23 - Galen pergi?

1K 89 32
                                    

Selamat membaca semoga suka!!

~~~

"Kenapa bisa tau sejak awal?"

Kavin menoleh ketika tanya dari Garvin terlontar, ia menatap sulung di sampingnya ini, tadi setelah mendengar fakta yang mendadak itu Garvin langsung pergi, yang juga langsung diikuti olehnya tanpa peduli dengan keadaan ayahnya di ruang kerja itu, hingga mereka berakhir di taman ini, duduk bersebelahan di bangku taman yang sunyi ini.

"Kayaknya saat itu Gavin bangun tengah malam, karena bosan terus jalan-jalan sampai gak sengaja denger obrolan mama sama papa," jawab Kavin, ia menjawab sesuai yang ia tau, sembari menatap lurus ke depan, kalau di fikirkan lagi seperti apa keadaan Gavin yang asli sekarang? Apa mungkin sebenarnya bukan hanya Kavin yang berpindah jiwa melainkan Gavin juga, pemuda itu masuk dalam tubuhnya, lalu menjadi Kavin, entahlah, ia tak ingin memikirkannya terlalu dalam, masalah dalam keluarganya saat ini saja sudah membuatnya pusing.

Garvin mengangguk pelan, ia mengikuti arah pandang adiknya, menatap ke depan, mendungnya hari seolah-olah mendukung suasana hati mereka saat ini.

"Dek, kamu kenapa bisa jadi kayak gitu?" tanya Garvin, ia mencoba mengahlikan pembicaraan juga pikirannya yang terus berkembang tentang Galen juga anak yang bernama Sabian itu, selain itu ia juga memikirkan bagaimana bisa Gavin yang awalnya anak penurut bisa tiba-tiba menjadi pembangkang bahkan melakukan hal-hal yang di larang dalam syariat agama.

"Kayak gimana?" tanya Kavin balik, ia tak mengerti arah pembicaraan kakak sulungnya ini, walau sebenarnya ia bisa menebak kalau Garvin membicarakan bagaimana Gavin bisa menjadi berandalan tak tau aturan serta tak menerima nasehat dari orang lain, namun mungkin saja ada hal lain yang kakaknya itu ingin bicarakan.

"Kamu kenapa bisa jadi berandalan begitu?" tanya Garvin, tatapan mata itu menunjukkan rasa penasarannya terhadap bagaimana dan mengapa adik keduanya menjadi seperti itu, adik yang dulu selalu membuatnya kesal dengan kelakuannya, namun sekarang seolah menjadi adiknya sepuluh tahun yang lalu, menjadi orang baik kembali.

"Takdir mungkin, tapi aku berhasil merubah takdirnya," jawab Kavin, ia tersenyum tipis, menatap ke depan dengan tatapan sorot mata sayu, ada rasa senang ketika mendapati dirinya tak memiliki takdir yang sama dengan Gavin meski hidup dalam raga seorang Gavin Ardian Adhlino.

Si sulung hanya menatapnya dalam diam, ada benarnya, Gavin adiknya dapat berubah seolah merubah jalan kehidupan yang telah di pilih adiknya sejak masa sekolah menengah atas itu, padahal kalau di pikirkan lagi  walau anak ini hilang ingatan Gavin bisa saja tidak berubah sama sekali.

"Kisah hidup aku itu kayak di novel, plot twist-nya berjudul adikku bukanlah adik kandung ku, lucu juga, tapi aku bimbang rasanya," gumam Kavin lagi, ia mengahlikan pandangannya untuk menatap kakaknya sejenak lalu berahli menatap ujung kakinya, helaan nafas terdengar ketika itu, bimbang itu terasa begitu jelas yang nyatanya juga di rasakan oleh si sulung, Kavin bangkit setelahnya. "Udah ya bang, mau jemput Galen dulu."

Berlalunya Kavin darisana meninggalkan Garvin sendirian di bangku taman, membiarkan seorang Garvin tenggelam dalam pikirannya, memikirkan tentang fakta serta bagaimana Garvin merespon segala sesuatu saat ini, membiarkan Garvin untuk memutuskan semuanya sendirian tanpa ada saran apapun dari Kavin yang sudah memutuskan untuk tetap menganggap Galen adiknya, adik laki-lakinya yang begitu ia sayangi.

