*Selamat membaca, semoga suka!*
Kalau ada typo komen ya, beritahu aku, siapa tau pas revisi masih ada yang tertinggal
Btw kalian suka cerita aku gak?
~~~Sepulang dari danau usai melaksanakan sholat ashar, Kavin langsung pulang bersama Galen, lantas tanpa pikir panjang ia juga langsung kembali ke kamarnya, kamar yang pertama kali ia temukan berantakan kini tak pernah lagi berantakan, beberapa pembantu membersihkannya dengan baik entah mulai sejak kapan, tapi ia suka, jadinya Kavin tak perlu membersihkan kamarnya sendiri kan? Hahaha, nyamannya menjadi Gavin!
"Egois boleh gak sih?" gumamnya bertanya, pandangan matanya tertuju pada foto Gavin yang asli, disana Gavin berdiri di depan gerbang sekolah menengah atas dengan seragamnya, itu pasti hari perdana anak itu bersekolah, nampak rapi tetapi juga culun di saat bersamaan. "Jamet amat!"
Menghela nafas sejenak sebelum akhirnya melangkah ke kamar mandi untuk berganti pakaian, pikirannya berkelana, ada rasa rindu pada keluarga lamanya, tapi ia juga nyaman berada disini, ia nyaman saat mama Anin memperlakukan dengan sangat lembut dan baik, nyaman dengan harmonisnya papa Ghaffar, juga dengan dua kakak Gavin, ia suka sekali menjadi seorang adik, bersamaan dengan itu juga menjadi kakak yang baik untuk Galen, mengingat Galen ia jadi rindu Kiran, adik perempuannya saat ia menjadi Kavin.
Lagi dan lagi helaan nafas terdengar, ia keluar dari sana dengan pemikiran yang sama, gundah akan yang terjadi di kehidupannya saat ini, ia terima bahkan ia menyukai takdirnya dengan menjadi Gavin, namun bagaimana dengan indentitas aslinya sebagai Kavin? Ia merasa menjadi dua orang sekaligus! Apakah ini yang di sebut krisis indentitas seperti yang banyak orang bilang?
Tok tok tok
"Kenapa?" tanya Kavin ketika mendengar suara ketukan dari arah luar, ia sendiri tidak tau siapa yang kini berdiri di depan pintu kamarnya, mungkin keluarganya atau mungkin salah satu pembantu, tapi ia terlalu enggan untuk membukakan pintu.
"Den Gavin, tuan besar manggil katanya aden di suruh ke ruang kerjanya!" Suara seorang wanita terdengar, yang mana langsung di iyakan oleh Kavin, pemuda itu juga langsung pergi tepat ketika langkah sang pembantu menjauh dari depan kamarnya terdengar.
Langkah kakinya ia bawa, menuruni anak tangga satu persatu, pandangan itu menunduk, ia benar-benar tidak tau apa yang terjadi saat satu buah ingatan terlintas di pikirannya, hanya nampak bayangan seorang Gavin sewaktu remaja yang diam di depan ruangan kerja ayahnya, ada rasa sakit saat ia mencoba menyelusuri ingatan itu, akhirnya helaan nafas kembali terdengar, ia kembali fokus ketika sadar kalau dia harus menemui ayah dari tubuh ini.
Langkah itu akhirnya sampai di ruang kerja ini, benar-benar persis seperti dalam ingatan asing itu, entah sudah ke berapa kali hari ini, tetapi Kavin kembali menghela nafas sebelum mengetuk pintu serta berucap meminta izin untuk masuk. "Pa, Gavin masuk ya!"
