31 - Obrolan Faresta dan Galen

299 46 10
                                    

Selamat membaca, semoga suka, dan nikmati alurnya 🧡😁

~~~

Usai bicara dengan Anaya, berbincang dan makan malam bersama mama Anin akhirnya Galen dan Kavin kembali, pulang ke apartemen si Faresta, keduanya jelas masih memikirkan apa yang di katakan oleh papa Ghaffar saat di meja makan, duduk di ruang tengah sendirian Kavin masih tak percaya kalau Garvin menyetujui keputusan papa tadi.

Tadi... Saat di meja makan, makan makan sedikit lebih ramai dengan canda dan obrolan mama Anin dan anak bungsunya, Galen yang terkadang di sahuti oleh Kavin juga, meski begitu suasana canggung juga tak luput di makan malam kali ini.

"Kavin, Galen, papa minta kalian balik tinggal disini lagi, bisa?" Saat mereka semua menikmati menu makanan yang tersaji, tiba-tiba saja pertanyaan lebih berupa permintaan dari sang kepala keluarga itu membuat semuanya terdiam, terutama Galen.

Kavin menghela nafas sejenak, melihat bagaimana raut wajah Galen, seolah paham kalau keberadaan adiknya masih di pertaruhkan disini, bagaimana kalau dia tidak nyaman disini menjadi pertimbangan utama oleh Kavin. "Pa, bang Garvin kan gak nerima Galen disini, ja–"

"Siapa yang bilang gue gak nerima? Gue terima kok"

Sontak Kavin terdiam, ucapan yang tadi belum selesai terucap langsung di potong oleh Garvin, tapi entah mengapa ia masih ragu-ragu untuk menerima dengan mudah permintaan papa. "Gavin pikirin lagi ya, walau Gavin anak kandung papa, tetap saja Galen adiknya Gavin, kalau Galen belum mau aku juga belum mau pa."

Saat itu anggukan kepala dari kepala keluarga langsung di terima Kavin, adiknya yang duduk di sebelahnya pun hanya bisa terdiam sebelum mama kembali memilih mengobrol dengannya.

Ia menyenderkan kepalanya di senderan sofa, memejamkan matanya untuk memikirkan segalanya, masalah kecil ini malah menjadi masalah besar saat Galen benar-benar tak ingin kembali ke rumah itu, ucapan anak itu beberapa saat yang lalu masih terngiang di telinganya.

"Kak Gavin kalau mau balik gak pa pa kok, Galen bisa sendirian, yang pasti Galen gak mau balik kesana, yang tadi, Galen cuma kangen aja sama mama."

Kavin mencoba untuk tenang, jujur saja ia juga tak terlalu memikirkan masalah ini, mau tinggal di tempat mana pun, Kavin juga tidak masalah bahkan jika itu hanyalah kosan kecil dan sederhana, hanya saja bagaimana dengan keuangannya? Pergi dari rumah masih dengan uang yang papa Ghaffar berikan menjadi beban untuknya dan tinggal di apartemen Faresta tiap harinya, rasanya seolah ia adalah beban. "Mungkin cari kerja bagus kali ya."

Di saat Kavin tengah sibuk dengan pikirannya Galen pun sama saja, bedanya ia di temani Faresta di kamar ini, tadi ia memutuskan untuk tidur bersama Faresta saja daripada kakak Gavin nya, disaat dia tengah tak bisa tidur, orang yang menemaninya disini sudah nyenyak tertidur damai dan sepertinya Faresta bermimpi indah.

"Kalau kak Gavin balik berarti aku sendirian dong, gak mungkin juga aku terus tinggal disini jadi beban kan?" gumamnya pelan, ia duduk bersandar pada senderan ranjang, terganggu dengan Galen yang sedari tadi tak bisa diam sepertinya berhasil membuat Faresta terbangun.

"Oy, udah malam nih, masih belum tidur juga?" Galen menoleh mendapati Faresta baru akan mengubah posisinya menjadi duduk, remaja itu mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya 'ada apa?' padanya.

