*selamat membaca*
Semoga kalian suka karya aku😊
~~~Galen masih terdiam di tempatnya, bahkan setelah beberapa menit berlalu sejak Gavin, kakak laki-laki yang dulu tidak pernah melihat ke arahnya, tidak memperdulikan keberadaan, tiba-tiba saja memujinya tampan, benar-benar hal langka yang seharusnya dia rekam untuk di pamerkan pada teman-temannya kalau kakak laki-laki yang dulu tak pernah menganggapnya ada kini memuji dirinya, namun sekarang harus seperti apa ia bereaksi pada kakaknya itu?
Lalu bagaimana dengan Gavin yang kini berjiwa seorang Kavin? Pemuda itu juga masih diam, memperhatikan sang adik yang terdiam kaku, tak tau harus merespon bagaimana.
"Kakak ke kamar dulu." Kavin akhirnya berucap sembari mengusak kepala Galen, membuat rambut adiknya sedikit berantakan, tak lupa tersenyum tipis, lalu langsung berlalu dari hadapan Galen, ke kamarnya, pintu berwarna putih dengan kalimat bertuliskan; Gavin's Room disana.
Masuk ke dalam sana tanpa ragu, sayangnya langsung di sambut kegelapan, lampu kamar di matikan, Kavin langsung meraba dinding sekitarnya hingga berhasil menemukan saklar lampu, menekannya dan boom berantakannya kamar itu membuat Kavin shock, tiga botol alkohol tergeletak di lantai, serta dua botol obat, ranjang luas dengan ukuran king size itu juga sangat berantakan, pakaian kusut, selimut, bantal semuanya di letakan di atasnya, berantakan membuat seseorang akan berfikir ribuan kali untuk tidur disini.
"Astagfirullah." Berkali-kali ia merapalkan kalimat itu untuk menenangkan hatinya, ah ia jadi teringat sesuatu, sesuatu yang selalu dia lakukannya, selama dirinya menjalani hidupnya sebagai Kavin.
"Astagfirullah!" Kali ini pekikan yang terdengar, bukan, bukan karena kamar berantakan itu melainkan teringat akan kewajibannya sebagai muslim, terhitung tiga hari di tambah sholat subuh juga zhuhur yang terlambat dirinya kerjakan. "Terhitung 17 kali terlewatkan."
Ingin menangis namun bagaimana, ia harus apa? Menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya, mencoba untuk tenang, lebih baik dirinya merapikan kamar super berantakan ini dahulu yang mungkin membutuhkan berjam-jam.
***
"Alhamdulillah!" Seruan girang itu terdengar menggema di kamar yang sudah rapi itu, bersamaan dengan Kavin yang kini berbaring terlentang di atas ranjang, dirinya pun sudah bersih dan wangi karena baru selesai mandi tadi, rasa lega itu membuatnya bisa tenang sekarang.
Walau pun membutuhkan setengah jam untuk dia menyingkirkan botol-botol minuman haram milik Gavin yang asli, ini terbilang berlebihan, tetapi dia adalah Kavin dengan segala sifat random nya oleh karena itu membuang tiga botol itu, ia harus mengunakan masker wajah tiga lapis, sarung tangan yang lebih dari tiga lapis untuk melindungi tangannya,, seolah dia tengah membersihkan kotoran hewan.
"Selesai." Ia memejamkan matanya sejenak, sebelum suara dering ponsel tiba-tiba membuyarkan lamunan, alarm yang berbunyi dari ponsel di atas nakas membuat Kavin mengahlikan atensinya, benda pipih yang ternyata milik seorang Gavin.
Ashar !
"Kalau gak sholat buat apa alarm nya? Apa sebenarnya Gavin diam-diam sholat?" tanya Kavin, alarm itu sepertinya sengaja di tepat kan beberapa menit sebelum masuk waktunya sholat, apa Gavin diam-diam melaksanakan kewajibannya? Enggan untuk memikirkannya, pemuda itu lebih memilih mematikan ponsel keluaran terbaru itu, lalu langsung pergi untuk menganti pakaiannya, sayang sekali ia tidak memiliki baju Koko, sekarang dia harus apa? Namun satu ide terlintas di otaknya, dengan segera berlari keluar kamar, mungkin saja anggota keluarga yang lain memiliki Koko yang muat untuknya.
Langkah yang akan ia bawa untuk mencari sang mama di lantai bawah berhenti ketika melihat si sulung tengah melangkah mendekatinya, ralat, bukan ke arahnya melainkan menuju kamar pemuda itu sendiri.