Tak ada jawaban yang ia anggap kalau sang kepala keluarga mengizinkan lagipula ia berada disini saat ini karena permintaan ayah dari Gavin itu sendiri, maka dari itu ia langsung masuk perlahan, sebuah ruangan kerja luas menyambutnya, di hadapannya ada meja kerja dimana Ghaffar duduk dengan wajah datarnya, ini pertama kalinya Kavin melihat sosok ayah yang biasanya tegas namun lembut kini begitu angkuh, ah ralat, Ghaffar hanya berwajah datar penuh wibawa, tetapi tatapan itu tak dapat di artikan oleh Kavin saat ini.
"Pa, kenapa manggil Gavin?" tanya pemuda itu ada rasa tegang ketika ia memutuskan untuk berdiri langsung di hadapan ayah dari karakter antagonis ini, dalam novel pria ini begitu bertanggung jawab, sadar akan kesalahan Gavin, pria itu juga yang memberikan bukti kuat agar anaknya masuk penjara, itu yang tertulis dalam novelnya.
"Papa tau kamu gak ingat, tapi kamu nabrak orang dan gak tanggung jawab Vin," ucap Ghaffar, tersirat tatapan kecewa dari nada yang terdengar tenang itu, menjelaskan betapa tak sukanya ia dengan Gavin yang telah melarikan diri dari masalah tanpa tanggung jawab sedikit pun.
"Gavin… bakal masuk penjara?" tanya Kavin pelan, bukankah ini tidak adil? Bukan dia yang melakukannya, tetapi mengapa ia yang harus bertanggung jawab? Ia bingung harus bereaksi bagaimana saat ini selain menatap penuh harap para pria paruh baya di hadapannya ini.
"Gak, temannya hanya minta pertanggung jawaban, itu saja," jawab Ghaffar seketika langsung membuat Kavin mengerjap polos, seakan tak percaya dengan kata-kata yang keluar dari bibir papa Ghaffar.
"Teman? Dia gak punya keluarga?" tanya Kavin, rasa bersalah entah mengapa menggerogoti hatinya, dalam hati berkata begitu tega Gavin tidak bertanggung jawab dengan orang yang ia tabrak, benar-benar seseorang yang tak pantas di contoh, persis sama seperti orang yang menabraknya di kehidupan sebelumnya, tepat saat itu Kavin melihat Ghaffar menganggukkan kepalanya, membuat Kavin benar-benar frustasi ingin mengomeli Gavin yang asli dengan sangat-sangat panjang, jauh lebih panjang daripada jalan tol.
"Dia di nyatakan lumpuh, gak bisa jalan, temannya juga gak bisa menemaninya buat terapi, kamu hanya di minta untuk menjaga sampai korban kamu benar-benar sembuh dan minta maaf sama dia itu aja," ucap Ghaffar menjelaskan secara mendetail tentang apa yang terjadi dengan si korban yang telah di tabrak oleh Gavin yang asli, hal itu membuat Kavin merasa sedikit lega, tetapi ucapan papa Ghaffar selanjutnya membuat Kavin kembali frustasi dalam diam. "Tapi papa gak tau dia mau maafin kamu atau enggak, kamu harus berusaha Gavin, kalau enggak, mungkin kasus ini bakal masuk Ranah hukum."
Kavin menganggukkan kepalanya, pusing di deritanya saat memikirkan kehidupan membingungkannya kini bertambah dengan adanya sosok korban tabrak lari dari karakter antagonis jahat itu, tak apa, Kavin percaya di balik kesusahan masih ada kemudahan di baliknya.
~tbc~
Bagus gak? Kalau suka Vote sama komennya dong!
Dan makasih buat yang baca, buat yang vote juga buat yang komen, terima kasih! Sayang banyak-banyak buat kalian, hehe(≧▽≦)
Sorry kalau gak bagus(╥﹏╥)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kavin to Gavin
RandomKavin Ardana Adiputra, hidup sederhananya harus menghilang begitu saja saat ia mendapati dirinya terbangun di tubuh seorang pemuda, Gavin Ardian Adhlino, seorang antagonis jahat dalam salah satu novel online yang pernah ia baca. Huh, harus apa ia se...