"Papa minta aku sama kak Gavin buat balik tinggal di rumahnya, tapi aku gak mau lah," jawab Galen singkat, ia mengecilkan volume suaranya saat tadi berbicara, takut kalau Gavin tau ia masih belum tidur padahal sudah lewat jam sembilan malam.

"Kenapa gak mau?" tanya Faresta pelan, ia duduk di sebelah Galen seolah ia adalah seorang kakak yang siap mendengarkan cerita adiknya, padahal Faresta si bungsu di keluarganya.

"Aku emang gak di usir, tapi cara bang Garvin memperlakukan aku, cara kak Anaya melihat aku, itu kayak, mereka gak suka kalau aku disana," jelas Galen, raut wajah sedihnya terlihat jelas, seolah mengatakan hal itu juga merasakannya begitu menyakitkan untuk hatinya.

"Hei Galen, gitu doang sakit hati? Dengar kalau aku jadi kamu, aku bakal tinggal disana dan bahagia biar mereka yang benci sama kamu bisa liat kamu bahagia di atas ketidaksukaan mereka padamu." Faresta secara tiba-tiba saja mengatakan hal itu dengan mudahnya seolah masalah pikiran yang di hadapi Galen adalah hal sepele.

Galen menoleh ke arah Faresta, tak menyangka kalau Faresta bisa menyarankan hal itu padanya, Galen jelas bingung, lalu tak lama Faresta kembali berucap.

"Gini ya Len, kalau kamu disana kamu gak usah mikirin seperti apa mereka memperlakukan mu, atau memandang mu, pikirin aja anak kandung bapak kau juga tinggal disana kan? Nanti mama Anin kesayangan kamu pasti bakal menyayangi dia kayak mama Anin menyayangi kamu, emang Galen mau gak di sayangi lagi sama mama Anin?" tanya Faresta, ia hanya bercanda untuk hal itu dan tidak bermaksud untuk mempengaruhi Galen untuk membenci Sabian, orang yang bernama Sabian itu juga teman Faresta, hanya saja melihat bagaimana Gavin setiap harinya merasa terbebani tinggal disini tanpa membayar apapun karena ia tak menerima uang yang pernah Gavin berikan padanya, Gavin juga mulai terlihat terbebani dengan masalah kuliahnya yang akan segera ia lanjutkan.

"Itu kan hak mama, lagian aku percaya mama bakal menyayangi aku selalu." Galen menjawab dengan lirih.

Jawaban dari Galen membuat Faresta kecewa, ia fikir ini mudah, karena Galen itu seperti bocah yang mudah di pengaruhi oleh perkataan orang lain, nyatanya, tidak juga, pada akhirnya dengan nada pelan ia berkata.

"Len, kamu gak kasian sama Gavin? Kuliahnya bakal di mulai beberapa minggu lagi loh, Gavin itu ngerasa kalau dia nentang keluarga kamu dia gak pantas nerima uang dari mereka, dia bisa saja balik ke rumah semau dia, tapi dia itu sayang banget sama kamu! Gak mungkin dia ninggalin kamu, tau kan? Tapi kalau terus sama kamu, Gavin pasti terbebani juga sama masalah keuangan, dia bilang gak mau terus-terusan pakai uang papa Ghaffar, apalagi dia tau kalau kamu gak mau nerima uang dari keluarga kamu yang lain," Faresta berhenti berbicara, ia menarik nafas sambil memperhatikan reaksi adik dari Gavin ini.

Galen memikirkan semuanya, ia hanya meminta agar sekolahnya di bayar sampai lulus pada papa Ghaffar lewat kakaknya Gavin, tapi sekarang, kakaknya malah terbebani olehnya, saat ia benar-benar memutuskan tak ingin berhubungan dengan keluarga tersebut, terutama anggota baru bernama Sabian itu. Namun, ia sama sekali tidak bermaksud untuk membuat susah kakaknya.

~tbc~

Cerita ini makin gak jelas ya? Gak pa pa, yang penting lanjut sampai tamat, haha😎

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kavin to Gavin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang