*Selamat membaca*
Semoga suka( ╹▽╹ )
~~~Pagi minggu yang cerah setelah dua hari berlalu sejak Kavin menemukan buku diary seorang Gavin, entah harus bagaimana ia bersikap sekarang ini, namun yang Kavin tau ia harus menjauhi beberapa karakter yang memungkinkan membuatnya memiliki takdir yang sama seperti Gavin, contohnya; Arissa Clarie, sang karakter utama.
Seandainya ia bertemu Arissa bagaimana kalau tak ada angin, tak ada hujan, ia jatuh cinta dan melakukan hal gila seperti yang di Gavin lakukan dalam novelnya? Lupakan persoalan itu sekarang, Kavin ingin tenang dulu, beberapa hari ini memikirkan tentang Gavin yang asli juga alur novel lalu tentang perpindahan jiwa ini sudah membuatnya pusing.
"Misi pertama, menjauhi Female lead, jauhi sejauh-jauhnya, haram," ujarnya, ia menghela nafas sejenak, menatap cermin di hadapan, jujur saja ia memang selalu tampan bahkan sebelum menjadi Gavin sekalipun, Kavin sudah amat tampan.
Usai memuji wajah tampannya dalam hati, pemuda itu langsung keluar kamar, berjalan dengan santai menikmati suasana rumah, beberapa pembantu terlihat melakukan pekerjaan mereka, Kavin benar-benar mencoba untuk membiasakan dirinya, melihat pemandangan ini, walau sebenarnya masih terasa asing sejak pertama kali ia tinggal di rumah ini.
"Selamat pagi," sapanya pada seluruh anggota keluarga yang saat ini sudah siap sarapan bersama, seperti keluarga harmonis lainnya.
"Selamat pagi." Semua anggota keluarga membalas sapaan itu, di antara semuanya hanya Garvin tidak tersenyum pada sang adik yang baru saja sampai di meja makan, untuk sarapan bersama.
Sarapan di mulai setelah si sulung mengawalinya dengan doa, hanya ada suara dentingan sendok, di meja makan ini, beberapa menu pagi sederhana di nikmati bersama, hingga Anaya memecahkan keheningan dengan suaranya.
"Hari ini liburkan? Gimana kalau siang nanti Piknik sekeluarga gitu." Gadis berhijab itu berkata lalu langsung kembali memakan makanannya santai seolah permintaan itu tidak penting walau sebenarnya ia cukup berharap bisa piknik bersama, sudah lama sejak terakhir mereka melakukan kegiatan keluarga, mungkin empat tahun yang lalu.
"Boleh, ayo piknik, sekalian healing kan?!" seru Galen, remaja itu nampak antusias, menatap Garvin juga Gavin dengan tatapan melas, berharap kedua kakaknya itu akan mengabulkan keinginan sederhananya ini.
"Baiklah," jawab Garvin, sungguh pemuda dua puluh lima tahun ini mana bisa menolak permintaan si bungsu, tingkat mengemaskan adiknya yang baru enam belas tahun itu masih sama sejak sepuluh tahun yang lalu.
Tepat ketika itu Galen langsung berseru senang, berbeda dengan Anaya yang hanya diam-diam berseru bahagia, kedua kakak beradik dengan sikap yang berbeda itu membuat seluruh anggota keluarga terkekeh pelan, ada-ada saja.
***
Nada nyanyian sederhana terdengar bersamaan dengan langkah kaki seluruh anggota keluarga, si bungsu nampak girang, pegangan tangannya dengan sang kakak perempuan membuat mereka nampak begitu akrab dan manis, berbeda dengan Kavin yang berjalan bersebelahan dengan si sulung yang datar-datar saja itu, sedangkan Kavin sendiri sebenarnya hanya diam karena tak tau mau bilang apa.
Saat sampai di tempat yang di inginkan, Anin langsung menyiapkan tempat disana, cukup sederhana, mereka pun lebih memilih tempat yang tak jauh namun juga tidak terlalu dekat dari rumah, hanya di taman yang dekat dengan pinggir danau, cukup sepi disini hanya ada beberapa pejalan kaki juga satu atau dua orang yang juga melakukan piknik.