***

Hari demi hari berlalu, awalnya Kavin kira semuanya akan baik-baik saja, namun ternyata tidak, Garvin, si sulung terus mengabaikan si bungsu, hingga membuat anak yang di abaikan jelas bingung, anak yang hanya mampu untuk menghela nafas saja lalu berlalu ketika ajakan atau kata-katanya di abaikan begitu saja oleh kakak sulungnya, hingga akhirnya hari ini Galen jengah.

"Bang Garvin kenapa sih dari kemaren kemaren abai terus sama Galen?" tanyanya, ia tidak suka, tidak suka ketika salah satu kakaknya mengabaikannya atau lebih mementingkan orang lain di bandingkan dirinya yang adalah adik mereka.

Tidak ada siapapun disini, hari libur kali ini hanya ada Garvin dan Galen yang menghabiskan waktu di rumah, selain itu semua anggota keluarga keluarga sibuk, mama dan papa yang sibuk kencan berdua lalu Kavin dan Anaya jelas tengah di sibukkan dengan pembukaan kafe mereka berdua.

"Bang, Abang kenapa?" tanya Galen lagi ketika pertanyaannya tadi tidak di jawab oleh sang kakak, bahkan laki-laki di hadapannya ini tak menatap ke arahnya seolah keberadaan Galen tidak ada di dekat pemuda itu.

"Pergi saja sana, saya sibuk." Garvin berlalu, pergi begitu saja meninggalkan Galen sendirian di ruang keluarga saat ini, namun remaja yang sudah tujuh belas tahun itu langsung mengikuti langkah kakak pertamanya itu.

"Bang!" serunya kesal, ia terus melangkah mengikuti kakaknya yang menaiki tangga satu persatu sampai langkahnya berhenti tepat di tangga paling akhir menuju lantai dua. "Abang kenapa sih? Belakangan ini acuh banget sama Galen, kayak Galen itu gak ada aja."

"Harusnya kamu itu memang gak ada! Jika kamu gak ada, saya bakal tau kalau adik kandung saya sebenarnya udah gak ada sejak lama."

Galen diam, tepatnya terdiam ketika kata demi kata terlontar keluar dari mulut kakak laki-lakinya itu, ia memandang Garvin dengan pandangan bingung, bertanya-tanya apa maksud dari kata yang kakak tertuanya katakan padanya, hingga pertanyaan lirih terdengar dari bibir Galen. "Maksudnya?"

"Kamu itu cuma anak angkat, terlepas kamu sudah tujuh belas tahun disini kamu tetap cuma anak angkat!"

Lantang terdengar sampai menggema di ruang bawah, membuat sosok Kavin yang baru saja melangkah memasuki rumah terdiam di tempat, memandang tak percaya dengan kejadian barusan, ia melangkah mendekati tangga, Galen yang awalnya diam membeku kini mengangguk pelan, bersikap seolah ia tau kebenarannya yang bahkan baru pertama kali anak itu dengar selama hidupnya.

"Gitu ya, Galen bukan anak kandung mama sama papa, pantas banyak yang bilang Galen gak mirip kalian..." ucapan itu begitu lirih ketika keluar dari mulut Galen, terdengar sedikit bergetar ketika anak itu mengatakannya, remaja itu mengangkat pandangannya untuk menatap kakak pertamanya, tersenyum tipis sebelum akhirnya melangkah pergi, sempat ia tersentak kecil ketika melihat kakak ketiganya berdiri tak jauh darisana, namun Galen tak pikir panjang ia langsung berlalu darisana, pergi dari rumah itu, meninggalkan dua saudaranya yang terdiam di tempat.

~tbc~

Huhu, gimana bagus gak? Rasa-rasanya cerita aku makin kesini makin gak jelas kayaknya🙂

Maaf~

Hmm, makasih buat yang baca, buat yang vote, juga buat yang komen, sayang banyak-banyak buat kalian(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)

Kavin to Gavin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang