Bab 36 | Renala: Kenangan

257 44 100
                                    

Meski sempat stuck di tengah2 chapter, alhamdulillah bisa dipublish juga 😊

Happy Reading ❤️

🍁🍁🍁

Ini mimpi kan? Aku sadar benar ini mimpi. Berdiri di rerumputan hijau, disini terang sekali. Matahari bersinar terik di atas kepala, namun aku tak merasa panas sama sekali. Di depanku ada sebuah taman bermain persis di samping sebuah sekolah yang tak asing, TK Cahaya Mentari.

Terlihat anak kecil sedang menaiki perosotan berulang-ulang. Tertawa riang ketika tubuhnya meluncur. Sekolah sepi, mungkin memang sudah waktunya pulang. Sementara anak ini masih bermain sendirian.

"Awhhhhh!!" Terdengar pekikan kecil ketika anak itu terjatuh saat berlari di bawah perosotan. Spontan aku mendekat, namun seorang wanita, lebih dulu menghampiri anak kecil itu. Mungkin dia ibunya.

Deg!

Jantungku berdentum begitu mengenali sang Ibu. Dia bundaku.

"Sshhh.... Nala nggak pa-pa kan? Mana yang sakit?"

Aku membekap mulut. Kufokuskan pandangan pada anak kecil yang dipanggil Nala. Rambut hitam dikuncir dua, pipi bulat dengan mata hitam jernih. Itu aku. Seketika aku tersadar. Ini bukan mimpi. Ini kenanganku.

Anak itu tak menangis meski kedua lutut dan telapak tangannya lecet. Sementara Bundanya sangat khawatir, meniup lutut sang anak yang sedikit berdarah. Anak itu hanya meringis. Lalu sang bunda menggendong dan membawa anaknya pergi.

Aku berniat mengikuti mereka, namun kemudian kakiku seperti terangkat dan latar berubah.

Ini dapur rumah kami. Aku melihat diriku berusia lima tahun kurang lebih, duduk di meja sambil mengaduk-aduk tepung di baskom kecil. Disampingnya Bunda tengah menguleni adonan, tersenyum geli melihat putri kecilnya. Wajah tembam yang terkena tepung dengan bibir mungil mengerucut, terlihat sangat serius dengan whisk di tangannya.

Aku ingat hari itu Bunda membuatkan donat aneka topping untukku. Aku makan banyak hingga kekenyangan. Namun tak lama kumuntahkan lagi, perutku kram karena kebanyakan polah saat bermain. Aku tak pernah makan donat lagi sejak saat itu.

Latar berubah lagi. Aku berada di sebuah pusat perbelanjaan. Di depan tampak Bunda sedang berdebat dengan seorang wanita. Nala kecil berada di belakang Bunda, tampak ketakutan.

Aku mendekati mereka. Astaga! Wanita ini Tante Ira. Aku mengenali pandangan jijik itu. Sama seperti yang selalu dilayangkannya padaku. Namun sebelum aku mendengar apa yang mereka perdebatkan, lagi-lagi kakiku seolah terangkat dan latar kembali berubah.

Kali ini aku tidak melihat kejadian itu, tapi aku berada dalam tubuh kanak-kanakku. Bunda terlihat cemas, air mata tak hentinya mengalir. Dia menyuruhku tetap bersembunyi dan menunggu beliau sendiri yang membuka lemari tempatku berada sekarang.

Beliau memasangkan headphone karakter kelinci milikku, musik klasik langsung memenuhi gendang telingaku. Ini musik yang sama, yang biasa kami dengar ketika bersantai berdua (terkadang bertiga dengan Ayah) sambil menikmati teh dan biskuit di ruang keluarga.

Bunda menutup lemari. Cahaya dari kamar menelusup masuk melalui angin-angin di pintu lemari tempatku bersembunyi. Meski sempit, disini nyaman. Wangi Bunda menempel pada baju-bajunya yang tergantung. Tanpa terasa aku tertidur, meski sedikit cemas menunggui Bunda.

Mataku mengerjap ketika pintu lemari terbuka lebar. Yang pertama kulihat bukan Bunda, melainkan Kak Shaka.

"Kak Shaka, Bunda Nala mana?"

Tanpa banyak bicara Kak Shaka menggendongku setelah melepaskan headphone yang masih terpasang ditelingaku. Aku dibawanya ke ranjang Bunda. Dia keluar sebentar untuk mengambilkanku minum. Aku merasa lemas. Perutku keroncongan.

Sad Things About Renala [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang