Bagai ombak yang tetap tenang bergelanyur di laut. Seolah diam yang hanya mengeluarkan desiran menenangkan, nyatanya, ombak bisa kapan saja berubah menjadi sesuatu yang menghantam kuat di kemudian waktu.
Yang terlihat tenang, tidak selamanya berwujud serupa, bisa jadi, ketenangan itu sebagai awal mula dari yang namanya kehancuran.
Apa yang bisa di hindari V atas keputusan Daddy nya? Ia tak memiliki kuasa untuk melawan.
Terkadang, V berpikir, semua tak akan seperti ini jika sang Mommy masih ada dan dirinya lah yang tak pernah lahir.
Sebagian dari hidup V hancur. Ia kehilangan harmonisasi keluarga, kehilangan tumpuan yang ia sebut kebahagiaan juga.
Dulu, saat masih bersama Jane, V selalu merasa beban hidupnya tak terasa. Dengan Jane, ia bisa menikmati segelintir moment indah yang membahagiakan. Bersama Jane, ia bisa menumpahkan tangisnya yang kemudian akan mendapat dekapan serta nasehat hangat. Ketenangan yang seperti itu yang V cari, ketenangan yang hanya bisa ia dapat dengan Jane.
Namun. Semua itu perlahan hilang karena keegoisan Daddy nya yang mementingkan kepuasannya sendiri.
Hati yang baru saja di dekap bahagia oleh seorang wanita yang memberinya cinta, perlahan kembali retak karena telah pergi, menjauh yang sulit V gapai lagi.
Putaran memori tentang masa-masa indah itu terus berputar dalam benak V. Seolah tak membiarkan secuil moment pun terlewatkan. Seperti sebuah magnet yang tidak bisa menjauh, akan tetap ada untuk tidak membuat V melupakannya.
"Jika Jane mencintai V. Apakah V juga mencintai Jane?"
V terkekeh geli mendengar pertanyaan konyol kekasihnya. Saat itu, mereka sedang menghabiskan waktu berdua menikmati cuti dari jadwal penerbangan. Di apartement Jane, yang selalu menjadi tempat romantisasi untuk tetap menjaga rahasia hubungan mereka.
V mengelus surai Jane hangat, mencium kepalanya. "Pertanyaan yang sangat jelas jawabannya. Mau berapa persen ini?"
Jane mendengus pura-pura. "Ish, persenan! Ku kira akan seluas semesta dan isinya."
V tergelak. Merasa lucu melihat ekspresi wajah kekasihnya. "Weii, jangan salah. Semesta dan isinya masih kecil. Lebih dari itu malah. Seluruh galaxy di alam raya beserta planet-planet kecil dan segala-galanya yang menjadi ciptaan Tuhan, nah baru itu sepadan dengan cintaku padamu."
Jane mengulum bibirnya, salah tingkah di tatap dalam oleh pria itu. "Alah, kalimat klasik seorang pria, gombal!"
"Waduh, salah lagi. Nanti jika tidak ku katakan seperti itu, aku salah karena kurang besar, dan sekarang, gombal katanya. Mau nya apa sih hm?"
"Mau di cium." Jane menunjukkan cengiran lebarnya sebelum menutup wajah dengan pipi semerah tomat itu dengan bantal.
Sang pria tersenyum gemas. Berusaha melepaskan bantal itu. "Mau apa tadi?"
V semakin menggoda Jane yang masih malu melepaskan bantalnya.
"Ayo kesini, gadis nakal."
Berhasil, V menjauhkan bantal yang semula menutup wajah gadis kesayangannya. Ia menatap Jane penuh goda, mengangkat satu alisnya.
Jane langsung menjauh. "Tuh kan! Pasti tidak mau."
"Wah meremehkan, mau coba?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY CAPTAIN | TAENNIE
RomansJika sekarang kita tidak bisa mendeklarasikan cinta karena landasan aturan serta komitmen atas pengabdian, bukankah di masa depan masih bisa? Yang nantinya, deklarasi cinta ini akan di junjung dalam versi yang lebih baik. Jadi, sampai berjumpa di ma...