(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE ACAK!)
Tak kunjung mendapatkan pekerjaan, Ruby menerima tantangan dari kedua sahabatnya untuk mengajak tidur laki-laki acak yang berada di bar di mana mereka sedang minum-minum. Sebagai...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara dentuman musik yang begitu keras memekakkan telinga tiga orang perempuan yang tengah menempati salah satu meja di bar. Masing-masing dari mereka memegangi gelas berisi wine.
“Aku akan meminta pamanku untuk memasukkan kau ke tempat dia bekerja.”
Manik mata cokelat itu menatap ke arah Agnes yang tengah berbicara padanya. Ruby, perempuan yang baru saja mengeluh kepada kedua sahabatnya, Agnes dan Elsa. Ruby mengeluh tentang dirinya yang belum juga mendapatkan pekerjaan padahal sudah memasukkan lamaran ke mana-mana, dan belum ada panggilan interview sampai detik itu juga.
Ruby menatap Agnes dengan mata memicing, sedikit tidak percaya dengan perkataan Agnes yang meminta pamannya untuk memasukkannya bekerja. Setelah lama menatap Agnes, Ruby tertawa kecil, kemudian menyesap minumannya sedikit. Ruby harus tetap menjaga kesadarannya jika tidak ingin di gondol laki-laki hidung belang di kelab ini. Segelas wine sudah cukup, dan tidak boleh lebih.
“Kau jangan bercanda.”
Agnes tertawa ketika Ruby tidak mempercayai perkataannya. “Aku bisa membantumu, pamanku pasti mau memasukkan kau di tempat dia bekerja. Dia kepala gudang di MFood, kau bisa bekerja bersamanya.”
Ruby yang tadi sudah mengalihkan pandangannya ke arah orang-orang yang sibuk berjoget ria di bawah lampu kelap-kelip itu, kembali menarik matanya menatap Agnes. Ruby masih belum mempercayai Agnes, masih menaruh kecurigaan.
“Kau percaya saja dengan Agnes, Ruby.” Elsa yang sedari tadi hanya diam menikmati minumannya, ikut mengangkat suara. “Selama ini, di antara kita, apakah ada yang mengingkari ucapannya?” Perempuan itu beralih mengeluarkan sebatang rokok, mengapit rokok itu dengan bibirnya, mulai menyulut api di ujung rokok.
Ruby menggeleng, memang, persahabatan mereka begitu erat. Mereka sudah seperti saudara, bahkan mereka tinggal di tempat yang sama, hidup bersama. Berkat kehadiran kedua sahabatnya itu juga, Ruby masih bisa bertahan hidup di kota besar ini meskipun belum mendapatkan pekerjaan.
Bahkan Ruby masih bisa menikmati malamnya di kelab meskipun tidak memiliki penghasilan. Semua itu berkat Elsa dan Agnes, dua perempuan itu berasal dari keluarga yang berada, berbeda dengan Ruby yang hidup sebatang kara.
Agnes menyesap minumannya sejenak, menatap Ruby yang masih tampak berpikir. “Bagaimana? Kau mau aku bantu?”
“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Ruby. “Aku tahu, kau tidak akan langsung membantuku tanpa ada sesuatu yang berkeliaran di otakmu itu.” Ruby menunjuk ke arah kepala Agnes. Dia hafal betul dengan isi kepala Agnes, perempuan itu pasti tengah memikirkan sesuatu. Agnes, perempuan yang menyukai hiburan, yang paling berduit di antara mereka bertiga.
Agnes terkekeh kecil, menaruh gelasnya di atas meja. “Kau tahu saja jika aku sedang memikirkan sesuatu.” Pandangan Agnes mengedar ke sekitar kelab, terutama ke sofa-sofa yang di tempati oleh laki-laki yang tengah menikmati wine, dan ada juga yang di dampingi oleh perempuan malam. “Aku ingin menguji keberanianmu.”