"Emm, bang," panggilnya, ragu-ragu untuk meminjam baju dari kakaknya itu, namun niat tersebut tak di urungnya, ia tetap akan meminjam pada kakaknya itu, karena selama menjadi Gavin dirinya sudah terbiasa dengan pakaian yang seharusnya di kenakan ketika sholat di masjid membuatnya tak nyaman jika hanya mengunakan kaos biasa.
"Kenapa?" sahut Garvin bertanya, ia jelas memperhatikan gerak-gerik adik keduanya yang nampak ragu untuk berbicara itu, namun sebelum kembali bersuara untuk kembali bertanya, Gavin sudah berucap duluan, menjawab pertanyaannya.
"Punya baju Koko gak sama peci? Pinjam boleh?" Nada ragu terdengar jelas, namun bukan itu masalahnya untuk Garvin, hanya saja sedikit terkejut dengan pertanyaan dari Gavin namun tetap bersikap tenang seolah hal itu sudah biasa di hadapinya, padahal ini pertama kalinya setelah sekian tahun.
"Boleh," jawab Garvin, ia memberikan isyarat kecil agar Gavin mengikuti langkahnya ke kamar, sang adik hanya mengikutinya dengan senyuman lebar, wajah yang sedikit mirip dengan si bungsu itu ternyata cukup mengemaskan, atau sangat menggemaskan untuk Garvin yang amat menyukai anak kecil untuk di manjakan ini?
Masuk ke kamar, pemuda 25 tahun itu langsung mengambil pakaian yang adiknya ingin pinjam, satu baju Koko berwarna putih kebiruan langsung ia serahkan untuk adiknya serta satu peci hitam, tentunya langsung di terima baik oleh Gavin.
Sang adik langsung berlalu pergi setelahnya, untungnya sebelum sepenuhnya menghilang di balik pintu, Gavin berjiwa Kavin itu sempat mengucapkan terima kasih pada si sulung, tak peduli apapun ia langsung menganti pakaiannya saat sampai di kamar, tak lupa kacamatanya, lantas setelah semuanya selesai, Kavin langsung berlalu pergi darisana.
Melangkah dengan sedikit santai sembari tak lupa untuk terus berdzikir pelan, tak ada tasbih di genggamnya, ia bisa mengunakan tangannya, saking fokusnya, dirinya sama sekali tidak sadar kalau ia sudah di tatap dengan tatapan tercengang dari si bungsu yang juga sudah rapi, agaknya, pemuda enam belas tahun itu juga terbiasa sholat di masjid sepertinya, selama menjadi Kavin.
"Kak Gav gak kerasukan setan baik kan?" gumam Galen pelan, sayangnya pertanyaan tersebut masih bisa di dengar oleh kakak ketiganya itu.
"Emang setan baik ada?" tanyanya pada Galen yang masih menatap dirinya dengan tercengang, semakin tercengang saat Gavin tersenyum padanya, tadinya Galen fikir kejadian puji memuji di lantai atas hanyalah khayalannya semata, namun sepertinya pemikiran itu sangat salah.
"Gavin sholat juga?" tanya Garvin, pemuda itu juga sama, siap melaksanakan kewajibannya, walau kini dirinya masih tak percaya akan fakta kalau Gavin sholat, bersama mereka di masjid, apa pemuda itu tau bacaan serta gerakan sholat?
Berbeda jauh dari pemikiran Garvin, Kavin malah merasa keluarga ini sangat kompak, sama seperti keluarganya sebelumnya, rindu yang tadinya sempat terlupakan, malah kembali membuat sesak di dadanya, lupakan itu Kavin, semua itu hanyalah masa lalu.
Belum sempat Kavin menjawab adzan sudah berkumandang, terdengar jelas karena jarak masjid dari rumah memang tak jauh, ia hanya mengangguk saja sebelum akhirnya langsung melangkah keluar, ini ada suasana yang sangat Kavin suka, perjalanan menuju masjid, entah mengapa terasa indah ketika langkah itu di bawanya menuju tempat ibadah bagi para umat muslim.
~tbc~
Terima kasih udah membaca!!
Kalau ada typo komen, beritahu aku ya, biar bisa di revisi😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Kavin to Gavin
RandomKavin Ardana Adiputra, hidup sederhananya harus menghilang begitu saja saat ia mendapati dirinya terbangun di tubuh seorang pemuda, Gavin Ardian Adhlino, seorang antagonis jahat dalam salah satu novel online yang pernah ia baca. Huh, harus apa ia se...