"Foto-foto dulu yuk!" seru Anaya, gadis itu mengeluarkan ponselnya untuk mengabadikannya momen bersama seluruh anggota keluarga, tentunya akan ia upload di media sosial, untuk menunjukkan pada teman-temannya, kalau keluarga sekarang baik-baik saja.
"Aku sama kak Gavin dulu!" Si bungsu langsung menarik kakak yang di maksud untuk berdiri di sebelahnya, berpose tersenyum, Kavin? Pemuda itu hanya ikut tersenyum.
Anaya gadis dua puluh dua tahun itu berdecak namun tetap memotret dua adiknya itu, nampak manis dengan adanya si pendek Galen di sebelah adik pertamanya yang ia akui ketampanan pemuda itu, namun tidak akan pernah ia katakan dari mulutnya.
"Pendek, kapan tingginya?" Kavin bertanya sembari mengusak kepala si bungsu yang kini sudah mendatarkan wajahnya, sejak kejadian di tempat penjual bakso tempo hari kakaknya yang satu ini terus-menerus bertanya tentang hal ini.
"Iya dek kapan tingginya?" Anaya ikut bertanya, ia juga kembali memotret dua adiknya tersebut, hasilnya bagus, dengan Galen yang cemberut berdiri tepat di sebelah Gavin yang tersenyum penuh rasa bahagia.
Garvin yang sedari tadi duduk bersama kedua orang tuanya sembari memperhatikan ketiga manusia itu diam-diam tersenyum tipis, kedua orang tuanya pun sama, hanya tersenyum dengan pandangan haru, pemandangan di hadapan mereka saat ini, bisakah di harapkan akan sering terjadi untuk waktu yang lama.
"Oy bang Garvin sini! Foto bareng!" Galen melambaikan tangannya, jarak mereka saat ini cukup jauh, apalagi dengan ketiganya yang memang sudah menghabiskan hampir tiga puluh menit hanya untuk memenuhi memori ponsel masing-masing dengan berfoto.
Garvin awalnya ingin menolak namun.
"Sana gabung sama adek-adeknya, sekalian jagain mereka." Ucapan ibunya berserta tatapan lembut itu membuat Garvin langsung bangkit dari duduknya.
"Mama sama Papa juga!" seru Galen saat melihat hanya si sulung yang bangun untuk bergabung dengan mereka.
Sepasang suami-istri itu hanya menggelengkan kepalanya tanda menolak, faktor usia mungkin membuat mereka hanya ingin duduk memperhatikan saja saat ini, melihat bagaimana anak-anak mereka bersama dengan bahagia seperti itu sudah cukup untuk mereka.
"Udah, mama sama papa mau duduk disana, kita-kita aja yang foto disini, nanti foto bareng sama papa mama disana." Anaya gadis itu sudah mengatur kameranya, kini mengatur posisi si sulung agar tidak terlalu kaku.
Sesi foto selesai, ke empat saudara itu kini memulai sesi perbincangan sambil melihat hasil foto-foto tadi setelah makan siang tentu, tawa sentiasa mengalun saat lelucon terdengar, atau saat Anaya memperlihatkan foto yang nampak tidak bagus pada seluruh saudaranya, mama dan papa hanya menatap mereka dengan tatapan teduh, membahagiakan.
~tbc~
Sebenarnya aku nulis bab ini dengan pengetahuan minim, karena aku sendiri gak pernah piknik(´-﹏-';)
Gimana bagus gak?
Oh ya, terima kasih buat yang baca, yang vote juga yang komen, sayang banyak-banyak buat kalian(≧▽≦)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kavin to Gavin
RandomKavin Ardana Adiputra, hidup sederhananya harus menghilang begitu saja saat ia mendapati dirinya terbangun di tubuh seorang pemuda, Gavin Ardian Adhlino, seorang antagonis jahat dalam salah satu novel online yang pernah ia baca. Huh, harus apa ia se...