. 

"Ya, itu tabrakan dengan lomba fisika ku." Senku menjawab sembari mengambil salah satu buku bertajuk "Estimation and Control of Aerospace System". Itu seharusnya salah satu mata kuliah S2 aerospace engineering. 

"Yah... " Gadis itu mengulum bibirnya, membayangkan bagaimana dia akan sendirian di dalam ruangan lomba itu. Kedua remaja pecinta sains itu lalu berjalan ke salah satu meja di pojok perpustakaan kota itu. Disana mereka duduk, membuka buku pilihannya dan membaca dalam tenang. 

"Sumpah. Berapa kalipun kupikirkan, Enstein sangat sangat sangat sangat sangat keren." Gadis itu menutup buku mengenai teori relativitas itu, mencoba berteriak dalam diam. Bagaimanapun teori dari bapak relativitas terasa sangat jelas, seperti meyakinkan ulang bahwa segala sesuatu di alam semesta ini memiliki sistematika yang hebat. Semua rasa puas kembali ke dadanya tiap kali dia memahami buku ilmuwan hebat itu.

"Ha? Apa kau tidak bosan membaca tentangnya terus?" Senku mengangkat pandangannya dari buku. Sepertinya dia mulai terusik dengan kaki sang gadis yang terus berayun di bawah meja. Alisnya bertaut, mata krimsonnya menatapi wajah [Name] lekat. 

"Tidak!" Gadis itu menjawab cepat, dia terkekeh perlahan. Kakinya dengan sengaja menendang kaki Senku di bawah meja.

"Kekeke... Dasar sinting." Pemuda itu menggelengkan kepalanya perlahan, kemudian menatap ke buku bacaannya lagi. [Name] membuka buku kedua yang dibawanya setelah menyelesaikan ritual wajib membaca buku relativitas milik Einstein. Kali ini dia membaca mengenai aktivitas yang dilakukan matahari. Bagaimana bintang mengubah Hidrogen menjadi  Helium, serta bagaimana dia melindungi semua tata surya dari radiasi kosmik. 

Sekitar dua jam sudah berlalu. Dia sudah berada di pertengahan buku saat matanya mulai terasa berat. Dia mengangkat pandangannya ke atas, mendapati Senku yang tampak sangat menawan diterpa oleh cahaya kemerahan Sang Matahari. Oh Tuhan, mengapa perasaan geli yang aneh itu datang kembali di dadanya.

Kemudian dia melipat kedua tangannya di atas meja, meletakkan kepalanya di atas lipatan tangannya. "Senku, bangunkan aku 20 menit lagi." Ujarnya memejamkan mata. 

================================

[Name] memijat pelipisnya sembari bernapas lega. Tiba-tiba saja Ginrou menggila dan mulai berambisi untuk menjadi kepala desa. Dia sungguh terasa seperti bajingan. Tidak, dia memang bajingan. Untungnya Senku berhasil mengalahkan pemuda gila itu. Dia tidak boleh menjadi kepala desa! Dan pastinya semua orang berpikir hal yang sama, melihat sorak gembira saat Senku menang. 

"Seluruh desa terlihat menyatu!" Seru Suika gembira. 

"Ya, dengan ini kita bisa mengubah desa ini menjadi kerajaan sains... Dan menyelamatkan Ruri..." [Name] menyadarinya, pemuda itu jatuh tertidur setelah perasaan tenang memenuhi dadanya. Bagaimana pun wajar jika dia pingsan setelah dipukuli Magma tadi. 

Tetapi apa ini? Rasanya [Name] gelisah. Dia tidak tenang, sungguh. Sialan. Hanya hal itu yang terlintas di kepalanya. Perasaan menyesal sedikit menggerogoti dadanya. Andai saja dia tidak mendundurkan diri tadi. Tidak, mengapa dia gelisah begini? Bagaimana pun anggota mereka yang menang. Ini adalah kemenangan mutlak. 

"Nah, ini adalah final. Sisanya aku hanya perlu kalah dengan sengaja. Chrome, kau akan menikahi Ruri dan menjadi kepala desa. Keh Ha ha ha!" Tawa puas terlukis indah pada wajah rupawan sang ilmuwan. "Dan semua akan berakhir bahagia!"

"Cepat bangun dan..." Tawa itu lenyap saat dia menyadari tidak ada pergerakan dari Sang Petualang.

"Eto, dia kehilangan kesadaran." Suika mengelus kepala Chrome perlahan. Senku menghela napas lega, bocah itu tidak meninggal. 

Opportunity [I. Senku x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang